Surabaya Newsweek
- Berlarut-larutnya dan lambannya penanganan dugaan ijasah kejar (kelompok
belajar) paket C aspal yang dimiliki oleh M.Samanhudi Anwar, mantan Walikota
Blitar periode 2010-2015 oleh Polresta Blitar disayangkan LSM Indonesia Social
Control. Sebab, dalam kejadian ini bukan sebagai delik aduan dan merupakan
delik pidana biasa yang setiap hari menjadi pekerjaan rutin bagian Reskrim
Kepolisian RI. Aneh, kalau dianggap pekerjaan yang berat dan tidak
dapat dituntaskan dengan segera, demikian ditandaskan oleh Bagus Teguh
Santoso,SH.MH.CLA. Ketua Indonesia Social Control, menjawab pertanyaan di ruang
kerjanya, Sabtu, (16/10).
Menurutnya, dari rangkaian kronologis yang disampaikan oleh pelapor, surat-surat
maupun saksi yang dimintai keterangan terdapat unsur-unsur yang
menjelaskan bahwa ijasah paket C yang diperoleh M.Samanhudi Anwar diduga aspal
atau meragukan adalah sangat tepat. Sebab, dalam buku induk sekolah/register
dan rapor tertulis dari kelompok belajar “Taman Harapan”. Tetapi,
anehnya dalam ijasah yang dikeluarkan Paket C berasal dari kelompok belajar
“Barokah” adalah tidak nyambung atau tidak ada korelasinya. Ijasah ini bisa
dikatakan aspal adalah tepat sekali, kata Bagus Tegus Santoso, yang
juga menjabat sebagai dosen Hukum Administrasi, Ubhara Surabaya.
Dan, sesuai UU No.20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pasal 68, ayat (1) “Setiap
orang yang membantu memberikan ijasah, sertifikat kompentensi, gelar akademik,
profesi,dan/atau vokasi dari satuan pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan
dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 500 juta”. Sedangkan, Pasal 68, ayat (2) “Setiap orang yang
menggunakan ijasah, sertifikat kompentensi, gelar akademik, profesi dan/atau
vokasi dari satuan pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan dipidana dengan
penjara paling lama 5 tahun dan/ atau dengan paling banyak Rp 500
juta”.
Alumni Pasca Sarjana FH Unair ini menjelaskan yang dapat dikenakan sanksi
hukum pidana atau menggunakan hukum Lex Spesialis terhadap
kasus ini ada dua pihak, yaitu- siapa orang yang bertanggung jawab membantu
memberikan ijasah Paket C dan pihak yang menggunakan ijasah dalam
sangkaan primer oleh penyidik Satreskrim Polresta Blitar. Jadi, sanksi hukum
pidana dapat ditetapkan pada penanggung jawab kelompok belajar “Barokah” dan
M.Samanhudi sebagai pengguna ijasah dari satuan pendidikan yang dianggap tidak
memenuhi persyaratan tersebut.
Sedangkan, untuk sangkaan subsidernya, Satreskrim Polresta Blitar dapat
menerapkan pasal-pasal dalam KUHP, yaitu- Pasal 263, ayat (1) dan ayat (2) atau
Pasal 266, KUHP, ayat (1) dan ayat (2) yang ancaman pidananya enam dan tujuh
tahun penjara. Dia mendesak agar Polresta Blitar tidak segan atau ragu-ragu
menetapkan siapa pun pelaku kejahatan dapat dijadikan tersangka tanpa
membeda-bedakan asal-usulnya, termasuk pada mantan Wali kota Blitar yang
sekarang mencalonkan kembali sebagai incumbent pada Pilkada ini. “Prinsip Equality
before the law atau persamaan hak di dalam hukum bagi setiap warga
negara harus benar-benar dilaksanakan oleh Satreskrim Polresta Blitar sebagai
aparat penegak hukum. Jangan tajam ke bawah, tumpul di atas dalam penegakan
hukum yang ada,” katanya menyindir.
Dan, sudah menjadi rahasia umum, Kapolres adalah anggota Forpimda (forum
pimpinan daerah) dan menjadi ketuanya adalah Kepala Daerah yang bersangkutan
sehingga untuk menangani kasus-kasus pidana yang melibatkan pengurus Forpimda
terdapat ewuh-pakewuh atau rasa sungkan dan tidak ditangani
secara maksimal penanganan hukumnya.
