Surabaya Newsweek- Tiga ogoh-ogoh diarak berkeliling di
kompleks Tugu Pahlawan, Jumat (20/3) sebagai bagian dari gelaran Tawur Agung
Kesanga. Ogoh-ogoh yang diarak tersebut merupakan simbol penyucian diri bagi
umat Hindu dari roh-roh jahat sebelum melakukan ritual Nyepi Tahun baru Saka
1937.
Walikota
Surabaya, Tri Rismaharini, Forum Pimpinan Daerah (Forpimda) Kota Surabaya dan
tokoh-tokoh umat Hindu se-Jawa Timutr,
hadir dalam kegiatan yang mengusung tema “ Penyucian Diri dan Alam Semesta Kita
Menuju Peningkatan Kualitas Kerja”.
Dalam
sambutannya, Walikota Tri Rismaharini mengucapkan selamat kepada segenap umat
Hindu yang merayakan Hari Suci Nyepi tahun baru Saka 1937. Menurut walikota,
perayaan Nyepi menjadi momentum bagi warga Kota Surabaya untuk semakin
mempererat kebersamaan tanpa harus terkotak-kotak oleh perbedaan keyakinan,
perbedaan etnis ataupun warna kulit dan juga perbedaan-perbedaan lainnya.
Sebab, Surabaya memang merupakan “rumah keberagaman” karena ditinggali warga
dengan berbagai etnis hingga
keyakinan.
“Kita semua
adalah bagian dari warga Surabaya. Mari kita pererat kebersamaan. Kita tidak
boleh membeda-bedakan sesama
manusia karena Tuhan menciptakan kita tidak mungkin sama. Atas nama warga
Surabaya, saya mengucapkan selamat merayakan Hari Nyepi Tahun Baru Saka 1937
kepada umat Hindu di Surabaya,” tegas Walikota Tri Rismaharini.
Walikota
perempuan pertama dalam sejarah pemerintahan Kota Surabaya ini mengingatkan
bahwa tahun 2015 merupakan tahun kebangkitan. Maknanya, bahwa warga Surabaya
harus bangkit dalam menyambut datangnya era baru Masyarakat Ekonomi Eropa
(MEA). Karenanya, walikota mengajak para pemuka agama untuk ikut bergandengan
tangan dalam menyiapkan generasi muda yang berkualitas. “Jangan sampai masa
depan anak-anak kita hancur karena efek buruk kemajuan teknologi. Kita harus
mampu menjadi tuan dan nyonya di kota sendiri. Kita harus maju bersama dan bisa
sejajar dengan bangsa-bangsa lain,” imbuh walikota.
Ketua Parisada
Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Jawa Timur, I Ketut Sudiarta dalam sambutannya,
mengapresiasi kepemimpinan Walikota Tri
Rismaharini yang telah memberikan pengayoman terhadap keberagaman umat beragam
di Surabaya, termasuk kepada umat Hindu serta telah memfasilitasi umat Hindu
untuk melakukan peribadatan.
“Saya memberikan
penghargaan kepada ibu walikota. Beliau ini sangat menjunjung tinggi apa yang
diamanatkan Pasal 29 UUD 1945 tentang kebebasan beragama sesuai pilihan
masing-masing indvidu,” ujar I Ketut Sudiarta.
Walikota Tri
Rismaharini kemudian melepas pawai ogoh-ogoh sebagai simbol pensucian diri bagi
umat Hindu dari roh-roh jahat sebelum melakukan ritual Nyepi Tahun baru Saka
1937. Selain ogoh-ogoh simbol roh jahat, juga ada ogoh-ogoh berbentuk manusia
berkepala tikus yang membawa uang dan di kantongnya juga dipenuhi uang. Tiga
ogoh-ogoh tersebut diarak berkeliling di kompleks Tugu Pahlawan.
Menurut Ketua
Walaka Jawa Timur, Profesor Nyoman Sutantra, ogoh-ogoh kali ini hanya diarak di
dalam halaman Tugu Pahlawan sebagai perwujudan Tri Hita Karana, yakni menjaga
kehidupan yang harmonis. Agar tidak mengganggu umat lain yang sedang
beraktifitas.” ujarnya.
Terkait
ogoh-ogoh berbadan manusia berkepala tikus dengan beberapa lembar uang pada
sakunya, Nyoman menjelaskan, ogoh-ogoh manusia berkepala tikus menggambarkan
koruptor. Ogoh-ogoh tersebut sebagai pesan agar umat manusia menghindari sifat
keserakahan dan kelicikan seperti sosok Sengkuni di epos Mahabarata. “Itu
simbol dari koruptor. Pesannya agar kita menghindari perbuatan itu (korupsi),”
sambung dia.( Ham )