SURABAYA- Sidang DKPP (dewan
kehormatan penyelenggara pemilu) atas pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh
KPUD Kota Blitar yang dilaporkan LSM Ampera Blitar diwarnai dugaan ‘rekayasa’
mendekati kebenaran, Jum’at, (6/11) di Ruangan Operasi, Mapolda Jatim. Betapa
tidak, wartawan yang akan meliput acara tersebut sempat ‘dilarang’ oleh Bidang
Humas Polda Jatim sebelum ada konfirmasi dari pejabat yang berwenang di
Polda Jatim. Bahkan, puluhan wartawan yang sempat meliput persidangan di
ruangan biro operasi ‘dikeluarkan’ oleh petugas atas perintah majelis
hakim yang diketuai Valina Sinka.
Semula, undangan yang dikirim oleh
staf DKPP untuk panggilan sidang dengan nomor : 0644.64/DKPP-PKE-IV/ 2015
memanggil : Sutrisno HP. Untuk menghadap Majelis Sidang DKPP di Kejaksaan Jawa
Timur pada hari Jum’at, 6 Nopember 2015 pukul 09 sebagai pengadu. Catatan
pengadu membawa 8 rangkap berkas pengaduan lengkap dengan alat bukti primer
serta membawa saksi yang diperlukan. Namun, undangan tersebut diralat, bahwa
acara persidangan melalui telekonfrensi bukan bertempat di Kejaksaan Tinggi
Jatim dan jam pelaksanaan sidang diundur pukul 13, tulis pesan yang dikirimkan
pada Sutrisno .
Sutrisno Handoyo Putro sebagai pihak
pengadu menyampaikan tentang dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh
KPUD Kota Blitar pada DKPP, karena pihaknya sudah membuat laporan surat
sebanyak 6 kali kepada KPUD. Tetapi, surat-surat yang telah dikirimkan tersebut
tidak pernah dibalas oleh KPUD Kota Blitar sebagai penyeleng gara Pilkada
serentak nanti itu, terang Sutrisno dihadapan majelis hakim. “Panwas Kota
Blitar sekali saja menanggapi laporan kami dan tidak ada kelanjutannya lagi,”
ujarnya.
“Kami sebagai penggiat demokrasi
menyampaikan adanya dugaan ijasah aspal oleh salah satu pasangan calon Pilwali,
yaitu; Moch.Samanhudi Anwar yang diduga menggunakan ijasah aspal kejar Paket C
yang dimiliki sebelum ditetapkan sebagai pasangan calon dalam Pilwali, tanggal
28 Juli 2015 agar tidak ditetapkan sesuai PKPU No.9tahun 2015. Saya mengetahui
sendiri, karena Samanhudi belajar bersama di kelompok belajar “Taman
Harapan” tapi ijasah yang diperolehnya dari pokjar “Barokah”. Padahal, rapor
dan buku induk atau registernya berasal dari kejar Taman Harapan dan
tidak nyambung ijasah yang dikeluarkan dari kejar ‘Barokah’ ini,” ungkapnya.
Menanggapi tudingan pengadu,
Setyobudiono, Ketua KPUD Kota Blitar yang menjadi teradu 1 menyatakan, beberapa
kali surat yang dikirimkan kepada KPU Kota Blitar hanya mendapatkan tembusan
dan bukan pihak yang dilapori secara langsung. Kalau ada surat yang
tertuju langsung pada KPUD, tapi bukan kewenangan KPUD dan menjadi tugas
pihak lain atau kepolisian untuk menindak lanjuti, sehingga tidak kami balasi
surat yang dikirim oleh LSM Ampera, jelas Setyobudi. Dia mengaku akan
mengembalikan berkas yang sudah diberikan pada KPUD oleh pasangan calon, kalau
sudah ada keputusan hukum yang berkekuatan tetap bahwa ijasah aspal telah
ditetapkan oleh pihak yang berwenang.
Menurut Setyobudiono, karena laporan
yang dibuat oleh LSM Ampera telah memasuki ranah pidana dan menjadi tugas
kepolisian untuk mengusutnya ,bukan menjadi wilayah kewenangan KPU, maka
laporan tersebut tidak dapat ditindak lanjuti. Sedangkan, menanggapi laporan
yang telah dibuat tersebut kami telah membentuk sebuah tim ahli yang berasal
dari unsur Diknas, yaitu; Dikti, IKIP PGRI dan Kemenag. Tim ahli berpendapat,
bahwa surat dari Diknasda yang dijadikan acuan untuk menetapkan paslon,
katanya. Pendapat itu langsung dibantah oleh pengadu,pada tanggal 30 September
2015 mengadakan rapat koordinasi dan memutuskan, ijasah atas nama
Moch.Samanhudi Anwar terdapat kesalahan tulis, cetusnya.
