“Ya,
terpaksa membuat stand sendiri seadanya mas, mau apalagi, dibuatkan stand
sementara, ya seperti itu,” ujar dekah salah seorang pedagang di pasar
Blimbing. Informasi yang dihimpun Koran ini, menyebut pembangunan pasar
Blimbing yang direncanakan harus selesai akhir tahun ini agak terlambat dimulai
pengerjaannya karena tarik ulur soal relokasi pedagang. Karena pedagang tak
akan mau pindah jika tak disediakan lahan pengganti selama ada kegiatan pembangunan.
Ironisnya,
setelah ada lahan relokasi yakni- lapangan milik Denny Vianto, salah seorang
warga setempat, pedagang langsung di pindah bersamaan dengan pembuatan stand
sementara, akibatnya terjadi antre,kepindahan pedagang bertahap. “Wah, kalau
tahu seperti ini, enak di lokasi pasar lama saja,” kata salah seorang pedagang
yang enggan disebut namanya,
Aktifis
LSM Van Der Wuchjk, N. Suhadi, saat dihubungi mengatakan renovasi
pembangunan pasar Blimbing perlu menjadi perhatian mengingat anggaran yang
digunakan cukup besar, yakni- hampir mendekati Rp. 10 M, atau tepatnya Rp.9,8
M, yang kemudian harus selesai pada akhir bulan Desember 2015. “Titik tekannya
terdapat pada keterbukaan penggunaan anggaran sekaligus kesesuaiannya dengan
alokasi untuk materi konstruksi mengingat telah jamak terjadi justru setelah
bangunan sudah jadi. Kekuatan dan kualitas konstruksi buruk,”
ungkapSuhadi.
Menurut
dia, karena pada saat pengerjaan materi konstruksi tidak sesuai dengan spek
yang telah ditetapkan. “Kekhawatiran saya bukan tanpa dasar, mengingat besarnya
anggaran bisa jadi telah memunculkan banyak pungutan liar oleh
banyak oknum baik pada level SKPD, UPT, Kelurahan,
Kecamatansampai tingkat lebih atas lagi, belum lagi
anggaran relokasi yang tidak terbuka, dan saya rasa tidak
jelas, semisal; sewa lapangan milik dokter Denny (Denny
Vianto, red) yang anggarannya terlalu besar
hingga mencapai ratusan juta rupiah yang tidak sebanding
dengan design relokasi,” paparnya.
Pria
yang juga aktifis di organisasi kemahasiswaan ini juga menyebut, kalau
sampai saat ini masih terdapat pedagang yang belum dapat stand
pengganti, bahkan sampai ada pedagang yang membuat stand sendiri
dengan biaya sendiri, belum lagi masalah keamanan yang tidak jelas,
lantas dimana peran pemerintah? Sepertinya
pemerintah baik level UPT/Kelurahan melakukan pembiaran.
Kantor
Perindagkop pemkab Lamongan, Gunadi, dikonfirmasi membenarkan adanya kegiatan
pembangunan pasar Blimbing, meski demikian pihaknya membantah kalau ada
pedagang yang sampai membuat lapak/stand sendiri. “Ya, stand jelas
dibuatkan di lahan relokasi, kalau pun ada yang membuat sendiri, berarti itu
pedagang yang dulu tidak punya lapak/stand. Kalau memang itu,
ya, benar membuat sendiri, karena yang dibuatkan stand adalah pedagang yang
sudah terdaftar sebagai pemilik stand,” jelas dia.
Sementara
itu, saat ditanya besaran sewa lahan untuk relokasi, baik pemilik
tanah Denny Vianto atau Kadis Perindagkop Pemkab
kota Soto itu, keduanya enggan menyebut pasti.
“Yang jelas soal berapa nilai sewa lahan relokasi pasar Blimbing, saya tidak bias mengatakan pastinya berapa, toh sampai saat ini saya belum juga menerima sepeserpun dari kontrak itu,” kata Denny Vianto.
“Yang jelas soal berapa nilai sewa lahan relokasi pasar Blimbing, saya tidak bias mengatakan pastinya berapa, toh sampai saat ini saya belum juga menerima sepeserpun dari kontrak itu,” kata Denny Vianto.
Hal
sama juga dikatakan, Gunadi, dia enggan menyebut besaran nominal sewa lahan
relokasi pedagang pasar Blimbing. “Kalau soal itu, sebaiknya
anda ke pak Sekda saja,” jelasnya. Meski demikian isu yang
berkembang saat ini, sewa lahan yang selama setahun untuk relokasi pedagang
pasar Blimbing tersebut ada yang menyebut sebesar Rp.1
M, ada juga yang menyebut Rp. 500 juta.
“Kalau
memang yang punya kegiatan dan punya lahan bungkam soal nilai kontrak
lahan, yang tidak salah dong kalau banyak kalangan menyebut
angka Rp.1 M, selama setahun,” tambah Suhadi. (Mas)