.
SURABAYA - Keinginan PT. AKY sebagai pengembang perumahan elit di
wilayah Surabaya Timur, untuk mendapatkan tanah tidak ‘sah’, tak menyerah
begitu saja. Buktinya, sejumlah aparat gabungan dan Satpol PP dikerahkan
untuk membebaskan tanah yang dianggap miliknya. Meskipun ada perlawanan dari
pihak warga, karena tanah tersebut aset milik desa/Kelurahan Dukuh Sutorejo
seluas sekitar 9 hektar. Tetapi, upaya perusahaan pengembang tersebut untuk
mempertahankan ditentang oleh warga asli daerah itu.
Terakhir pada Senin,16 Nopember
lalu, dipimpin oleh Kepala Operasional Satpol PP, Ndari, mendatangi lokasi
tanah di jalan Tempurejo No,41 Surabaya yang masih lokasi SD AL Islam Itu. Kedatangan
aparat Gabungan itu, akan merobohkan bangunan semi permanen dan
makam buyut Minggir, selama ini oleh warga dianggap memiliki nilai sejarah.
Mengetahui kedatangan petugas gabungan tersebut, warga menghalau agar petugas
Satpol PP tidak berbuat semaunya sendiri. Ternyata satpol PP yang diduga
‘suruhan’ pengembang AKY itu, tetap berusaha melakukan aksi paksa menerobos
kerumunan warga.
Setelah terjadi adu mulut , rupanya
Satpol PP menyerah . Mereka berencana akan datang lagi pada Sabtu mendatang (21
Nopember) untuk meratakan bangunan yang dianggap tanah milik PT.AKY . “Saya
akan tetap bertahan. Sampai nyawapun akan kami pertaruhkan, untuk
mempertahankan tanah milik sekolahan, dan PT AKY jangan berbuat semaunya,” kata
Cak Mat, tokoh masyarakat setempat dengan nada tinggi .
Masih kata Cak Mat, mengapa pihak
Satpol PP bersikeras melakukan pembongkaran paksa pada lahan yang masih
digunakan fasilitas umum, apalagi sehari-hari sebagai kegiatan belajar mengajar
. “Pokoknya saya tetap pasang badan disini, kalau PT AKY tetap ingin mencaplok
tanah aset desa. Tapi kalau digunakan untuk pengembangan bangunan
sekolahan atau peribadatan untuk kepentingan warga, saya siap serahkan ,”
ujar pak Mat, dengan logat Maduranya yang khas.
Hal senada dikatakan Nafid, 40,
mengatakan semestinya Satpol PP tidak seharusnya datang secara
arogan dengan mengajak aparat gabungan .Satpol PP sebagai pengaman asset
milik Pemkot harusnya bisa mengerti aspirasi warga dan memihak pada kepentingan
warga. Satpol PP juga tidak pernah memberi tahu ke warga Tempurejo untuk datang
melakukan musyawarah . “ Ketika saya menanyakan surat pembongkaran pada Satpol
PP tidak diberikan . Berarti warga menilai kedatangan Satpol PP untuk
membongkar bangunan semi permanen bodong alias tidak ada perintah dari
atasannya, tapi bekerja sendirian atau hanya oknum” tukas Hafid.
Tokoh masyarakat lainnya H. Hasan
Efendi,juga mengatakan , Satpol PP yang berkehendak melakukan upaya paksa
jelas keliru . Semestinya koordinasi dengan warga lebih dahulu . Bukannya
melakukan upaya dengan kehendak sendiri. “ Saya tahu sejarahnya
tanah yang kini diklaim milik PT. AKY itu. Tanah itu memang tanah asset desa
,kalau sekarang diklaim pengembang salah besar ,” ujar H. Efendi ,
memgaku tahu persis asal-usul tanah tersebut milik desa .
Munculnya
sertifikat HGB atas nama PT. AKY jadi pemicu warga Tempurejo, Kelurahan
Sutorejo, Kec. Mulyorejo ,Surabaya, untuk mempertahankan aset tanah desa di
Tempurejo. Kepemilikan sertifikat HGB seharusnya melibatkan warga Tempurejo .
Namun,
yang ada sertifikat HGB tersebut tiba-tiba sudah dikantongi oleh PT AKY.
“Warga akan menelusuri penerbitan sertifikat HGB PT. AKY tersebut, asal
muasalnya dari mana kok bisa tiba-tiba terbit surat sertifikat HGB,
padahal tak sedikit justru lahan milik warga banyak diserobot oleh PT AKY tanpa
ada pemberitahuan apalagi ganti rugi “ ujar Junaidi, tokoh masyarakat . Hingga
berita ini diturunkan pihak PT AKY sulit dihubungi (tim)