Sutrisno mempertanyakan , mana yang
dijadikan acuan oleh KPUD karena ada dua keputusan dari Diknasna tentang
keabsahan ijasah M.Samanhudi Anwar, mantan Wali Kota Blitar yang mencalonkan
kembali dalam Pilkada ini. Saksi yang dihadirkan oleh pengadu, Drs.Eko Hermono,
penanggung jawab PKBM Taman Harapan hanya diberikan kesempatan sekitar 5
menit dan kurang mendapatkan perhatian dari majelis hakim yang menyidangkan dan
terkesan hanya basa-basi saja.Dalam sidang DKPP diketua Valina Sinka didampingi
oleh Sufyanto dari Bawaslu Jatim yang berada di Jakarta dan 3 orang dari Jatim.
Sedangkan, teradu 2, Sigit Pramusanto, Sekretaris KPUD Kota Blitar hanya
mendengarkan uraian yang disampaikan Setyobudiono.
Teror
Sementara itu, staf Bidang
Humas Polda Jatim, mengakui meskipun telah ada aturan tentang UU Kebebasan
Informasi Publik (KIP) mengenai peliputan persidangan terbuka untuk umum, tapi
lokasinya berada di Mapolda atau berada di areal biro Operasi termasuk yang
dikecualikan dalam UU tersebut, ucapnya berkelit. Usai mengikuti jalannya
persidangan DKPP di Mapolda Jatim, salah seorang yang akan menjadi saksi
di persidangan itu, Roy Satria, telah digrebek oleh M.Samanhudi Anwar, dan
kawan- kawannya di Hotel Blitar Indah, kamar 18, Sabtu, 7/11, pukul 14. Roy
Satria diteror dan diintimidasi agar tidak mendukung langkah Sutrisno HP atau
dikenal dengan nama Cokro, dalam mengusut dugaan ijasah aspalnya.
Roy Satria mengaku diteror dan
diintimidasi oleh Samanhudi dan kawan-kawannya, jika tetap memberikan dukungan
kepada Cokro dalam pengusutan di kepolisian atas dugaan ijasah aspal
Paket C sebagai persyaratan yang mencalonkan kembali dalam Pilkada
serentak, terang Roy, setelah menjalani pemeriksaan di Mapolres Kota Blitar,
Sabtu malam, (7/11). Samanhudi mengancam Roy, untuk melaporkan tindak pidana
Roy kepada Polres karena merasa tidak bersalah Roy tidak gentar menghadapi
ancaman itu.
Berselang sekitar satu jam
perbincangan antara Roy dan Samanhudi yang tidak ada titik temu antara keduanya
agar tidak membantu upaya Cokro dalam pengusutan ijasah aspalnya. Maka,Samanhudi
menelpon petugas Polres dan membawa Roy untuk diminta keterangan di Polres Kota
Blitar. Dituturkan oleh Roy, awalnya, dalam pemeriksaan di berita acara
pemeriksaan (BAP) hanya sebagai saksi. Dan, tidak lama kemudian saya
dijadikan tersangka pada pasal perbuatan tidak menyenangkan. “Ketika, saya
ditetapkan sebagai tersangka, saya tidak mau menjawab pertanyaan penyidik
karena masih belum didampingi oleh pengacara/kuasa hukum saya. Saya mendapatkan
pertanyaan sebanyak 27 pertanyaan dan waktunya sekitar 3 jam dimulai jam 17.30
hingga jam 20.30,” jelas Roy Satria.
Ditambahkannya, banyak terjadi
kejanggalan dalam penetapan saya sebagai tersangka di Polres atas laporan Eko.
Sebab,laporan masih belum dibuatkan oleh penyidik, tiba-tiba saya sudah
diperiksa sebagai saksi dan langsung ditetapkan sebagai tersangkanya. “Padahal,
yang menjadi dasar laporan itu adalah sms (pesan singkat) di Hp antara Eko
dengan saya, yang bersenda gurau antar teman. Lho,koq ini yang dijadikan dasar
penetapan saya menjadi tersangka kasus perbuatan tidak menyenangkan, pungkasnya
dengan nada keheranan.
Pada bagian lainnya, M.Samanhudi Anwar yang
dikonfirmasi mengenai penggrebekan Roy, di Hotel Blitar Indah menyangkal
melakukan penggrebekan. “Sebenarnya, saya minta dengan Dia untuk omong-omong
baik-baik menyangkut sms (pesan singkat) yang menjelek-jelekan saya. Padahal,
saya tidak pernah berurusan dengan dia (Roy, red.) dan menyalahi dia. Saya
minta kepada Roy agar mengaku dan berterus terang, saya akan memaafkan dia.
Karena saya menilai Roy tidak mempunyai etikat yang baik, maka saya minta Eko
untuk membuat laporan kepada polisi. Akhirnya, dia (Rio, red) meminta
maaf pada Eko,” imbuh Samanhudi. (b)