ECJWO : Pinjaman Dana Panwaslu Surabaya Berpotensi Gratifikasi



           

Surabaya Newsweek – Aksi nekad yang dilakukan Panwaslu Surabaya menggunakan dana pihak ketiga, untuk mencover operasional instansi, sebelum anggarannya dicairkan oleh pemkot Surabaya, mulai menuai tudingan miring. Bahkan, East Java Coruption and Judicial Watch Organisation (ECJWO) menuding jika transaksi yang dilakukan antara Panwaslu dan pihak ketiga berpotensi ke tindak pidana korupsi yakni gratifikasi.


Beberapa pihak mulai mencurigai adanya ketidakberesan dengan deal yang dilakukan oleh Ketua Panwaslu Surabaya dengan pihak ketiga, yang dengan berani menjadi bandar untuk biaya operasional Panwaslu, sebelum anggarannya dicairkan oleh Pemkot Surabaya.


Hal ini dikatakan oleh Miko Saleh ketua East Java Coruption nad Judicial Watch Organisation (ECJWO) bahwa kesepakatan antara ketua Panwaslu Surabaya dengan pihak ketiga terkait peminjaman dana untuk operasional institusi KPU tidak dibenarkan, karena berpotensi membuka celah korupsi dan gratifikasi.


“Apa ada perusahaan yang memberikan pijaman dana dengan gratis atau tanpa bunga, yang legal seperti perbankan saja, juga dikenakan bunga, artinya kesepakatan itu tidak mungkin terjadi jika tidak ada sesuatu dibaliknya, apapun itu, kondisi inilah yang membuka celah korupsi dan gratifikasi, ini harus diusut agar jelas persoalan yang sebenarnya,” tegasnya.


Rasa keprihatinan juga disampaikan oleh Wawalikota Surabaya usai rapat paripurna di gedung DPRD Surabaya, yang menyatakan penyesalannya terhadap pencairan anggaran di Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Surabaya, senilai Rp113 juta yang diduga bermasalah atau tidak sesuai aturan .


"Mestiya hal hal seperti itu tidak boleh terjadi. Maksudnya, baik dan tidak korupsi, tapi, penganggaran uang negara itu ada aturannya sendiri," kata Whisnu Sakti Buana di Surabaya, Jumat.


Diketahui Sekretaris Panwaslu Kota Surabaya Hari Digdo, sempat menolak mencairkan anggaran yang diduga, bermasalah senilai Rp113 juta, untuk membayar hutang operasional kegiatan panwaslu selama dana belum dicarikan oleh Pemkot Surabaya.


Sesuai aturan sebelum dana cair, sekretariat Panwaslu, dilarang membuat kontrak ataupun menandatangi belanja barang dan jasa. Hal ini sesuai Perpres Nomor 54 tahun 2010 pasal 13 disebutkan bahwa, selalu pejabat pembuat komitmen (PPK) kita tidak boleh membuat kontrak jasa, sebelum ada dana anggaran yang dicairkan, ataupun yang melebihi jumlah kuota anggaran yang diberikan.


Padahal, dana baru cair dan diterima oleh Panwaslu Surabaya pada 25 Juni 2015, sehingga aktifitas operasional dan pembiayaan baru bisa dilakukan oleh, sekretaris setelah tanggal tersebut. Namun pekan lalu ada pihak yang mengaku menjadi penalang dana Panwaslu menagih ke Sekretariat Panwaslu Surabaya agar, segera melakukan pelunasan.


Menurut Whisnu, mestinya Panwaslu memperhatikan aturan tersebut, yang sudah jelas itu. Apalagi selama ini panwslu juga, berkomunikasi secara intensif mengenai persoalan seputar Pilkada Surabaya, dengan Badan Kesatuan Bangsa Perlindungan Masyarakat (Bakesbanglinmas).


"Jadi tidak bisa main sendiri," kata Wakil Wali Kota Surabaya ini.

Untuk itu, lanjut dia, solusi mengantisipasi pelanggaran aturan, maka, Pemkot Surabaya perlu melakukan konsultasikan ke Pemerintah Pusat atau Pemerintah Provinsi Jatim.


Ketua Panwaslu Surabaya Wahyu Hariyadi, sebelumnya mengelak bahwa, pihaknya melakukan pengancaman untuk pencairan dana. Namun pihaknya mengiyakan bahwa, Panwaslu memang melakukan pinjaman uang, untuk operasional kegiatan panwaslu selama dana belum dicairkan pemkot.


"Ya memang begitu birokrasinya, memang terkadang sulit. Padahal sudah ada surat pertanggung jawaban yang jelas," kata Wahyu. ( Ham )


Lebih baru Lebih lama
Advertisement