Surabaya Newsweek- Pemkot Surabaya punya “jurus” khusus dalam menyelesaikan problem anak
putus sekolah. Yakni, dengan menggandeng kalangan mahasiswa melalui program Campus Social Responsibility (CSR). Saat
ini, program tersebut telah memasuki tahun kedua. Hasilnya, pada tahun pertama
sebanyak 98 anak putus sekolah memutuskan untuk kembali mengenyam bangku
pendidikan formal.
Pada 2014, CSR dilaksanakan di 11
kecamatan di Surabaya sebagai pilot
project. Tak kurang dari 162 anak mendapat pendampingan dari 162 kakak
asuh. Konsepnya, satu kakak asuh mendampingi satu adik asuh. Tahun ini, program
yang sempat masuk sebagai finalis dalam lomba pelayanan publik Kemenpan RB ini
mulai diterapkan menyeluruh di 31 kecamatan. Jumlah anak yang didampingi
melonjak sebanyak 256 anak. Sedangkan kampus yang terlibat sebanyak 21
perguruan tinggi di Kota Pahlawan.
Kadinsos Surabaya Supomo mengatakan,
penentuan anak yang didamping berdasarkan data anak putus sekolah maupun rentan
putus sekolah yang diperoleh dari kelurahan. Selanjutnya, para kakak asuh rutin
bertatap muka dengan adik asuh setiap harinya. “Dalam program ini, semua
mahasiswa yang terlibat tidak dibayar. Mereka murni menjalankan tugasnya
sebagai relawan. Adapun dukungan dana berasal dari masing-masing kampus guna
menunjang program-program pendampingan,” tutur mantan Camat Kenjeran ini saat
dijumpai di acara silaturahmi program CSR di kediaman walikota, Kamis (17/9).
Sementara, menurut Walikota Tri
Rismaharini, keunggulan program CSR ini adalah kentalnya unsur kedekatan antara
kakak dan adik asuh. Rentang usia yang tidak terlalu jauh, kata Risma -sapaan
Tri Rismaharini- membuat pola komunikasi menjadi lebih mudah. Dengan demikian,
kakak asuh bisa masuk lebih dalam untuk membantu adik asuh mengatasi
permasalahannya. “Makanya, ini bukan semata masalah uang saja, tapi masalah
kedekatan,” ungkap dia.
Lebih lanjut, Risma mengatakan,
problem anak putus sekolah maupun rentan putus sekolah bukan terletak pada
masalah biaya. Sebab, sekolah di Surabaya memang sudah gratis. Menurut dia,
inti masalah terletak pada faktor lingkungan yang berdampak pada rendahnya
disiplin diri. Hal tersebut juga berpengaruh terhadap motivasi untuk
bersekolah. “Mereka tidak mau sekolah karena tidak mau disiplin. Oleh
karenanya, para mahasiswa ini hadir sebagai teman dan sahabat yang perlahan tapi
pasti membantu anak-anak itu untuk disiplin,” imbuhnya.
Walikota menambahkan, disamping
berperan sebagai teman curhat, dalam beberapa kesempatan kakak asuh bahkan
mengantar-jemput adik asuh ke sekolah hingga memandikan mereka. “Terima kasih
atas pengorbanan waktu, tenaga dan pikiran kakak-kakak mahasiswa,” kata Risma
dalam sambutannya. ( Ham )