Surabaya Newsweek- Pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr M
Soewandhie Surabaya mengklarifikasi pemberitaan yang menyebut rumah sakit milik
Pemerintah Kota Surabaya ini telah menahan pasien atas nama Ella Priyanti
karena kurang membayar biaya rumah sakit dan mengaku sudah membayar Rp 5 juta.
Kejadian tersebut terjadi pada 20 Juli 2015 lalu.
Plt. Direktur RSUD dr
M Soewandhie Surabaya, Febria Rachmanita menyampaikan bahwa pemberitaan
tersebut tidak benar. Febria menegaskan bahwa RSUD dr M Soewandhie tidak pernah
menahan pasien atas nama Ella Puriyanti serta, pihak RS tidak pernah menerima pembayaran
uang sebesar Rp 5 juta.
“Berita tentang RSUD
dr M Soewandhie telah menahan pasien adalah tidak benar. Melainkan pasien yang
meminta tambah rawat inap. Dan pada saat pemberitaan ditulis pada Sabtu 25/7),
pasien sudah pulang, tepatnya pada 24 Juli 2015 pukul 13.30 WIB,” tegas Febria dalam jumpa
pers yang digelar di kantor Bagian Humas Pemkot Surabaya, Senin (27/7/2015).
Febria lantas
memaparkan kronologis kasus pasien atas nama Ella Puriyanti tersebut. Da
menjelaskan, pasien tersebut masuk ke RSUD dr Soewandhie pada 20 Juli dengan
keluhan pendarahan. Pasien kemudian mendaftar dan memilih status sebagai pasien
umum sejak masuk RSUD dr Soewandhie. Pasien bersedia masuk RS dengan
menandatangani lembar persetujuan sebagai pasien umum dan ditanggung biaya oleh, seseorang yang mengaku
sebagai suaminya. Surat persetujuan tindakan medis juga ditandatangani oleh
seseorang yang mengaku sebagai suami pasien tersebut.
Karena keadaan
kritis, operasi dilakukan pada hari itu juga (20 Juli 2015), untuk
menyelamatkan nyawa pasien. Pasien membayar biaya sebesar Rp 1.608.000 untuk
mengganti kantung darah dari PMI, obat-obatan dan tindakan di kamar bersalin.
Dia juga menyebut, pasien kemudian menyerahkan SKM ke rumah sakit pada 24 Juli
2015 dan pemberlakuan SKM,
sesuai tanggal yang tertera dalam SKM yaitu 22 Juli 2015. “Hal ini tidak sesuai
dengan tanggal masuk pasien yaitu pada 20 Juli 2015 dan sesuai peraturan maka
tanggal 20 Juli 2015 status pasien adalah sebagai pasien umum,” jelas Febria.
Febria juga
menyampaikan bahwa selama ini banyak pasien yang tertipu dengan oknum yang
mengatasnamakan relawan, sehingga pasien yang beralih dari umum ke SKM harus
mengeluarkan uang kepada oknum tersebut.
Dalam hal ini, ada oknum yang mengaku suami dari pasien yang
bersangkutan dan menyatakan menjamin
seluruh pembiayaan pasien, namun setelah dicek lebih lanjut ternyata, oknum tersebut bukan
merupakan suami pasien dan yang bersangkutan tidak melakukan pembayaran
sebagaimana disampaikan sebelumnya.
“Oleh karena itu,
patut dipertanyakan motivasi pembayaran dari dan kepada siapa uang tersebut
dibayarkan,” sambung dia.
Dijelaskan Febria,
Pemkot Surabaya dalam hal ini khususnya RSUD dr M Soewandhie justru, sangat fleksibel dalam
menangani Gakin. Bila pasien memang Gakin, diperbolehkan memilih status
kepesertaan sebagai pasien rencana Gakin, bukan memilih pasien umum tapi pada
akhirnya pindah status kepesertaan, karena sebenarnya dalam formulir
pendaftaran pasien sudah sangat jelas bahwa pasien tidak boleh beralih status
kepesertaannya.
“Semua warga negara
punya hak yang sama termasuk petugas RS. Pasien maupun masyarakat, harus
mematuhi aturan dan SOP yang ada di RS,” sambung dia.
Lebih lanjut, oleh
karena terdapat pihak yang dianggap telah melakukan fitnah dan pencemaran nama
baik RSUD dr M Soewandhie melalui pernyataan di media. Karenanya, pihak RS
menggunakan hak hukum untuk melaporkan yang bersangkutan ke Polrestabes
Surabaya. Pelaporan ke Polrestabes sudah dilakukan pada Minggu (26/7) sore
dengan terlapor Sumiyati, warga Jalan Tambak Segaran Wetan, Surabaya.
“Kami selama ini
cukup bersabar, namun saat ini kami ingin mengedukasi pasien, untuk saling menghargai
serta, mengimbau masyarakat agar, bersama-sama menjaga dan
menegakkan peraturan yang ada. Sebab, sudah banyak pengaduan dari RS swasta
maupun pemerintah yang diftnah seperti ini,” ujarnya.
Pihak RS mengimbau
semua pihak agar,
saling menghormati dan menghargai pelayanan kesehatan sesuai peraturan yang
ada. Ini karena pihak RS,
juga harus mempertanggungjawabkan semua sarana dan obat yang dikeluarkan.
Masyarakat diimbau untuk mengikuti prosedur pelayanan kesehatan dan tidak
menggunakan jasa dari oknum-oknum,
yang menjanjikan dapat membantu proses pelayanan kesehatan dengan imbalan
tertentu.
“Masyarakat tidak
perlu takut berobat ke rumah sakit karena,
sudah dijelaskan SOP nya. Kami melaporkan karena, ada pencemaran nama baik dan
menjelek-jelekkan rumah sakit tanpa sesuai fakta. Padahal kita sudah melakukan
yang terbaik dan
se-profesional mungkin,” imbuh dia.
Febria yang juga
Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya ini,
mengimbau masyarakat untuk segera mendaftarkan diri, sebagai peserta JKN mandiri, bagi yang mampu dan JKN PBI
Kota Surabaya (penerima bantuan iuran) bagi penduduk Kota Surabaya yang kurang
mampu, di mana peserta PBI premi iurannya ditanggung oleh Pemkot Surabaya. ( Ham )