Probolinggo Newsweek - Keberadaan pusat layanan kesehatan Rumah Sakit
Hidayatullah kota Probolinggo yang selama ini secara khusus melayani pasien
dengan gangguan jiwa, dinilai masyarakat dalam beberapa tahun belakangan
menjadi lokasi rujukan sebelum diambil tindakan medis yang lebih spesifik atas
pasien yang mengidap gangguan jiwa. Namun akhir-akhir ini, Rumah sakit (RS)
yang berada di sekitar Perum Asabri Kecamatan Kanigaran kota Probolinggo ini,
menjadi bahan perbincangan di kalangan masyarakat dan pemerhati kesehatan di
kota setempat.
Disinyalir pelayanan RS
ini cenderung tidak mengikuti prosedur dalam perijinan tempat usaha. RS
Hidayatullah yang pada awalnya merupakan tempat praktek Dr Agus, spesialis
syaraf dan selama itu Dr Agus juga melayanai pasien rawat inap. Bertambah
tahun, lokasi ini naik statusnya menjadi Klinik Hidayatullah yang secara intens
menerima dan merawat pasien gangguan jiwa dengan rentan waktu cukup lama. Bukan
itu saja, klinik tersebut kini berubah menjadi RS Hidayatullah.
Pasca pengunduran diri
Dr Agus dari dunia pengobatan, akhirnya usaha ini di take over oleh
anaknya yang notabene sama sekali tidak memiliki akuntable di dunia medis.
Ironisnya, menyangkut ijin usaha dari lokasi ini menurut narasumber valid
dilingkup RS, ternyata ijinnya telah mati dan pihak RS tidak memperpanjang lagi
ijin tersebut.
Lain halnya dengan
petugas medis di RS ini yang hanya menempatkan sejumlah tenaga perawat dan
status akademis keperawataannya juga diragukan. Parahnya yang bertanggungjawab
dalam hal medis di RS Hidayatullah ini hanya dipercayakan pada satu dokter
yakni Dr Tiwik Koediningsih SP.Kj, seorang PNS yang selama ini banyak
menghabiskan waktu di RS Jiwa Lawang Kabupaten Malang. Tiwik selama
ini bertugas sebagai dokter di RSJ Lawang dan hanya melakukan kunjungan ke RS
Hidayatullah Probolinggo pada hari Sabtu dimana pada hari itu yang bersangkutan
tidak terikat kedinasan. Jadi istilahnya Dr Tiwik nyambi mencari penghasilan di
tempat lain.
Kenyataan yang sangat
miris, mengingat kebutuhan penanganan pasien dengan status gangguan kejiwaan
sangat urgent ditangani seseorang yang mempunyai kemampuan spesialis, namun di
RS Hidayatullah hanya ditangani oleh para perawat dan dokter spesialisnya hanya
datang seminggu sekali. Keluhan masyarakat ini ditindak lanjuti Soerabaia
Newsweek dengan melakukan investigasi ke RS Hidayatullah.
Sayangnya kehadiran Soerabaia
Newsweek bersama sejumlah wartawan lainnya tidak mendapat respon baik
dari pengelola RS. Dengan alasan banyak pasien, wartawan tidak diperkenankan
menemui Dr Tiwik Koesdiningsih. “Bu dokter tidak bisa menemui wartawan karena
banyak pasien,” elak salah seorang pegawai RS tersebut. Indikasi tidak
berkenannya pengelola RS ini didatangi wartawan, Nampak jelas pada raut muka
perawat yang berpapasan dengan para kuli tinta tersebut. Sebuah sumber yang
tidak berkenan namanya dipublikasikan menyebutkan jika pada tahun 2012, RS ini
tidak lulus Akreditasi sebagai Rumah sakit jiwa dan hal
ini dibenarkan oleh Heny Ananto, Apoteker RS Hidayatullah yang juga seorang PNS
staf Dinas Kesehatan Kota Probolinggo.
Dengan mengantongi
praktek apoteker (SIPA) no. 17/Din Kes/Sipa/2013 Heny memback-Up apotekernya di
lokasi ini. Yang patut dipertanyakan, justru Heny Ananto membenarkan jika RS
Hidayatullah tidak layak sebagai Rumah Sakit, karena tidak masuk dalam standar
kelayakan RS. Menurutnya banyak syarat yang harus dipenuhi untuk sebuah RS,
disamping dokter tetap RS juga masih banyak persyaratan yang tidak dipenuhi
oleh pusat layanan medis ini.
Kenyataan yang
berlawanan saat tim wartawan mencoba mengklarifikasikan hal tersebut ke
pengelola RS “Rumah sakit ini lengkap perijinannya dan apotik ini ada
apotekernya, kamu wartawan sana pergi, saya tidak mau diganggu.”hardik seorang
ibu yang belakangan diketahui kalau yang bersangkutan Dyah Purnama Kusuma atau
biasa dipanggil Pungky, anak dari Dr Agus. Adanya penolakan terhadap
investigasi ini membuat wartawan tergerak untuk menelusuri sejauh mana
aktifitas yang ada di RS Hidayatullah. Para jurnalis berupaya melihat secara
langsung perawatan pasien di tempat tersebut.
Namun lagi-lagi upaya
ini mendapat halangan dari petugas yang ada. Terkesan kuat pihak RS
sengaja menutup-nutupi aktifitas perawatan terhadap pasien. Hanya terlihat
beberapa laki-laki yang diduga pasien gangguan jiwa lalu lalang di bagian
belakang pekarangan RS. Informasi akurat, ternyata ada salah seorang pasien
bernama Rifky yang telah dua bulan menjalani perawatan, namun hingga saat ini
tidak menunjukkan perubahan dan anehnya pihak RS tidak segera merujuk ke RSJ
Lawang yang notabene mempunyai pelayanan yang memadai.
Sementara
itu, H Buchori Muslim, pegiat LSM LPPNRI sangat respek dengan apa yang terjadi
di RS Hidayatullah ini. Lembaganya melihat ada sesuatu yang sengaja
ditutup-tutupi oleh pengelola RS ini. Untuk itu LPPNRI akan intens memantau
perkembangan RS tersebut dan bila nantinya ditemukan adanya praktek illegal
yang melanggar UU Layanan Kesehatan, pihaknya tidak segan akan menuntut dan
segera meminta pihak terkait menutup instansi ini serta menyeret pengelolanya
ke pengadilan. (Suh)