Pelayanan BPJS Dikomplain DPRD Kota




     
Surabaya Newsweek- Lantaran merasa sangat kecewa dengan pelayanan BPJS di sejumlah tempat layanan kesehatan (klinik dan rumah sakit), Komisi D DPRD Surabaya berniat akan mengembalikan kartu layanan kelas satu yang didapatnya karena dianggap tidak membantu bahkan, tidak berguna, padahal untuk pembayarannya melalui potongan gaji. Tidak hanya itu, Komisi D juga meminta kepada pemkot untuk segera meninjau ulang perijinan sejumlah klinik dan rumah sakit swasta yang masih enggan bekerjasama dengan BPJS, bila perlu di tutup untuk sementara.

Sebagai perbandingan, jika anggota dewan saja sangat sulit mendapatkan pelayanan BPJS, apalagi masyarakat biasa. Inilah yang dikemukakan  anggota Komisi D DPRD Surabaya saat menggelar rapat dengan pendapat dengan perwakilan BPJS dan perwakilan asosiasi rumah sakit di Surabaya. Senen (4/5/15)

Masing –masing anggota mulai menyampaikan pengalaman pribadinya ketiak menggunakan kartu BPJS kelas satu yang didapatkannya, persamaannya, anggota dewan mengaku bingung harus merujuk ke tempat layanan kesehatan mana, manakala kondisinya emergency dan saar hari libur (Sabtu dan Minggu). Pasalnya, tak satupun tempat layanan kesehatan rujukan BPJS yang bisa menerima.

“tempat layanan yang tertulis di kartu saya ternyata hanya sebuah klinik berobat milik PT KAI, dan setelah saya datangi, ternyata kondisinya tetutup karena hari Minggu, yang perlu diketahui adalah, kami ini bayar loh, tidak gratis, kami butuh kejelasan soal ini, dan jangan sampai masyarakat kami juga mengalami hal yang sama terutama yang tidak mampu,” ucap Anugerah Aryadi anggota Komisi C asal PDIP dengan emosi.

Hal yang sama juga disampaikan oleh M. Arsyad dan Laila Mufidah yang mengaku sangat kecewa dengan kartu BPJS yang di terimanya, karena ternyata tidak bisa digunakan sebagaimana yang di gembar-gemborkan pemerintah selama ini.

Mendengar komplin dari sejumlah anggota Komisi D, dr Pujo selaku perwakilan BPJS di Surabaya mengatakan bahwa soal pelayanan kesehatan bukan menjadi domainnya, karena pihaknya hanya bertugas sebagai fasilitator dan kolektor dana, sementara untuk pelayanan kesehatan menjadi ranah Kementrian Kesehatan.

“jika sudah menyangkut soal layanan kesehatan, itu sudah diluar tanggung jawab kami, karena hal itu menjadi ranah tempat layanan kesehatan di bawah Kemenkes, tetapi kami sudah melakukan pembayaran secara rutin dalam setiap bulannya kepada sejumlah tempat layanan kesehatan yang telah bekerjasama dengan BPJS secar tetap, baik pasien dalam kondisi sakit ataupun sehat,” jawabnya.

Masih dr Pujo, menyangkut soal obat, standart obat yang diberikan adalah formula hasil konversi nasional, tetapi jika ada kebutuhan obat peserta BPJS diluar itu, dan telah mendapatkan rekom maka rumah sakit harus memberikan obat formula itu, dan menjadi resiko rumkit itu sedniri, artinya tidak boleh ditagihkan ke pasien.

Kritikan pedas juga keluar dari Fatchul Muid Sekretaris Komisi D DPRD yang mengatakan jika pelayanan kesehatan BPJS ternyata, sama dengan perusahaan asuransi jiwa swasta lainnya, yang hanya berorientasi keuntungan, bahkan lebih buruk pelayanannya.

“saya mendapat kesan jika, BPJS sengaja mencari keuntungan dengan cara membuat stres pasien dengan terpaksan mengambil solusi jalur berobat yang tetap membayar, dengan demikian BPJS lolos dari klaim,” tandasnya.

