Surabaya Newsweek- Sungguh naif jika
datangnya bulan suci Ramadhan justru dimanfaatkan untuk perbuatan yang melawan
hukum. Betapa tidak, tak sedikit instansi pemerintah utamanya BUMD dan BUMN
yang menggunakan momen buka bersama sebagai sarana untuk melakukan perbuatan
gratifikasi. Fatalnya, perbuatan ini sering dilakukan kepada para oknum yang
mengaku jurnalis yang selama ini hanya berorientasi pragmatis.
Pemberian sesuatu yang tidak jelas
maksud dan tujuannya dalam bentuk apapun “dari atau kepada” instansi
pemerintah, termasuk BUMN dan BUMD, tentu tidak dibenarkan oleh UU tindak
pidana korupsi karena masuk kategori gratifikasi.
Lantas bagaimana jika ada salah satu
BUMD milik Pemkot Surabaya yang menggunakan acara buka bersama (bukber) dengan
sejumlah oknum jurnalis, yang kemudian diakhiri acara pembagian sesuatu, dengan
harapan agar bisa dijadikan mitra?
Fenomena inilah yang sering terjadi,
meskipun belakangan justru dijadikan budaya oleh sejumlah BUMD, hampir
seluruh daerah, dengan harapan tidak mendapatkan sorotan yang tajam dari media,
yang menaungi oknum-oknum yang mengaku wartawan.
Hasil pantauan media ini, biasanya
si pengundang telah menyiapkan menu santap malam (buka puasa) ditempat yang
cukup representative bahkan mewah, untuk bisa mengundang para oknum. Bahkan
kini momen ini lebih banyak ditunggu-tunggu oleh para oknum yang mengaku
jurnalis, karena biasanya disisipi acara mengantri dan absen untuk menerima
bingkisan yang isinya beraneka ragam, termasuk sejumlah uang.
Menanggapi hal ini, Prasto Wardoyo
ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, mengatakan bahwa hak seorang
awratwan adalah THR dari perusahaan medianya, tetapi pemberian sesuatu dari
pihak lain, apalagi hal itu justru diharapkan oleh oknum wartawan, maka
dikatakan sebagai bentuk suap (gratifikasi).
“Jika dikaitkan dengan momen lebaran
adalah kewajiban perusahaan pers memberikan THR kepada karyawan atau
wartawannya. Wartawan tentu saja "salah jalur" jika berharap apalagi
meminta kepada pihak lain. Jika pihak lain itu memberi, AJI memaknainya sebagai
suap yang berarti melanggar kode etik. Suap berpotensi mengganggu
independensi,” ucapnya. (ham)