Surabaya
Newsweek- Penerimaan Peserta Didik Baru
(PPDB) untuk SD dan SMP di wilayah Surabaya mulai menuai protes, dari sejumlah
wali murid pasalnya, menganggap ada ketentuan tambahan, yang tidak tercantum
dalam website maupun, buku petunjuk PPDB 2015. Karena gagal menemui pihak-pihak yang terkait,
kini para wali murid mengancam akan membawa kasusnya ke ranah hukum.
Bertujuan untuk meminta penjelasan
dari pihak Diknas Surabaya terkait mengenai system, tata laksana, sekaligus
ketentuan pemenuhan Pagu Jalur SMPN/SMAN Kawasan di Surabaya, sejumlah wali
murid melurug ke kantor Dikans Surabaya.
Tidak hanya itu, merasa tidak puas,
rombongan wali murid yang anaknya gagal menembus program PPDB di Kota Surabaya
ini juga berusaha menemui Walikota untuk melaporkan sejumlah keluhannya terkait
system dan pola yang di pakai dalam PPDB di Kota Surabaya.
Salah satu warga bernama Tikan
menerangkan jika, para wali murid mempersoalkan kejanggalan, yang terjadi dalam
pemenuhan pagu di SMPN dan SMAN kawasan di Surabaya.
“Nilai murid yang lebih tinggi, yang
semestinya, bisa masuk dalam Pemenuhan Pagu Sekolah kawasan, terkalahkan oleh
Nilai murid yang lebih rendah” terangnya (12/7/15)
Menurutnya, penjelasan dari pihak
Diknas sangat mengecewakan karena, ternyata system PPDB berdasarkan “sekolah
pilihan Pertama”, sementara dalam website dan dalam buku petunjuk PPDB 2015
tidak tercantum.
Berikut adalah, ketentuan soal
pengisian pemenuhan pagu Calon Peserta Didik, melalui Jalur Sekolah Kawasan,
yang tercantum dalam pasal XII ayat 6 poin a, b dan c :
a. Mekanisme pengisian pemenuhan
pagu Calon Peserta Didik Jalur Kawasan ditentukan berdasarkan peringkat dari Calon
Peserta Didik Jalur Kawasan yang telah mendaftar di sekolah tersebut.
b. Jika pemenuhan pagu kurang dari
satu rombel maka dipenuhi dari calon peserta didik baru dengan nilai urutan di
bawah passing grade berdasarkan rankin g pada masing-masing sekolah.
c. Jika pemenuhan pagu lebih atau
sama dengan satu rombel maka dipenuhi dari calon peserta didik baru melalui
JalurUmum.
Tikan mengatakan, definisi kata
“Peringkat” versi Diknas Surabaya adalah Sekolah Pilihan Pertama, sedangkan
dalam pasal tersebut sama sekali tidak disebutkan kalimat “Berdasarkan Sekolah
Pilihan Pertama”.
Artinya peringkat, lanjutnya,
harusnya mengacu kepada “Nilai” bukan “Pilihan”. Dan bila definisi “Sekolah
Pilihan Pertama” mengacu pada kata-kata “yang telah mendaftar di sekolah
tersebut” maka kata “tersebut” pada poin (a), dan ternyata tidak secara
gamblang menyebutkan Sekolah Pilihan Pertama.
Hasil penjelasan Diknas Surabaya
yang dianggap rancu ini akhirnya, di bawa ke kantor Walikota Surabaya, namun
niat ini gagal, karena beberapa kali ditunggu, Tri Rismaharini tidak berada
ditempat.
“Sore itu meluncur ke kantor bu
Risma ( Walikota Surabaya) untuk mengadu ke beliau, Sayangnya beliau tidak di
tempat, dan keesokan harinya pukul 07.30 kami ke kantor Pemkot di Jl. Sedap
Malam, lagi-lagi kami tidak bisa bertemu dengan Bu Risma,” keluhnya.
Merasa gagal menemui Walikota, para
wali murid bergeser ke gedung DPRD Surabaya, untuk melaporkan kejadian yang
dialaminya kepada Komisi D, yang membidangi Pendidikan dan Kesra, namun janji
akan dipertemukan dengan pihak-pihak yang terkait tidak terbukti.
“Apa yang kami lakukan, ini bukan
hanya memperjuangkan nasib pendidikan anak kami semata, tetapi juga nasib
anak-anak didik lain khususnya di Surabaya. Kami yakin bahwa, ada beberapa orang
tua murid, yang tidak terlalu memahami hal ini sehingga pasrah saja,”
protesnya.
Tikan dan sejumlah wali murid
berharap, agar, pihak yang terkait untuk menyambut baik itikad baiknya dan
menyelesaikan persoalannya sebelum Hari Raya Idhul Fitri, karena jika tidak
maka kasusnya, akan dibawa ke ranah hukum.
“Bila tidak juga ada atensi, maka
kami akan tetap siap melanjutkan dan membawa permasalahan ini sampai tahap
manapun, termasuk ke ranah hukum,” pungkasnya.( Ham )