Surabaya Newsweek- mencari sesuap nasi diluar negeri bukan,
jaminan semuanya menyenangkan, terbukti yang dialami Anies Deka Sany. Tenaga
kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Malaysia ini, sudah setahun terakhir
berniat pulang ke tanah air. Namun apa daya paspor miliknya ditahan oleh
perusahaan tempatnya bekerja. Alhasil, dia pun harus bersabar memendam
hasratnya berjumpa dengan keluarga di Kota Pahlawan.
Jalan keluar bagi Anies bermula saat, dia menceritakan keluh
kesahnya kepada orang tua yang berdomisili di Surabaya. Akhirnya, dengan
difasilitasi salah satu LSM, mereka menulis surat kepada Walikota Tri
Rismaharini. Setelah melalui sejumlah prosedur, pada Senin pagi (26/1), Aline
berhasil pulang ke kampung halaman. Dia membawa serta Arief Amir, anaknya yang
baru berusia enam bulan. Begitu menginjakkan kaki di Surabaya, Anies langsung
menemui Walikota Risma untuk mengucapkan terima kasih.
“Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Pemkot Surabaya
dan Ibu Walikota, pada khususnya yang telah sangat membantu memudahkan proses
kepulangan saya,” ujar Anies saat dijumpai di balai kota.
Perempuan kelahiran 13 Februari 1994 ini, lantas menuturkan
kronologis pengalamannya selama bekerja di Negeri Jiran. Anies pertama kali
memulai karirnya di sebuah perusahaan bidang elektronik pada 2012. Penghasilannya
per bulan berkisar 1.100 ringgit, atau jika dikurskan ke rupiah sebesar Rp
3.850.000 (asumsi 1 ringgit = Rp 3.500).
Setelah setahun bekerja, Anies merasa tidak betah. Pasalnya,
atasan kerap bertindak tidak adil. Hak cuti dan hak-hak pekerja lainnya tidak
diberikan sebagaimana mestinya. Akhirnya, wanita yang tercatat warga Sidotopo
ini memutuskan berhenti.
Keputusannya berhenti bekerja tidak serta-merta mengakhiri
masalah. Perusahaan menganggap Anies mengingkari kontrak kerja. Imbasnya,
paspor Anies ditahan pihak perusahaan. Tanpa paspor, dia was-was lantaran takut
dianggap tenaga kerja ilegal. Maklum, beberapa waktu terakhir, pemerintah
Malaysia gencar melakukan razia imigran. Sementara, di sisi lain, dia tak bisa
pulang tanpa dokumen paspor yang lengkap.
Cerita Anies tersebut mendapat respon dari Risma. “Sudah mendingan nggak usah kerja-kerja di
luar negeri. Kalau tau kondisinya seperti itu, lebih baik kerja di sini
(Surabaya) saja,” kata walikota perempuan pertama di Surabaya.
Risma mengaku menerima surat keluh-kesah dari orang tua
Anies. Setelah membaca surat tersebut, dia langsung menginstruksikan dinas
sosial untuk menelusuri dan melakukan survei langsung. Tujuannya, guna
memastikan bahwa Anies adalah benar warga Surabaya. “Ketika mengetahui ada warga
Surabaya yang mendapat kesulitan di luar negeri, kami langsung tindak lanjuti,”
terangnya.
Memulangkan Anies ternyata bukan perkara mudah. Perusahaan
tetap bersikukuh menahan paspor Anies karena dianggap bekerja tak sesuai
kontrak. Untuk itu, pemkot berkoordinasi dengan Kedutaan Besar Republik
Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur. Setelah melalui proses lobi-lobi alot,
akhirnya Anies diperbolehkan pulang ke Surabaya.
Menurut Risma, langkah pertama yakni koordinasi dengan KBRI
sangat krusial. Hal itu guna memastikan terlebih dahulu bahwa Anies dalam
kondisi sehat dan aman. “Yang penting pekerja ini diamankan dulu. Untuk urusan
dokumen akan diselesaikan kemudian,” katanya.
Proses pemulangan Anies memakan waktu lebih kurang satu
minggu sejak pelaporan hasil survei dinsos ke walikota. Kendati demikian,
menurut Risma, Anies hanya satu dari sekian banyak warga Surabaya yang
mempunyai problem ketenagakerjaan di Malaysia. Oleh karenanya, pemkot akan
mencoba menelusuri kejelasan warganya yang mengais rejeki di negeri orang.
Walikota Risma menegaskan dirinya sejak dulu tidak sepakat
dengan konsep pengiriman TKI ke luar negeri tanpa adanya bekal keterampilan.
Sebab, tanpa skill, dikhawatirkan akan membawa situasi kurang menguntungkan
bagi pekerja. ( Ham )