Surabaya Newsweek- Surabaya kembali dianugerahi
penghargaan Kota Layak Anak (KLA) kategori Nindya. Penghargaan tersebut
diserahkan oleh Presiden RI Joko Widodo kepada Walikota Surabaya Tri
Rismaharini di istana kepresidenan Bogor, Selasa (11/8).
KLA kali ini merupakan yang keempat yang diterima oleh Kota
Pahlawan. Pada 2011, Surabaya meraih KLA kategori madya. Pada 2012 dan 2013
naik ke tingkat Nindya. Sedangkan 2014 tidak ada penyerahan penghargaan KLA
karena penyelenggaraannya dibuat bergantian dengan Anugerah Parahita Ekapraya
(APE).
Walikota Tri Rismaharini mengatakan, kegiatan-kegiatan yang
berbasis anak sangat diperlukan sebagai wadah menyalurkan ekspresi dan
kreativitas. Pada kesempatan tersebut, Risma -sapaan Tri Rismaharini-
menggarisbawahi efek gadget terhadap
anak. Menurut dia, jika digunakan dengan baik, gadget dapat mendukung prestasi. Sebaliknya, kalau digunakan untuk
hal-hal yang kurang produktif, piranti teknologi informasi itu bisa merugikan
bagi anak.
Bertepatan dengan momen penganugerahan KLA, Risma berharap
suatu saat anak-anak Indonesia tidak hanya jago di negeri sendiri, tetapi juga
bisa bersaing dengan anak-anak dari negara lain. “Untuk itu, pesan saya untuk
anak-anak, mereka tidak boleh gampang putus asa. Tidak boleh mudah menyerah,
karena semua anak berhak untuk berhasil,” kata walikota terbaik ketiga versi
World Mayor Project ini.
Sementara itu, Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan
Keluarga Berencana (Bapemas KB) Nanis Chairani yang turut mendampingi walikota
mengatakan, sebelum dinyatakan layak menyandang predikat KLA, Surabaya wajib
memenuhi 31 indikator yang terbagi dalam lima klaster. Adapun kelima klaster
dimaksud antara lain, hak sipil dan kebebasan; lingkungan keluarga dan
pengasuhan alternatif; kesehatan dasar dan kesejahteraan; pendidikan,
pemanfaatan waktu luang, dan kegiatan budaya; serta perlindungan khusus.
Menurut Nanis, terlepas dari penghargaan yang diterima,
komitmen pemkot adalah menjadikan Surabaya sebagai kota yang aman dan nyaman
bagi anak-anak sehingga mereka bisa tumbuh dan berkembang dengan baik. “Dengan
terpenuhinya semua kebutuhan dasar, anak-anak akan tumbuh menjadi manusia
berkualitas,” terang mantan Kabag Humas Pemkot Surabaya ini.
Besarnya perhatian pemkot dapat dilihat dari dukungan
anggaran untuk pemenuhan hak anak. Pada 2014, pemkot menganggarkan Rp 2,7
triliun untuk program berbasis anak. Program dan kegiatan yang terkait dengan
anak tersebar di beberapa satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Ada yang berupa
penyediaan taman baca/perpustakaan, pembinaan keluarga balita, pemenuhan akta
kelahiran, penyediaan alat peraga edukatif, pelatihan tenaga pendidik PAUD, dan
lain sebagainya.
Dalam rangka menjamin perlindungan anak, pemkot
mengoptimalkan lembaga perlindungan secara berlapis. Pada level kelurahan ada
satuan tugas perlindungan perempuan dan anak. Pada tingkat kecamatan pusat
krisis berbasis masyarakat (PKBM) siap memfasilitasi penyelesaian masalah anak.
Sedangkan, pada skala kota, Surabaya punya Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan
Perempuan dan Anak (PPT-P2A).
“Dengan demikian, skema penanganan bisa dilaksanakan secara
berjenjang. Harapannya, yang di bawah mampu mengidentifikasi potensi masalah.
Jika tidak mampu diselesaiakn dalam level kelurahan, bisa dirujuk ke tingkatan
di atasnya,” ujar Nanis.
Di samping itu, pemkot juga menyediakan hotline yang bisa dihubungi 24 jam. Tak ketinggalan, rumah sahabat
anak sebagai tempat berkonsultasi.
Nanis menyadari permasalahan anak menjadi bagian dari
dinamika masyarakat, entah itu terekspos atau tidak. Namun yang terpenting
adalah penanganan problem tersebut secepat mungkin. Dia menambahkan, pemkot
sudah mempunyai standar operasi untuk mencegah atau mengantisipasi permasalahan
yang melibatkan anak. “Kalau pun muncul masalah, kami semua sudah tahu harus
melakukan apa. Intinya, Surabaya sudah punya SOP jika sewaktu-waktu timbul
masalah anak,” ucap pejabat asal Jember ini.
Di sisi lain, program terbaru bapemas KB yang kini sudah
mulai berjalan adalah Inisiasi Kampunge
Arek Suroboyo. Program tersebut terbagi dalam lima golongan fokus, yaitu
kampung belajar, kampung sehat, kampung asuh, kampung kreatif dan inovatif,
serta kampung aman. Menurut Nanis, program tersebut bertujuan untuk mengajak
masyarakat berperan aktif dalam membentuk suatu sistem yang berbasis pada pola
tumbuh-kembang anak. “Dalam program kampung ini, masyarakat akan berlomba-lomba
menciptakan sistem sendiri. Itu tentu sangat bagus dan tentunya lebih solid dari
sekadar pengarahan karena semua berangkat dari niatan masyarakat sendiri,”
katanya. ( HAM )