Masih Muid, kami meminta agar, rumkit baik pemerintah maupun swasta lebih mendahulukan rasa kemanusiaan, baru keuntungan karena, banyak kasus pasien harus membayar dulu sebelum mendapatkan pelayanan rumkit dengan BPJS, dan hal ini kami alami sendiri,” pungkasnya..

Sementara menurut Windorini Perwakilan Asosiasi rumah sakit (rumkit) di Surabaya menjelaskan bahwa dari 49 rumkit swasta di Surabaya, yang teleh bekerjasama dengan BPJS sejumlah 15 rumkit. Dan nyatanya, rumkit swasta mendapatkan jumlah klim yang sama dengan rumah sakit milik pemerintah, dan hal ini dianggap memberatkan karena bisa colaps karena mendapatkan perlakuakn yang jauh berbeda dengan dengan rumkit pemerintah, baik dari segi klim keiangan maupun supay obat-obatan.

“kerjasama dengan BPJS memang telah dilakukan ketiga kalinya, tetapi masih belum ada perubahan yang signifikan. Demikian dengan ketersediaan obat formula, yang selama ini stoknya selalu disedot secara total oleh rumkit pemerintah, sehingga swasta tidak kebagian, karena produsennya memang terbatas,” jelasnya.

Windorini juga mengaku semakin sedih jika ara MEA, sudah diberlakukan, karena rumkit pemerintah akan mendapatkan suplay secara total, sementara kondisi rumkit swasta tetap, ini bisa membuat bangkrut.

Namun menanggapi soal kasus yang dialami oleh sejumlah anggota Komisi D, Windorini menjawab bahwa , Jika kondisi pasien dalam kondisi gawat darurat, maka BPJS, membolehkan pasien dirujuk ke rumkit manapun, dan harus diterima, setelah kondisinya membaik, boleh dipindahkan.

Terkait keberadaan RSUD dr soetomo, Windorini mengatakan bahwa, rumah sakit terbesar di Asia Tenggara ini telah dinyatakan, sebagai rumkit rujukan nasional, terutama untuk indonesia bagian timur, dan tidak boleh menolak.

Namun untuk keberadaan rumkit swasta, dia mengatakan jika, pihaknya mempunyai kewajiban yang harus di tanggung sendiri, sehingga sebagai tempat usaha juga harus menyeimbangkan semuanya. Dampaknya, tak sedikit rumkit swasta yang meminta DP kepada pasien sebelum, adalah dalam rangka survival rumkit, sehingga sikap ini dianggap wajar, tambah Windorini.

Namun seluruh penjelasan yang disampaikan oleh dr Pujo maupun Windorini ini dianggap tidak bisa menjawab sejumlah kasus amburadulnya pelayanan kesehatan dilapangan, mulai dari proses adiministrasi yang harus mendapati antrian panjang dan sejumlah kasus penolakan yang dilakukan sejumlah rumkit di Surabaya.

“kami minta agar BPJS segera menindaklanjuti permintaan kami soal kerjasamanya dengan sejumlah rumah sakit swasta yang belum bekerja sama, agar pelayanan kesehatan di wilayah kota Surabaya bisa tercover semua, tanpa adanya kasus penolakan, karena ternyata sejumlah kasus membuat kegelisahan masyarakat pemegang kartu BPJS,” tegas Agustin Poliana ketua Komisi D DPRD Surabaya.

Sementara Juanedi wakil ketua Komisi D DPRD Surabaya meminta agar, segera meninjau ulang sejumlah tempat layanan kesehatan seperti rumah sakit, klinik atau tempat yang lain, yang hingga saat ini belum bersedia bekerjasama dengan BPJS, karena kondisin ini menyangkut pelayanan kesehatan seluruh masyarakat kota Surabaya.

“kami tidak bisa menerima alasan jika rumah sakit swasta merasa belum siap atau alasan apapun, untuk bekerja sama dengan BPJS, hanya karena factor keseimbangan keuangan dan lain sebagainya, jika tidak mau bekerjasama dengan BPJS, kami minta Pemkot Surabaya untuk meninjau ulang perijinannya, bila perlu ditutup dulu untuk sementara,” ancamnya. ( Ham )


Lebih baru Lebih lama
Advertisement