Surabaya Newsweek- DPRD Surabaya menilai buruk seluruh Badan Usaha Milik Daerah ( BUMD ), terutama PDAM Surya Sembada Surabaya,yang secara tegas menyatakan bahwa PDAM, telah menyisakan tunggakan selama 4 bulan dengan total nilai Rp. 12 Miliar, seperti yang dituangkan dalam pansus tentang, Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban ( LKPJ ) Akhir Masa Jabatan ( AMJ ).
Walaupun, secara internal seluruh
direksi dan stafnya berpenampilan mentereng, ternyata PDAM Surya Sembada
Surabaya, yang merupakan salah satu BUMD milik Pemkot Surabaya, dengan kuasa
penuh (monopoli), soal pengelolaan dan distribusi air bersih,di seluruh wilayah
Kota Surabaya justru, mendapatkan catatan buruk di Pansus LKPJ AMJ DPRD
Surabaya.
“Meskipun, pada paripurna nanti
kemungkinannya masuk kategori baik, namun pansus LKPJ AMJ mempunyai catatan
buruk khususnya untuk seluruh BUMD, termasuk PDAM yang mempunyai hak monopoli
soal pengeloaan air bersih,” ucap Sukadar anggota Pansus LKPJ AMJ.
“lha iya, perusahaan monopoli kok
masih seperti itu,” sahut Habibah. Sayangnya kedua anggota Pansus LKPJ AMJ, ini
enggan menjabarkan apa saja catatan buruknya.
Terpisah, Achmad Yunus Legal
Corporate Jasa Tirta I, mengatakan, bahwa Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
Kota Surabaya, selama 4 bulan belum membayar iuran baku air minum ke Jasa
Tirta, sekitar Rp12 miliar.
Dia menambahkan, sejak Undang-undang
No 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA),dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi
Februari lalu, PDAM Surya Sembada Kota Surabaya, enggan membayar air baku yang
diambil dari Kali Surabaya.
"Iya, ada piutang 4 bulan,
sejak Pebruari 2015 nilainya tiap bulan Rp3,2 miliar," kata Achmad Yunus,
di acara Seminar bertema Pengelolaan Sumber Daya Air oleh Perum Jasa Tirta I di
Selorejo, Malang, Kamis 10 Juni 2015.
Achmad Yunus juga mengatakan bahwa,
seharusnya sesama perusahaan negara, hulu dan hilir seharusnya itu tidak boleh
terjadi. "Kepentingan layanan kepada masyarakat harus lebih
dikedepankan," imbuhnya.
Direktur Konsorsium Lingkungan
Hidup, Imam Rochani menambahkan bahwa apa yang dilakukan oleh PDAM Surabaya
sudah menyalahi aturan.
"Tidak bisa seenaknya tidak
membayar air baku, yang telah diambil dari Kali Surabaya. Kalaupun UU SDA
dibatalkan MK, maka regulasi kembali pada UU No 11 Tahun 1974, tentang
Pengairan. Sedangkan untuk UU Pengairan juga sudah diperkuat lagi dengan dua
regulasi melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,"
kata Imam.
Dalam Permenpupera No 06/PRT/M/2015,
tentang Eksploitasi dan Pemeliharaan Sumber Air dan Bangunan Perairan
dijelaskan di Bab V, mengenai Pembiayaan. Pasal 21 ayat 4C disebutkan, sumber
dana untuk pembiayaan operasi dan pemeliharaan prasarana SDA, dapat berasal
dari hasil penerimaan iuran eksploitasi dan pemeliharaan bangunan air. Di pasal
yang sama ayat 7 juga ditegaskan mengenai ayat 4C, yakni biaya jasa pengelolaan
SDA merupakan biaya yang dipungut dari pengguna.
Diperkuat Permenpupera No
18/PRT/M/2015 tentang Iuran Eksploitasi dan pemeliharaan Bangunan Pengairan.
Dan, Pasal 3 ayat 6 dijelaskan bahwa pemerintah dapat memberikan penugasan
kepada BUMN/BUMD untuk mengelola SDA. Ayat 7, BUMN/BUMD bisa memungut,
menerima, dan menggunakan biaya jasa pengelolaan SDA dari pengguna jasa
pengelolaan air.
"Dari dasar UU SDA itu, ada
peraturan turunan seperti PP (Peraturan Pemerintah) No 16 Tahun 2005 tentang
Pengembangan SPAM (sistim penyediaan air minum). Jika UU SDA tidak berlaku,
maka PP Pengembangan SPAM juga tidak berlaku," ungkap Koordinator Tim
Patroli Air Kali Surabaya tersebut.
Bila, PDAM Surabaya tidak membayar
air baku sejak UU SDA dibatalkan MK, lanjutnya, maka air bersih yang telah
diolah pun, juga tidak perlu dibayar oleh warga Surabaya karena, dasar hukum
dari PP Pengambangan SPAM, juga sudah tidak berlaku lagi.
Kasubdiv Jasa ASA II/2 Perum Jasa
Tirta (PJT) I, Didik Ardianto menambahkan, sebagai BUMN, pihaknya masih
berwenang mengelola dan memungut biaya jasa pengolaan SDA.KON-DOD
Menangapi tuduhan ini, HM Iqbal SE
MM Sekretaris PDAM Surya Sembada Surabaya mengatakan, bahwa pihaknya tidak menunggak
pembayaran, tetapi hanya menunda waktunya terkait pembatalan UU no 7 tahun
2004, sampai munculnya aturan yang baru.
“Kita tidak pernah menunggak, ini
memang ditunda dan sudah disampaikan ke PJT karena, ada pembatalan UU 7 2004,
pada Februari kemarin, jadi pembayran mulai Februari dipending sampai ada
peraturan baru,” jelasnya. ( Ham )