DPRD Minta Penertiban Bangli Universitas WK Ditunda





 


Surabaya Newsweek- Untuk mempertimbangkan rasa kemanusiaan sekaligus mengacu kepada UU, tentang kebutuhan tempat tinggal warga Negara, Komisi A DPRD Surabaya, meminta kepada pemkot Surabaya, untuk menunda penertiban kampung bangunan liar (bangli), di belakang kampus Universitas Wijaya Kusuma (UWK) Surabaya, di wilayah Dukuh Kupang Kecamatan Dukuh Pakis.


Pernah dilakukan hearing dengan Pemkot Surabaya, yang dalam hal ini diwakili Satpol PP, Hukum dan BPTB terkait, bangunan liar di belakang kampus UWK Surabaya, atas pengaduan warga, Adi Sutarwijono wakil ketua komisi A DPRD Surabaya, berkesimpulan untuk meminta penundaan penertibannya.


“Kami minta kepada Pemkot Surabaya untuk menunda penertiban kampung di belakang kampus UWK, jangan diutik-utik dulu, dan kami meminta kepada Lurah, RT dan RW untuk memfasilitasi soal, administrasi kependudukan, karena kasusnya masih akan dirapatkan kembali agar, bisa didapatkan solusi yang terbaik,” jelasnya.


Politisi PDIP yang akrab dipanggil Cak Awi ini, juga meminta kepada semua pihak utamanya Lurah, RT dan RW, untuk memfasilitasi pengurusan status kependudukan warga kampong, belakang kampus UWK, meski lahannya masih dipersoalkan Pemkot Surabaya.


“Secara spesifik, di Perda kita memang tidak mensyaratkan kepemilikan lahan untuk status kependudukan, tetapi hanya keterangan tempat tinggal, karena status kependudukan itu merupakan, hak dasar warga Negara, bayangkan kalau mereka sampai tidak punya identitas,” pintanya.


Namun, secara tegas Awi juga membantah jika, sikapnya ada kaitannya dengan kepentingan Pilwali Surabaya 2015, dengan alasan, semata-mata untuk mencarikan solusi, yang terbaik bagi warga yang sedang membutuhkan tempat tinggal. “nggak ada kaitannya dengan Pilwali, disitu kan hanya satu TPS, itu tidak ada artinya, karena masih banyak TPS lainnya,” pungkas Awi sembari tersenyum.


Sesuai laporan Awi menjelaskan, bahwa warga telah menerima surat dari Satpol PP Surabaya, setahun yang lalu yang isinya agar, segera membongkar sendiri tempat tinggalnya, karena telah menempati secara illegal lahan milik Pemkot Surabaya.


“Warga mendapatkan surat dari Satpol PP sekitar tanggal 8 Agustus 2014, yang isinya warga diminta untuk membongkar sendiri pemukiman yang ditempatinya, karena setahun yang lalu HPL nya telah resmi menjadi milik pemkot Surabaya,” jelasnya.


Namun Awi juga berpendapat bahwa, kebutuhan perumahan warga juga harus menjadi perhatian pemerintah Kota Surabaya, karena telah diamanatkan dalam Undang-Undang.


“Kebutuhan pemukiman itu juga menjadi tanggung jawab Negara, menurut UU, untuk itu wajib bagi pemerintah untuk memfasilitasi jika, memang memungkinkan, yang tentu jika dikaitkan dengan rencana tata ruang kota, tetapi paling tidak kami akan mengusahakan soal legalitasnya,” pungkasnya.


Masih Awi, kami akan tetap berusaha untuk mensinkronkan antara kebutuhan tempat tinggal warga di dukuh kupang belakang UWK, dengan program di Dinas Cipta Karya sebagai stake holdernya.”kami masih akan berembug lagi dengan SKPD terkait,” imbuhnya.


Ditanya soal razia aparat di lokasi, karena munculnya komplin social yang ada kaitannya dengan penyakit masyarakat (pekat), pasalnya, muncul beberapa tempat kos, Awi meminta kepada warga untuk tidak lagi membuka usaha itu.


“jumlah rumahnya sekitar 68, tentu jumlah anak sekolah juga cukup banyak, ada yang membuak tempat usaha kos-kosan, paling tidak dibatasi terlebih dahulu, jangan ada penambahan penghuni, ” tambahnya.( Ham )


Lebih baru Lebih lama
Advertisement