Surabaya
Newsweek- Sosok Soekarwo Gubernur Jatim yang
juga ketua DPD Partai Demokrat Jatim diperkirakan bakla menjadi tokoh kunci
jika dikaitkan dengan soal terselenggara atau tidaknya Pilkada Surabaya 2105,
karena masuknya partai Demokrat dalam koalisi juga bakal bisa memberikan ruang
lebih bagi Soekarwo untuk melancarkan jurus-jurus mautnya.
Menurut Direktur Eksekutif Lembaga
Survei Penelitian Sonar Media Consultant (SMC) Lasiono.Sip, terbentuknya
koalisi 6 partai (Majapahit) yang bertujuan memunculkan pasangan Bacakada
pesaing bagi pasangan Risma – Whisnu yang diusung PDI Perjuangan Surabaya,
dianggap semakin memperkuat posisi Soekarwo ketua DPD PD Jatim.
“Melalui Soekarwo, Demokrat pernah
menyatakan tidak akan memunculkan pasangan Bacakada jika dinilainya tidak
ber-ekspetasi kemenangan dan berguna bagi kebesaran partainya, tetapi
belakangan malah bergabung dalam koalisi,” katanya. (30/6/15)
Lasiono berpendapat bahwa
bergabungnya partai Demokrat dalam koalisi karena bertujuan ingin turut
berperan di Pilkada Surabaya. Hebatnya, koalisi partai memutuskan untuk
mengusung pasangan Bacakada atau tidak, hasilnya dianggap sama-sama
menguntungkan partai berlambang mercy ini.
“Bagi Demokrat, tidak penting apakah
koalisi akan mengusung pasangan Bacakada atau tidak, karena keduanya tetap akan
menguntungkan Soekarwo yang saat ini masih aktif menjabat sebagai Gubernur
Jatim sampai tahun 2017, namun bersatunya sejumlah partai besar di Surabaya adalah
merupakan signal yang baik untuk langkah politik kedepan,” tegasnya.
Lasiono memperkirakan bahwa masuknya
Soekarwo dalam koalisi 6 partai (majapahit) melalui partai Demokrat akan sangat
menjadi sosok yang dominan, karena sarat dengan pengalaman politik.
“Siapa yang tidak tau track record
Pakde Karwo, yang merupakan tokoh politik senior di Jatim berkelas Nasional,
tentu bakal bisa mendominasi perannya di koalisi, termasuk untuk menentukan
langkah politik, jadi mengusung Bacakada atau tidak,” prediksinya.
Terpisah, Hariyadi pengamat politik
dari Universitas Airlangga Surabaya menilai bahwa terbentuknya Koalisi
Majapahit yang beranggotakan enam partai politik, tetap akan kesulitan melawan
pasangan inkumben Tri Rismaharini dan Wisnu Sakti Buana yang hampir pasti bakal
kembali diusung PDI Perjuangan. Alasannya, popularitas Risma yang kian
melambung dan dianggap wali kota berprestasi bagi sebagian besar Warga
Surabaya.
“Saya kira agak sulit untuk
menandingi popularitas Ibu Risma,” kata Hariyadi kepada Tempo, Senin, 30 Juni
2015.
Selain itu, Hariyadi juga mengatakan
bahwa koalisi Majapahit bakal kesulitan membendung popularitas pasangan Risma –
Whisnu, karena PDI Perjuangan, di Surabaya mempunyai basis massa yang pasti dan
kader yang sangat militant.
“Kecuali Koalisi Majapahit ini mampu
menghadirkan sosok yang popularitasnya juga tinggi, kalau sosok yang biasa saja
akan percuma,” katanya.
Hariyadi juga berpendapat bahwa
Pilkada Surabaya merupakan pertarungan sosok, bukan lagi partai politik yang
mengusungnya sehingga meskipun ada beberapa partai politik yang mengusung sosok
itu, akan menjadi nihil dan tidak ada gunanya apabila, sosok yang ditampilkan
tidak memiliki pengaruh di Kota Surabaya. “Kita lihat saja nanti siapa yang mereka
usung,” sambungnya.
Sebaliknya, Hariyadi juga menilai
bahwa koalisi parpol besar akan banyak pertimbangan jika dipaksakan ,untuk
mengusung pasangan calon sendiri, karena konsekuensinya juga besar, baik
menyangkut materi maupun non materi. Pasti tidak ada yang gratis di dunia
politik ini,” kata dia. ( Ham )