Surabaya
Newsweek
- Kota Surabaya sebagai satu-satunya kota di Indonesia yang memiliki predikat
sebagai Kota Pahlawan, tentu saja memiliki berbagai kawasan yang hingga saat
ini masih mengandung nilai-nilai sejarah pada masanya.
Salah satunya adalah kawasan Tunjungan,
Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya memiliki atensi tinggi untuk menghidupkan
kembali kawasan Tunjungan. Setelah kemarin, Pemkot Surabaya berhasil
menghidupkan suasa masa lalu di Jalan Tunjungan melalui festival Tunjungan Art.
Kini Kawasan yang sejak tahun 1996 disahkan menjadi situs cagar budaya, sedang dalam
upaya untuk menjadi salah satu destinasi historis Kota Surabaya.
Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata
(Disbudpar) Kota Surabaya Wiwiek Widayati menjelaskan, hingga saat ini persil
yang berhasil diamankan adalah bangunan Siola, dan akan diikuti oleh
persil-persil sekitar kawasan Tunjungan kedepannya. Sementara untuk perencanaan
kedepan, pemkot sedang dalam upaya menjadikan kawasan Tunjungan sebagai salah
satu destinasi historis.
“Dalam artian, secara ekonomis kawasan
Tunjungan dapat termanfaatkan. Namun, tidak mengabaikan keberadaan kawasan ini
secara historis. Salah satunyanya adalah dengan upaya membuka fasad (tampak
depan) bangunan yang berada di sepanjang jalan tunjungan,” imbuh Wiwiek saat
ditemui di kantornya.
Semangat untuk menghidupkan kembali kawasan
Tunjungan, tak hanya datang dari pihak Pemkot Surabaya. Namun, semangat ini
juga datang dari komunitas masyarakat peduli cagar budaya. Kemarin, komunitas
yang berasal dari Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya, kembali
memperindah fasad toko Tjantik dengan melakukan pengecatan ulang bangunan.
Tak hanya komunitas, pemilik persil yang
berada di kawasan Tunjungan juga melakukan hal yang sama. Selain Hotel
Majapahid yang hingga sejak dulu memiliki komitmen besar
dalam pelestarian cagar budaya. Hotel Verna adalah salah satu persil yang
memanfaatkan bangunannya sebagai hotel, namun juga melakukan pelestarian cagar
budaya dengan tidak mengubah tampilan fasadnya.
Wiwiek Widayati menjelaskan, persil yang
terbaru yang sedang dalam proses adalah bangunan yang berada di Jalan Tunjungan
nomor 15-21. “Bangunan yang rencananya akan dijadikan hotel ini, sedang dilakukan
pembersihan pada tampak depannya, dan pihak pemilik persil akan berjanji untuk mempertahankan
keaslian fasadnya,” imbuh Wiwiek.
Pemkot Surabaya juga telah melayangkan surat
kepada beberapa pemilik persil yang bangunannya masih menyisakan bangunan lama.
Wiwiek mencontohkan, Toko As Syifa yang
berada di Jalan Tunjungan nomor 31 yang masih memiliki ornamen bangunan lama.
“Konten suratnya berisi tentang himbauan
untuk membuka penutup fasad milik mereka. Sehingga akan tampak wajah asli
bangunannya, karena kawasan Tunjungan sudah dijadikan kawasan cagar budaya.
Kami berharap pemilik bangunan memiliki kepekaan yang sama seperti pemilik
bangunan yang telah dibuka fasadnya karena akan dijadikan heritage budaya,”
tegas Wiwiek.
Pengembangan di kawasan Tunjungan rencananya
akan diselesaikan dalam dua sisi. Di satu sisi perbaikan terjadi melalui infrastruktur
bangunan, dan di sisi lain diisi dengan menghidupkan kembali atmosfernya dengan
kegiatan seni dan budaya. “Setiap sabtu dan minggu sudah ada kegiatan yang
dilaksanakan secara periodik, baik di Museum Surabaya, dan kawasan tunjungan
sendiri,” imbuh Wiweik.
Sesuai dengan Undang-undang no. 11 tahun
2010, yang dimaksud dengan benda cagar budaya adalah situs yang tangible dan
intagible. Dan untuk menghadapi UN Habitat pada Juni 2016, Disbudpar bersama
Bappeko sedang melakukan pengoptimalan kampung-kampung lama yang memiliki nilai historis.
Salah satunya adalah kampung Penele dan Rumah
HOS Tjokro Aminoto, serta Kampung Mangga yang terdapat rumah WR. Supratman. Anggaran
sebesar 800jt diberikan oleh Pemkot Surabaya untuk kegiatan perawatan cagar
budaya, mulai dari kajian arkeologis hingga pemeliharaan. Sesuai dengan
Peraturan Walikota (Perwali), Pemkot memberikan keringanan pembayaran Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB) sebesar 50 persen kepada pihak swasta yang turut menjaga cagar
budaya. (Ham)