Surabaya Newsweek
- Lambanya penanganan Penderita Demam Berdarah oleh Dinkes diKota Surabaya,
akibatnya 61 meninggal dunia, dengan berbekal aturan dinkes yang disoroti publik
dan DPRD Surabaya tidak mau disalahkan , walaupun dituding lamban dalam
menjalankan kinerjanya untuk melakukan
fogging (Pengasapan ) ,yang mengakibatkan puluhan orang meninggal karena, Demam Berdarah ( DB ) untuk
Tahun 2015.
Banyaknya
prosedur yang harus dilakukan oleh Dinkes untuk melakukan fogging atau
pengasapan meskipun, sudah ada laporan warga yang terjangkit, diantaranya
adalah, harus melalui prosedur tetap (protap) dari surat resmi keterangan
positif DB yang dilaporkan ke Puskesmas
dan ditindaklanjuti dengan melakukan Penyelidikan Epidemilogi (PE) di lokasi
tempat tinggal korban.
Jika memang hasil
penyelidikan lokasi tersebut positif area DB, maka akan dilakukan pengasapan
atau fogging sekitar 100 meter. Sementara itu, jika ternyata hasil PE dilokasi tersebut negatif DBD maka tidak
akan dilakukan penyemprotan.
Lambatnya penanganan
kasus DBD ini terjadi di wilayah Pondok
Maritim Wiyung, dan Rusun Tanah Merah 2 Blok A, Kali Kedinding Kenjeran yang
telah menelan 2 korban jiwa. Akibatnya, warga sekitar lokasi juga terkena
penyakit serupa karena, belum dilakukan penanganan oleh Dinkes. Bahkan,
kematian dua warga Tanah Merah tersebut belum diketahui oleh Dinkes yang saat
ini hanya mencatat tiga warga meninggal saja.
"Pak RT
sudah melaporkan sejak dua Minggu lalu karena, ada korban meninggal, anehnya
hingga saat ini belum ada penanganan. Makanya kita inginkan sekarang dilakukan
fogging sebab, sudah ada korban," kata Topan warga Rusun Tanah Merah menjelaskan,
Sabtu (5/4/2015).
Menanggapi hal ini
, Kadinkes Surabaya Febria Rachmanita mengakui bila dalam melakukan fogging ada
tahapan persedur yang harus dilalui . Hal ini disebabkan pengasapan pada nyamuk
DB, hanya akan membunuh yang dewasa saja yang sudah bisa menggigit. Namun demikian pihaknya sudah menggalakkan beberapa program
diantaranya Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan pemantauan jentik di setiap
RT/RW.
"Untuk
fogging, sebetulnya tahun ini kita sudah siapkan 3500 titik. Tapi memang prosedurnya
seperti itu, tidak bisa kita lakukan pengasapan begitu saja tanpa ada indikator
di lokasi tersebut positif ada nyamuk DBD," kata Febria.
Dirinya mencontohkan,
kasus kematian akibat DB di Pondok Maritim ternyata lokasi tersebut negatif
setalah melalui prosedur PE. Akhirnya setelah ditelusuri korban ternyata sempat
bermain di wilayah Banyu Urip yang diduga sebagai tempat korban terjangkit DB.
"Ya
prosedurya seperti itu dari dulu. Kalau kasus kematian dari Rusun Tanah Merah
saya malah baru tau, ya kita akan turunkan tim ke lokasi segera," tandasnya.
Reni Astuti
Anggota Komisi D DPRD Surabaya mengatakan, ada pola penanganan yang tidak jalan
dalam kasus DB di Surabaya. Seharusnya, untuk penanganan penyakit yang sudah
mengakibatkan jatuh korban jiwa, tidak terlalu birokratif atau terlalu lama.
Menurutnya, Puskesmas sebagai bagian dari pelayanan kesehatan di masyarakat
harus jemput bola untuk menangani lebih lanjut.
"Kalau
melihat dari kasusnya, ada pola yang tidak berjalan lancar dan terlalu
prosedural dalam penanganan di masyarakat. Kalau memang bisa ditangani segera
kenapa harus menunggu korban jiwa,' ujar politisi PKS.
Lebih lanjut,
Reni lebih mengkritisi dan akan mengevaluasi terhadap program pecegahan yang
dilakukan Dinkes melalui PSN dan tim pemantau jentik di setiap kampung.
Pasalnya, munculnya nyamuk dewasa bisa jadi berawal dari banyaknya lokasi yang
selama ini menjadi sarang bertelur dan berkembang biak nyamuk DB.
"Kalau
fogging itu hanya membunuh nyamuk dewasa saja dan tidak bisa membasmi telurnya.
Berarti ada yang salah dengan tindakan pencegahan di lapangan. Selain itu, di
Surabaya ini kan ada 61 Kecamatan yang sudah memiliki pemetaan wilayah rawan DB
dan tidak," kata Reni.
Meski tidak
termasuk dalam 15 kabupaten/kota yang mengalami kejadian luar biasa (KLB), pada
musim hujan kali ini, Surabaya menghadapi peningkatan kasus DB. Tercatat pada
Januari 2015 lalu, jumlah kasus DB mencapai 61 kasus, sedangkan untuk Tahun 2014 hanya ada 36 kasus DB.( Ham )