Walikota Tri
Rismaharini mengatakan, sebenarnya, sudah menjadi cita-citanya sejak lama untuk
menjadikan salah satu aset Pemkot Surabaya tersebut sebagai salah satu pusat
berkegiatan untuk menghidupkan kawasan Jalan Tunjungan. Namun, gedung Siola
ternyata kemudian disewakan kepada pihak swasta. Nah, tahun ini, kontrak sewa
kelola Siola sudah habis.
“Ini mimpi saya sudah
sejak lama. Dulu sebelum dilantik menjadi walikota, saya punya keinginan
menjadikan Siola untuk menghidupkan kawasan Tunjungan. Tetapi Siola kemudian
dikontrakkan. Saya menunggu ini selesai. Kini kita ingin hidupkan kembali
kawasan Tunjungan yang dulu menjadi kebanggaan kita tetapi saat ini seperti
sudah mati,” tegas walikota.
Dijelaskan walikota,
Pemkot telah memiliki konsep untuk meramaikan kembali Siola. Rencananya, untuk
lantai bawah Siola akan ada area bagi warga Surabaya. Siola juga ditempati
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemkot Surabaya untuk optimalisasi
pelayanan kepada warga. Salah satunya pelayanan Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Surabaya. Dinas Budaya dan Pariwisata
(Disparta) Kota Surabaya juga akan berkantor di sana. Termasuk juga sebagai
sentra Usha Kecil Menengah (UKM)
“Saya pengen ada
street artis seperti pertunjukan musik dan pameran lukisan. Untuk perizinan,
akan hidup sampai jam 9 malam. Harapannya ini juga untuk membantu menghidupkan
kembali kawasan Tunjungan yang sudah mati,” sambung walikota.
Walikota perempuan
pertama dalam sejarah pemerintahan Kota Surabaya ini juga menegaskan ingin
memiliki museum di gedung Siola. Dijelaskan walikota, selama ini, beberapa
benda antik dan bermakna historis telah
dikumpulkan untuk nantinya ditaruh di museum tersebut. Diantaranya brankas,
mesin ketik, uang kuno, buku-buku kuno, peta, loko dari Rumah Potong Hewan
(RPH), dan juga catatan akta sejak zaman Belanda yang ada di Dispendukcapil.
“Saya ingin kita
punya museum tentang sejarah Kota Surabaya. Untuk namanya apa museum nanti,
silahkan panjenengan untuk memberi saran,” sambung walikota.
Ide Walikota Tri
Rismaharini tersebut mendapatkan apresiasi positif dari para seniman Kota
Surabaya. Seniman Taufik Monyong menyebut, bukan hanya Siola tetapi juga
sepanjang Jalan Tunjungan, perlu untuk dihidupkan kembali. Dia menyebut selama
ini telah sering membuat pagelaran seni jalanan (street art) di kawasan
tersebut.
“Untuk museum, saya
berharap kolektor benda-benda bersejarah seperti pak Dukut atau Nanang Purwono
agar mau menghibahkan koleksinya,” ujar Taufik.
Usulan Taufik itu
langsung direspon Dukut Imam Widodo. Pemerhati sejarah ini menyatakan sangat
mendukung rencana walikota untuk menghidupkan kembali Jalan Tunjungan. Utamanya
perihal rencana adanya museum. Menurutnya, selama ini di Surabaya baru memiliki
museum kesehatan juga House of Sampoerna. Tetapi, belum ada museum yang merekam
perjalanan sejarah Kota Surabaya.
“Saya senang sekali
langsung ada langkah-langkah seperti ini. Ini penting. Surabaya harus punya
identitas. Surabaya tidak hanya kota Pahlawan tetapi ada banyak kearifan lokal
yang menjadi ciri khas Surabaya. Itu harus ditampilkan,” ujarnya.
Penulis buku Hikayat
Soerabaia Tempo Doeloe ini menyebut siap menyumbangkan ribuan foto-foto
Surabaya Tempo Doeloe untuk dijadikan koleksi di museum tersebut. “Saya juga
menghimbau agar para kolektor benda-benda khas Surabaya agar mau menyumbangkan
juga,” sambung Dukut.
Sejarahwan dan pengamat perkotaan, Aminuddin Kasdi yang
hadir dalam agenda tersebut, juga mengapresiasi rencana walikota untuk
menyemarakkan kembali kawasan Tunjungan. “Ini ibarat pucuk dicinta ulam pun
tiba,” ujarnya ( Ham ).