Surabaya
Newsweek - DPC PDI Perjuangan Kota Surabaya membuktikan ancamannya dengan
mengajukan Permohonan Perkara PUU (Pengujian Undang Undang) berkenaan Peraturan
KPU nomor 12 tahun 2015. Dan Jumat 24 Juli 2015 kemarin kuasa hukum PDIP telah
mendaftar permohonan perkara.
“Yang
pada pokoknya memohonkan kepada majelis MK, untuk melakukan peninjauan kembali
tentang hak konstitusional rakyat, untuk tetap mendapatkan pemimpin dalam
proses pemilu, dan PKPU 12/2015, telah melampaui kewenangan yang dimiliki KPU
dalam mengatur bila ada Calon Tunggal dalam pilkada,” kata Kuasa Hukum Edwad
Dewaruci Jumat, (24/7).
Lebih
lanjut, mantan komisaris KPUD Kota Surabaya ini menjelaskan, penundaan pilkada
pada jadwal tahapan pilkada serentak selanjutnya (2017) tidak memiliki dasar
hukum. Sekali lagi KPU telah melampaui kewenangannya.
“ Apa
yang muncul di peraturan KPU nomor 12 tahun 2015, tidak sesuai dengan
Undang-undang nomor 8 tahun 2015, tentang pemilukada, dimana di dalam UU dalam
penguduran pendaftaran selama tiga hari jika, hanya ada satu calon maka,
di undur lagi 10 hari, namum didalam PKPU yang merupakan dari aturan di bawah
UU hanya mengatur mengundur selama tiga hari jika, masih ada satu calon maka di
tundah, ini yang menjadi persoalan sangat merugikan hak konstitusi
rakyat,” beber Edwad.
Untuk
itu, pihaknya, meminta majelis untuk meninjau kembali pasal 121 dan 122 UU
8/2015 tentang pilkada dimana jelas diatur bahwa (dalam konteks) calon tunggal
ada ruang kosong hukum, yang tentunya kewenangan pengaturan ada pada DPR lewat,
revisi UU atau pada presiden lewat Perpu, karena hal prinsip seperti ini, bukan
kewenangan KPU mengatur lewat PKPU.
“Alur berpikirknya, lanjut dia, norma atau penundaan itu
akan menimbulkan kerugian hak konstitusi baik rakyat Surabaya atau partai
politik pengusung calon kepala daerah. Siklus pergantian kepemimpinan
seharusnya lima tahun, begitu molor terus secara aturan main, dalam UU
pemerintah daerah, supaya tidak adanya kekosongan pemerintah ada Pjs (penjabat
sementara) kepala daerah. Masalahnya, kewenangan pjs kan terbatas karena,
keputusan strategus dan politis tidak bisa dilakukan," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPC PDI Perjuangan Didik Prastiyono
menuturkan, setelah tim kuasa hukum PDI perjuangan sudah mengajuhkan permohonan
ke MK, sedangkan untuk gugatan ke Mahkama Agung (MA), akan dilakukan pada hari
Senin 27 Juli 2015.
“ Untuk ke MA akan dimasukan pada Senin nanti sedangkan untuk
gugatan di PTUN merupakan kewenangan dari DPP PDI Perjuangan dan kami akan
selalu berkoordinasi,” kata Didik.
Sedangkan Komisoner Bidang Hukum KPUD Kota Surabaya Purnomo saat
dikonfirmasi mengenai adanya permohonan ke MK, yang dilakukan oleh DPC PDI P,
mengatakan. Ada permohonan MK dan gugatan ke MA merupakan langkah
positif, karena apa yang dilakukan sudah sesuai dengan mekanis serta, aturan
hukum yang berlaku. “ Bagi kami tidak masalah karena, langkah yang diambil
sudah sesuai dengan aturan yang ada,” kata Purnomo.
Lebih lanjut, permohonan dilakukan di MK merupakan domain dari
Pemerintah dan DPR RI yang merupakan pembuat dari UU serta, pihak terkait yakni
KPU pusat. Namum jika nanti melakukan gugat Ke MA, pihak menyerahkan ke KPU
Pusat, sebagai pihak – pihak terkait. Namum lanjut mantan aktivis LBH Surabaya
ini menegaskan, adanya permohonan serta, gugatan tidak akan mempengaruhi
persiapan yang dilakukan oleh KPUD Kota Surabaya, dalam menyelenggarakan
pendaftaran pemilihan walikota surabaya pada bulan 9 Desember 2015 nanti.
“ Persiapan pelaksanaan pilwali nanti sudah kita siapkan
semuanya, mulai dari pendaftaran pada tanggal 26 – 28 Juli nanti, dan perangkat
mulai dari PPK dan PPS sudah siap melaksanakan pilwali,” pungkasnya. ( Ham )