Surabaya
Newsweek- Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya memiliki
komitmen dalam mengembangkan jaringan jalan demi mengurai kepadatan kendaraan
di jalan-jalan utama sekaligus mempermudah akses warganya. Pemkot tidak mau
Surabaya jadi kota mati karena kemacetan akut di jalanan kota sehingga
membatasi gerak produktif warganya.
Maka, akses berupa jalan-jalan baru dibangun melalui program
pengembangan jaringan jalan.
Pengembangan jaringan
jalan tersebut meliputi diantaranya Jalan Lingkar Luar Timur (JLLT) dan Jalan
Lingkar Luar Barat (JLLB). Rencana alignment JLLB telah dituangkan dalam
Peraturan Walikota (Perwali) Surabaya Nomor 2 Tahun 2014. Sedangkan rencana
alignment JLLT dituangkan dalam Perwali Nomor 51 tahun 2014.
“Kami sudah konsultasi
ke Kementrian Pekerjaan Umum. Kami juga sudah menghadap gubernur dan
Alhamdulillah gubernur telah menyepakati penetapan lokasi untuk JLLT dan JLLB,”
tegas Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini ketika jumpa pers di ruang kerja wali
kota, Jumat (19/6).
Dijelaskan wali
kota, JLLT yang dilakukan secara
bertahap jangka panjang, dibangun dari akses ke Jembatan Suramadu sampai dengan
Gunung Anyar. Rencana pembangunan JLLT kurang lebih sepanjang 17 kilometer
dengan lebar 60 meter (termasuk ruang milik jalan) . JLLT membentang melewati
wilayah Kenjeran-Bulak-Mulyorejo-Sukolilo-Rungkut-Gunung Anyar.
Sementararencana
pembangunan JLLB sepanjang kurang lebih 26,1 kilometer dengan lebar 55 meter
(termasuk ruang milik jalan). JLLB dibangun untuk mengurangi kemacetan di
koridor Utara Selatan Kota Surabaya membentang melewati Romokalisari, Pakal,
Sememi dan Lakarsantri.
“Untuk Jalur Lingkar
Luar Barat men-support akses menuju Pelabuhan Teluk Lamong. Sementara Jalur
Lingkar Luar Timur men-support akses menuju Bandara Juanda Baru terminal 2-3,”
ujar wali kota.
Pembangunan JLLB maupun
JLLT dipandang sangat efisien karena, kurang lebih 80 persen menggunakan
prasarana/sarana utilitas (PSU),milik pengembang yang akan diserahkan untuk
kepentingan pembangunan jalan. Dengan demikian, Pemkot tidak terlalu terbebani
dengan masalah pembebasan lahan.
“Pembebasan lahan
kurang lebih 20 persen. Yang dikerjakan Pemkot yang lahan ada masyarakatnya,
untuk yang lain dikerjakan pengembang. Saya prediksi pengerjaannya dua tahun,”
sambung mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya
ini.
Pemkot Surabaya juga
concern pada kelanjutan pembangunan Frontage Road Jalan Ahmad Yani sisi Timur
dan sisi Barat. Pemkot masih terus berupaya melakukan pembebasan lahan secara
bertahap mulai dari Jalan Manunggal sampai dengan Royal Plaza (sisi Barat).
Keberadaan Frontage
Road sisi Barat dan Timur ini bisa menambah kapasitas jalan Ahmad Yani sehingga
akan mengurangi kemacetan di jalan utama yang menghubungkan ke arah Sidoarjo
itu. “Kalau jalur Frontage Road ini jadi, kemacetan di Jalan Ahmad Yani akan
turun,” sambung wali kota. (Ham)