Dinsos Dilaporkan Ke Obudsman RI

langgar perwali

Surabaya Newsweek - Komunitas Muda Bibit Unggul ( KMBU ) Kota Surabaya melaporkan Dinas Sosial (Dinsos) Kota Surabaya ke Ombudsman RI (ORI) Jawa Timur (Jatim). Pasalnya, Dinsos dianggap melanggar Peraturan Wali Kota (Perwali) Surabaya Nomor 50 Tahun 2014 tentang tata tara perekrutan mahasiswa di UPTD Pondok Sosial (Ponsos) Villa Kalijudan Indah.

Ketua Komunitas Muda Bibit Unggul  Kota Surabaya, Ahmad Hidayat menuding, Dinsos membatasi akses masyarakat miskin untuk menempuh pendidikan tinggi. Dia juga menunjukkan bukti laporannya ke ORI Jatim dengan nomor surat 001/PA/V/KMBU/2015.

Menurut dia, Dinsos membuat aturan yang membatasi mahasiswa bibit unggul hanya, yang diterima di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) dan Universitas Airlangga (Unair). Padahal, yang diterima di dua kampus negeri itu hanya jurusan tertentu saja, yakni teknik mesin dan elektronika.

“Pada 2014, jumlah yang ditampung di UPTD Ponsos Kalijudan sebanyak 81 orang. Mereka diterima di banyak jurusan di berbagai kampus negeri,” katanya.

Ahmad menambahkan, dalam Perwali Nomor 50 Tahun 2014 khususnya pada pasal 3 ayat 3 disebutkan bahwa, mahasiswa yang diterima di UPTD Bibit Unggul Kalijudan adalah, mahasiswa yang diterima di perguruan tinggi Negeri, yang berkedudukan di wilayah Kota Surabaya.

Yaitu, pada program studi sarjana di luar jalur mandiri dan sejenisnya atau program studi diploma. “Dengan adanya kebijakan pembatasan itu, banyak pelajar miskin yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi tidak bisa mendaftar,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Dinsos Kota Surabaya Supomo mengatakan, anggaran di Dinsos terbatas. Sehingga, harus punya strategi untuk mengatasi hal itu. Selama ini dari, mahasiswa dari bibit unggul setelah lulus kesulitan cari kerja. Sehingga, pihaknya berkordinasi dengan pihak Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Surabaya.

Pihaknya menanyakan, jurusan apa saja yang  kerjanya terbuka lebar. Lalu, PTN tersebut, memberi referensi sejumlah jurusan.

“Kami kan tidak ingin mahasiswa bibit unggul setelah lulus mengganggur. Maka harus ada jurusan yang setelah lulus bisa segera bekerja,” terangnya.

Menurut Supomo, setelah dapat masukan dari berbagai universitas itu, pihaknya mengambil kesimpulan bahwa, yang paling terbuka untuk lapangan pekerjaan adalah lulusan di tingkat Diploma 1, 2 dan 3.

Namun demikian, misalnya mahasiswa yang bersangkutan tidak berkenan dengan jurusan diploma tersebut, mereka dipersilahkan untuk mencari gelar sarjana. Tentunya, mereka harus mencari bea siswa sendiri diluar yang dibiayai Pemkot.

“Dilaporkan ke Ombudsman silahkan. Apa salah, jika saya arahkan kejurusan yang pangsa pasarnya terbuka. Kan niat saya baik. Saya ingin lulusan bibit unggul bisa segera dapat pekerjaan,” katanya. ( Ham )

Lebih baru Lebih lama
Advertisement