Dikatakan lebih lanjut, kalau sampai peristiwa ini ditangani atau
diambil-alih oleh satuan yang lebih tinggi, yaitu- Direskrimum Polda Jatim atau
Bareskrim Mabes Polri karena penanganannya di daerah dinilai tidak maksimal akan
menimbulkan ketidak percayaan masyarakat pada polisi di daerah dan menyulitkan
posisinya sendiri.
Hal ini dimungkinkan sebab laporan yang dibuat oleh LSM Ampera sebagai
pihak yang melaporkan kejadian ini kali pertama tidak mendapatkan respon yang
maksimal dengan berbagai alasan dan laporan lain bisa dibuatkan oleh LSM lain di
luar kota Blitar, termasuk LSM kami akan menindak lanjuti laporan di Polda
maupun di Bareskrim Mabes Polri, ujar Bagus menegaskan. Ia mengingatkan,
peristiwa penganiayaan hingga menyebabkan tewasnya aktivis anti penambangan
liar Salim Kancil di Selok Awar-Awar Lumajang akibat kelalaian atau kecerobohan
aparat kepolisian di daerah.
Dipaparkannya, kami masih mempercayai masih ada aparat kepolisian di daerah
yang masih mempunyai hati nurani dan tidak terpengaruh oleh kekuasaan serta
menjalankan tugas-tugas dan kewajibannya secara baik dan benar . Menyinggung
tenggang waktu kejadian, apakah tidak termasuk kadaluwarsa? Tidak bisa
dikatakan kadaluwarsa, sebab kejadiannya diketahui belakangan dan bukan
merupakan delik aduan, imbuhnya. Kalau sekarang sudah menjadi perhatian publik
atau telah diketahui umum, polisi jangan pura-pura tidak tahu, karena polisi
akan dinilai oleh masyarakat tidak bersih dan tebang pilih dalam penegakan
hukumnya. Tidak mudah menimbulkan trust pada masyarakat, kalau
sudah tidak dipercaya.
Dia balik bertanya,kenapa KPK dipercaya oleh masyarakat dalam pemberantasan
korupsi, bila dibandingkan polisi dan jaksa, karena trust masyarakat
dapat dijaga dengan baik oleh KPK, tutur Bagus Teguh Santoso menambahkan.
Pada bagian lainnya, S.Handoyo Putra, Ketua LSM Ampera mengaku telah
menerima SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan Pangaduan
dari Polresta Blitar tertanggal 30 September 2015. Intinya, pemberitahuan surat
pengaduan dari LSM Ampera sudah ditindak lanjuti dan saat ini masih dalam tahap
penyelidikan, yaitu; pengumpulan bahan keterangan terhadap pihak-pihak yang
berkaitan dengan perkara yang saudara adukan. Meskipun, dalam SP2HP disebutkan,
apabila ada keluhan dalam pelayanan penyidik agar menghubungi Call Center atau
email Satreskrim Polresta Blitar (reskrim restablitar@yahoo.co.id
Namun,Handoyo yang dikenal dengan panggilan Cokro masih belum puas dengan
kinerja Satreskrim Polresta Blitar karena hingga saat ini masih belum ada
pihak-pihak yang ditetapkan sebagai tersangka. “Nggak tahu mas, kenapa pihak
penyidik masih berputar-putar dengan berbagai alasan yang tidak jelas. Padahal,
kasus ini sudah terang benderang siapa pelakunya,” ucap Cokro pasrah.
Di tempat terpisah Kasubag Humas Polresta Blitar sempat lowong sejak AKP
Glengsong yang dimutasi menjadi Wakapolsek Sananwetan sejak
kasus ini mencuat di permukaan.Namun, sumber di Bagian Humas Polresta Blitar
menyatakan gelar perkara terhadap kasus ini belum dapat dilaksanakan karena
banyaknya perkara yang masuk, sehingga gelar perkara akan melakukan gelar
perkara ini dalam waktu dekat, kata sumber yang enggan disebutkan jati dirinya.
(tim)