Surabaya
Newsweek – Pernyataan Politisi asal Nasdem
Vinsensius yang menganggap Pemerintah Kota Surabaya tercatat sebagai penimbun
APBD terbesar di Indonesia , membuat Para
anggota FPDIP DPRD Surabaya geram, anggota Komisi C Bidang pembangunan Sukadar menegaskan,
pernyataan Awey dinilai sebagai kampanye
negatif, yang bertendensi menyerang pasangan bakal calon walikota dan wakil
walikota Tri rismaharini – Whisnu Sakti Buana.
“Pernyataan dilontarkan ke publik
itu adalah, salah satu bentuk kampanye
hitam dengan tujuan, untuk menyudutkan bakal calon walikota dan wakilnya yang
kebetulan incumbent,” tegasnya.
Wakil Ketua DPC PDIP Surabaya
mengatakan, penyerapan anggaran bisa dilihat pada akhir tahun. Seperti
pengalaman tahun – tahun sebelumnya, serapan anggran banyak terjadi pada bulan
September, Oktober dan Nopember hingga Desember.
“Itu teknis dan bukan domain kita.
Seluruhnya kewenangan eksekutif, seperti pengalam tahun- tahun sebelumnya ,
serapan anggaran banyak terjadi pada bulan September , Oktober , Nopember dan
Desember ” terangnya.
Ia menambahkan, apabila melihat
silpa (sisa Lebih pembiayaan Anggaran) tahun 2014, hanya berkisar Rp. 540 juta
dari APBD sekitar Rp. 7,4 Triliun. Itu menunjukkan penyerapan anggaran sudah
baik.
“Sisi mana yang menjelaskan ada
penumpukan anggaran,, sisa Rp 540 Juta
dari APBD Rp. 7,4 Triliun , itu penyerapannya
anggaran sudah dibilang baik kok ?” ujarnya dengan nada tanya.
Sukadar mengungkapkan, dirinya
dengan Awey sama –sama pernah menjadi anggota pansus LKPJ (Laporan Keterangan
Pertangung jawaban) Walikota. Serapan anggaran tersebut, bisa dilihat dalam
laporan yang disampaikan melalui LKPJ Walikota.
“Gak bener kalau pemkot bikin
program tidak maksimal, ini belum akhir tahun gak bisa disimpulkan penyerapannya.
Gak usah black campaign lah,” katanya.
Hal Senada juga dilontarkan oleh ,
politisi PDIP lainnya, Adi Sutarwijono mengungkapkan, bahwa dalam tengah
perjalanan proses serapan anggaran kerapkali tak bisa maksimal.
Namun, kondisi itu disebabkan oleh proses
lelang, perencanaan, kemudian adanya petunjuk teknis dari pemerintah pusat.
Namun, faktanya setiap akhir tahun silpa tak tetalu besar.
“ Kondisi itu disebabkan oleh proses lelang ,
perencanaan, kemudian adanya petunjuk teknis dari pusat, tapi Silpa kita gak,
terlalu besar setiap tahunnya kurang dari 10 persen dari APBD Rp. 7,4 Triliun,”
jelas Alumnus FISIP Unair.
Menurutnya, Silpa tersebut sebagai
kekuatan cadangan anggaran pemerintah kota untuk menambah atau sebagai jaring
pengaman ketika, perencanaan anggran berikutnya defisit. Adi menegaskan dengan
besaran silpa itu, tidak perlu dirisaukan, atau bahkan disebut penimbunan APBD.
“Itu hal yang logis ketika,
perencanaan dan pelaksanaan tidak berjalan paralel, karena banyak faktor yang
mempengaruhinya dan itu tidak perlu di risaukan ” terang pria yang akrab disapa
Awi.
.
Wakil ketua Komisi A Bidang Hukum Adi
Sutarwijono ini, menganggap sikap
kritis Awey sebagai hal yang wajar. Namun, ketika disampaikan menjelang
pelaksanaan Pemilihan Kepala daerah dan wakilnya, dinilai mengandung tendensi
tertentu.
Sebelumnya, Anggota Komisi C,
Vinsensius mengatakan, pemerintah kota
menempati posisi teratas dalam hal, memiliki dana menganggur (Silpa) di
indonesia, di susul Medan, Cimahi, Tangerang dan Semarang. Tingginya dana
menganggur menunjukan rendahnya serapan APBD, khususnya serapan di DPUBMP (s/d
Agustus baru sekitar 18 %) dan DCKTR (s/d Agustus baru sekitar 29 %). Total
Realisasi Belanja Pemkot s/d Agustus baru 39 %.
Dana tersebut menurut politisi
Nasdem ini, mengendap di perbankan
dengan bunga yang sangat kecil. Awey panggilan akrabnya Vinsensius juga
mengatakan dana tersebut, seharusnya disalurkan ke program pembangunan
infrastruktur dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
"Dengan adanya dana besar yg
masih tersimpan, tampak belanja pemerintah belum maksimal. Hal ini juga menjadi
salah satu penyebab menurunnya pertumbuhan ekonomi,” ujar Awey. ( Ham )