Surabaya Newsweek- Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya
memiliki perhatian besar terhadap anak-anak dengan pendidikan khusus yang ada
di Kota Pahlawan. Adanya perhatin besar itu terbaca dari rencana Pemkot
Surabaya untuk menaikkan anggaran pendidikan khusus/pendidikan inklusi bagi
anak-anak khusus tersebut.
Rencana tersebut disampaikan Wali Kota Surabaya, Tri
Rismaharini, ketika menghadiri acara apresiasi siswa pendidikan khusus di Balai
Pemuda.
Dihadapan
para orang tua yang memiliki anak-anak berpendidikan khusus juga para guru yang
sehari-hari bekerja penuh dedikasi di sekolah inklusi, Wali Kota Tri
Rismaharini menyebut akan mengajukan usulan di Perubahan Anggaran Khusus (PAK)
untuk pendidikan anak-anak tersebut.
Acara
tersebut juga dihadiri Sekretaris Kota (Sekkota) Surabaya Hendro Gunawan,
Asisten IV Sekkota Surabaya, Eko Haryanto, Kepala Dinas Pendidikan Kota
Surabaya, Ikhsan, Ketua Komisi D DPRD Surabaya, Agustin Poliana, juga Ketua
Dewan Pendidikan Surabaya, Martadi.
“Saya ajukan
usulan di PAK untuk pendidikan anak-anak inklusi ini, juga untuk menambah
pendapatan guru inklusi. Karena tugasnya mereka (guru-guru sekolah inklusi)
lebih berat,” tegas wali kota yang lantas disambut tepuk tangan orang tua dan
guru yang hadir.
Wali kota
juga berpesan agar para orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus agar
tidak berkecil hati. Menurut wali kota, anak-anak tersebut sempurna. Kalaupun
ada yang melihat mereka berbeda, anak-anak itupun juga menganggap orang lain
berbeda.
“Anak-anak ini luar biasa. Karena itu, ibu-ibu jangan berkecil hati.
Kita mendidik mereka seolah mereka biasa saja. Kita harus merasa tidak ada yang
beda. Mari bersama merawat anak-anak kita,” sambung salah satu walikota terbaik
dunia versi World Mayor Prize (WMP) ini.
Sementara
Ketua Dewan Pendidikan Kota Surabaya, Martadi, mengapresiasi positif rencana
Pemkot Surabaya untuk memberikan perhatian kepada pendidikan anak-anak inklusi
di kota yang telah berusia 722 tahun ini. Menurut Martadi, kebutuhan pendidikan
anak-anak berkebutuhan khusus memang berbeda dengan anak-anak lainnya.
“Kalau untuk
anak biasa, 30 anak bisa ditangani satu guru. Tapi kalau untuk anak inklusi,
satu guru bisanya menangani lima anak. Dari sisi itu, jelas kebutuhan anggaran
pendidikan anak-anak ini lebih esar. Itu belum kebutuhan alat peraga dan media
peraga pengembangan minat khusus seperti kesenian atau elektro. Memang mahal,
tapi harus mulai dialokasikan,” jelas Martadi.
Yang masih
menjadi pekerjaan rumah, sambung Martadi, di Surabaya belum ada banyak guru
yang memiliki latar belakang menangani anak-anak inklusi. Sementara, untuk
menjadi guru di sekolah inklusi, dibutuhkan tingkat ketelatenan yang berbeda
dibanding sekolah pada umumnya.
“Karena itu, gurunya kadang merasa kewalahan.
Solusinya adalah dengan memberikan pelatihan kepada guru-guru di sekolah biasa.
Karena mengajar di sekolah inklusi itu sangat berbeda. Selain butuh
ketelatenan, juga diperlukan strategi belajar yang berbeda. Guru-gurunya harus
lebih kreatif,” ujarnya.
Martadi
menambahkan, untuk pencapaian pendidikan inklusi di Surabaya, ada kecenderungan
setiap tahunnya naik. Hal itu bisa mengacu pada bertambahnya jumlah anak-anak
inklusi yang disekolahkan. Maknanya, sambung Martadi, orang tua yang sebelumnya
bila memiliki anak berkebutuhan khusus cenderung disembunyikan, kini lebih
terbuka.
“Ke depan,
kita perlu lebih mendorong supaya orang tua memiliki kesadaran agar anak-anak
berkebutuhan khusus ini disekolahkan.
Ini penting. Bila orang tua kini sudah memiliki kesadaran, Pemkot tinggal
menyiapkan fasilitas dan sarana untuk mengakomodir kepentingan anak-anak ini,”
sambung pakar pendidikan dari Univesitas Negeri Surabaya ini.
Seusai menyanyikan
beberapa lagu bersama puluhan anak-anak di atas panggung dengan iringan “suara
emas” dan juga permainan keyboard menawan dari Kiki—salah satu anak inklusi
beprestasi, wali kota lantas mendatangi beberapa stan yang menampilkan kreasi
siswa berpendidikan khusus. ( Ham )