Surabaya Newsweek – Pembangunan jalan lingkar luar barat
(JLLB) Surabaya,.yang diawali dengan bunyi sirene, dengan total panjang
jalan 19,8 kilometer dan lebar 55 meter tersebut diprediksi rampung
dalam dua tahun.
Peran JLLB dipandang sangat strategis dalam menunjang pengembangan
Kota Pahlawan, khususnya di wilayah barat. Jalan tersebut akan menghubungkan
terminal pelabuhan Teluk Lamong dengan kawasan industri dan bisnis di Surabaya
selatan. Dengan demikian, geliat ekonomi di sepanjang kawasan yang dilalui JLLB
akan meningkat. Selain itu, JLLB juga akan terkoneksi dengan tol
Surabaya-Mojokerto (SuMo) dan tol Surabaya-Gresik.
Walikota Tri Rismaharini mengatakan, jika JLLB resmi beroperasi,
kepadatan lalu lintas di tengah kota bisa terurai. “Biasanya orang kalau mau
menuju Gresik atau Surabaya utara mesti lewat tengah kota. Dengan adanya JLLB,
masyarakat tidak perlu melewati tengah kota,” kata Risma -sapaan Tri
Rismaharini- saat peresmian pembangunan JLLB di Jl. Ngemplak Citraland,
Kelurahan Made, Selasa (22/9).
Di samping itu, Risma menyatakan, keberadaan JLLB sekaligus
memangkas istilah kawasan pinggiran. Sebab, infrastruktur jalan yang dibangun
mendorong pemerataan pembangunan kota. “Sekarang sudah tidak ada lagi yang
namanya pinggiran. Semua sama karena orientasinya adalah pemerataan
pembangunan,” ujar mantan kepala Bappeko Surabaya itu.
Dikatakan walikota, pembangunan JLLB lebih mudah ketimbang proyek
jalan lain. Hal ini dikarenakan 80 persen lahan yang bakal dilalui JLLB
berstatus milik pengembang. Jadi, pelaksanaan proyek tidak banyak terhambat
masalah pembebasan lahan. Nantinya, pengembang akan membangun jalan di
wilayahnya dengan dana masing-masing. Total ada delapan pengembang yang
terlibat dalam pembangunan jalan yang melewati empat kecamatan dan sepuluh
kelurahan ini. Adapun kecamatan yang dilalui JLLB antara lain Benowo, Pakal,
Sambikerep dan Lakarsantri. Sedangkan sepuluh kelurahan diantaranya, Sememi,
Kandangan, Tambak Osowilangun, Romokalisari, Babat Jerawat, Pakal, Beringin,
Made, Jeruk dan Lakarsantri.
Sementara, 20 persen lahan JLLB menjadi tanggung jawab pemkot,
baik dari sisi pembebasan lahan maupun pembangunan jalannya. Menurut Risma,
dari 20 persen itu tidak semua wajib dibebaskan oleh pemkot. Sebab, beberapa
diantaranya merupakan lahan bekas tanah kas desa (BTKD) yang dimiliki pemkot.
Kendati pembangunan dilaksanakan sendiri-sendiri antara pemkot dan
pengembang, namun kedua pihak tetap melakukan koordinasi intens agar
pembangunan JLLB tidak melenceng dari perencanaan.
Secara keseluruhan, pembangunan JLLB terbagi dalam empat ruas,
yakni ruas Lakarsantri-perbatasan Gresik; Lakarsantri-Raya Sememi; Raya
Sememi-Simpang Susun Romokalisari; dan Raya Sememi-Tambak Osowilangun.
Risma menambahkan, dari segi ukuran, JLLB lebih besar
ketimbang Middle East Ring Road (MERR). Dengan lebar mencapai 55
meter, JLLB sanggup mengakomodir 14 lajur kendaraan. Dengan rincian 7 lajur
arah utara dan 7 lajur arah selatan.
Tak hanya itu, lanjut Risma, selain terkoneksi dengan tol, JLLB
juga terintegrasi dengan jalur kereta api. “Nanti di daerah Pakal ke arah utara
itu ada jalur kereta api yang masuk sampai ke pelabuhan,” papar alumnus ITS ini.
Associate Director PT. Ciputra Surya Tbk, Andi Sugiharjo mewakili
pengembang, mengatakan pihaknya berkomitmen mendukung program pemerintah kota
dalam membangun jalan baru. Pasalnya, kondisi lalu lintas di Surabaya saat ini
memang sudah sangat padat. “Oleh karena itu, kita memang sedang butuh jalan
baru,” tuturnya.
Ditanya apa alasan pengembang bersedia membangun jalan, Andi
menyatakan bahwa geliat ekonomi akan jauh lebih berkembang kalau ada jalan baru
di Surabaya barat. Dari segi bisnis, hal itu tentu sangat menguntungkan, baik
bagi warga sekitar maupun para pengembang.
Dijelaskan Andi, pihaknya akan melibatkan warga sekitar dalam
proses pembangunan jalan. “Kami perlu banyak tenaga untuk pekerjaan konstruksi
jalan. Mengenai detail kebutuhan tenaga kerjanya berapa nanti akan dihitung
lebih rinci,” terang Andi.
Kepala Bappeko Surabaya Agus Imam Sonhaji, menjelaskan, berdasar
Perda No. 12 Tahun 2014 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Surabaya
2014-2034, bahwa JLLB direncanakan sebagai jalan arteri primer yang berperan
strategis untuk meningkatkan aksesibilitas di kawasan Surabaya barat. “Dengan demikian
pembangunan tidak hanya terfokus di pusat kota,” kata Agus.
Perencanaan JLLB telah melewati proses panjang. Sejak 2011, studi
kelayakan JLLB telah dilaksanakan. Serta, detail engineering
design (DED) dan amdal pada 2011 dan 2014. Sampai akhirnya, berita acara
kesepakatan antara pengembang dan pemkot, penetapan lokasi dan pelaksanaan
pembangunan semua dilaksanakan pada 2015. ( Ham )