Surabaya
Newsweek- Terkait Asset Perum Damri yang dijual di Jl. Basuki
Rahmat, yang ditengarai tidak sesuai dengan rekomondasi Menteri BUMN yang waktu
itu di jabat oleh Laksamana Sukardi. Forum Peduli Nasib Karyawan Damri, kembali
mendatangi Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) di Jl. Sukomanunggal, Surabaya
untuk meminta kepada korp Adhyaksa ini untuk mengusut tuntas persoalan
penjualan aset milik Perum Damri.
Ketua Forum, Supari mengatakan, diduga jika banyak
yang dilanggar oleh pimpinan saat itu terkait, uang hasil penjualan yang tidak
sesuai peruntukan. Mestinya, uang hasil penjualan aset itu, digunakan untuk
penambahan armada, untuk kesejahteraan pegawai dan pengganti bangunan masjid
yang berada di atas tanah Jl. Basuki Rahmad, yang merupakan swadaya dari karyawan
Damri.
“Kita sudah mengadukan persoalan ini di kejaksaan.
Karena memang tidak sesuai, dan kami menduga, banyak pelanggarannya dalam
penggunaan uangnya. Malah yang terjadi, Damri masih punya hutang di Jiwasraya
senilai Rp 6,3 miliar, yang belum terbayar. Padahal itu, jaminan premi hari tua
bagi karyawan, selama ini sudah membayar rutin setiap bulan ,” ujar Supari usai,
mengadukan persoalan ini ke bagian Intelejen Kejari Surabaya.
Persoalan ini terjadi, saat Damri dipimpin oleh
Kepala Unit, Ketut Mudita. Hingga tak jelasnya, penggunaan uang hasil penjualan
aset itu, membuat nasib karyawan Damri yang semestinya, mendapatkan jaminan
hari tua malah, terkatung-katung. Informasinya, setelah uang itu diterima oleh
Kepala Unit, uang aset tersebut, lantas disetorkan kepada Agus Subrata yang
saat itu, menjabat sebagai Direktur Keuangan.
“Sebenarnya penjualan aset di seluruh Indonesia ini
ada 6. Tetapi khusus di Surabaya, hanya aset Jl. Basuki Rahmat. Kita sudah
melaporkan ke kejaksaan dan mohon untuk ditindaklanjuti. Karena memang ini,
menyangkut masalah hajat hidup karyawan,” sambung Supari.
Tidak itu saja, forum ini juga melaporkan uang
jaminan hari tua yang digelapkan oleh unsur pimpinan Damri saat itu.
Penggelapan uang itu menurut Supari, sudah terjadi pada saat diputus oleh
Jiwasraya pada bulan April tahun 2007.
“Yang jelas, sampai sekarang namanya pengadaan
armada tidak pernah ada. Kesejahteraan karyawan tidak ada, sampai pengganti
bangunan masjid juga tidak ada. Kalaupun ada pengganti di Rungkut, sampai
sekarang belum diresmikan. Makanya, kami berharap kejaksaan bisa membantu
jeritan kami para sopir,” pungkasnya.
Sementara itu, berdasarkan informasi di internal
Kejari Surabaya, jika laporan yang disampikan oleh para sopir itu, masih dalam
telaah. Informasi yang disampaikan oleh para sopir, perlu dilengkapi dasar
hukum aturan main untuk bisa ditindaklanjuti.
“Memang ada laporan, tetapi kayaknya masih disuruh
melengkapi, terutama dasar hukum laporannya. Semisal aturan yang bisa
menjadikan persoalan ini bisa naik ke penyidikan,” ujarnya. ( Ham )