Surabaya
Newsweek-
Keputusan KPU Surabaya, yang menetapkan Pasangan Calon ( Paslon ) Rasiyo – Dhimam Abror tidak lulus syarat,
menuai kritik keras dari Wakil Ketua
Komisi A DPRD Surabaya Adi Sutarwijono ,
yang menilai bahwa keputusan KPU Surabaya, tidak lain adalah ,turut serta dalam
penggagalan Pilkada Surabaya dan sekaligus penjegalan pasangan
incumbent Risma – Wisnu.
Bukan hanya kritikan keras saja
bahkan, kemarahan Komisi A DPRD Surabaya sudah memuncak dan menggangap KPU
Surabaya ,telah gagal melaksanakan tugas dan fungsinya bahkan dituding, sudah
masuk dalam pusaran upaya penggagalan Pilkada Surabaya 2015.
Menurutnya, ada 5 indikasi upaya
penjegalan Pilkada Surabaya 2015, dalam rangka menghadang pasangan incumbent
Risma-Whisnu.“Pertama, terbentuknya koalisi yang bertujuan mengundur pilkada
2015 ke 2017, Kedua, paslon bacakada muncul tetapi saat mendaftar, salah satu
pasangannya meninggalkan lokasi tanpa alasan yang jelas,” terang ketua Bappilu
DPC PDI Perjuangan Surabaya ini.
Ketiga, Lanjut Awi-sapaan akrab Adi
Sutarwijono, Paslon berikutnya mendaftar tetapi kondisinya fatal karena ,salah
satu pasangan ternyata, dtidak mampu memenuhi persyaratan yang sepele dan
gampang yakni soal laporan pajak. Dan yang Keempat, sehari sebelum penetapan
terjadi aksi demo yang tuntutannya agar,
Paslon Rasiyo-Abror di coret.
Masih Awi, Kelima, ternyata benar
bahwa, dalam ketetapan KPU memutuskan jika, pasangan Rasiyo-Abror dinyatakan,
tidak memenuhi syarat alias TMS.
Berkaca kepada rangkain peristiwa
yang terjadi, Awi menyimpulkan bahwa, ada grand design yang disusun oleh pihak
tertentu, dengan agenda penggagal Pilkada dengan tujuan, menjegal karir
pasangan incumbent Risma-Whisnu.
“Dampaknya, akan semakin mempersulit
Pilkada Surabaya bisa digelar tanggal 9 Desember 2015, dengan ketentuan minimal
diikuti oleh dua pasangan calon, kami sangat ragu bahkan, yakin tidak akan bisa
dilakukan,” tegasnya.
Sebagai anggota dewan, Awi sangat
prihatin dan menyesalkan sikap dan tindakan
KPU Surabaya karena menurutnya sama
dengan menyandra hak pilih masyarakat kota Surabaya.
“Dengan demikian hak pilih sekitar 2,3
juta penduduk Surabaya, gagal menyampaikan hak suaranya, dalam pesta Demokrasi
yang akan di gelar pada 9 Desember 2015,” tambahnya.
Tidak hanya itu, kegeraman komisi A
terhadap penyelenggara Pilkada Surabaya
(KPU dan Panwaslu) mulai tak
terbendung, dan kini mulai dikaitkan dengan penggunaan anggaran yang bersumber
dari APBD.
“Lantas apa output yang diberikan
KPU, terhadap penggunaan anggaran yang telah dipakai, karena tidak pernah ada
agenda gagal pilkada,” kritiknya.
Untuk itu, dalam waktu dekat Komisi
A segera memanggil KPU dan Panwaslu Kota Surabaya, untuk dimintai pertanggungan
jawab terkait, penggunaan anggaran yang dianggapnya tidak ada manfaatnya .
“Komisi A mencermati dan segera
memanggil KPU dan Panwaslu, untuk mempertanggung jawabkan penggunaan anggaran
APBD senilai 70,3 miliar, untuk KPU dan 5 miliar untuk Panwaslu,” pungkas Awi
yang diamini Herlina Harsono Nyoto ketua Komisi A DPRD Surabaya.
Hal senada juga dikatakan Armuji
ketua DPRD Surabaya, bahwa anggaran APBD yang diberikan kepada KPU dan Panwaslu
Surabaya, untuk penyelenggaraan Pilkada Surabaya 2015, dinggap tidak membawa
hasil alias sia-sia.
“Kami akan mempertanyakan anggaran yang telah kami
berikan, karena hasil keputusannya adalah TMS, untuk paslon Rasiyo - Abror,
dengan demikian, kinerja mereka muspro (sia-sia
– Red ), itu yang akan kami pertanyakan,” jelasnya.( Ham )