Surabaya Newsweek-Kasus aset
Pemkot berupa Gedung Siola, mulai terang benderang, yang mana gedung tesebut
disewa oleh pihak ketiga, yang diperuntukan sebagai Rumah makan, perdagangan
serta RHU jenis hiburan malam ternyata,
menyimpan permasalahan prodak hukum yang belum selesai.
Didalam
catatan Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK ), padaTahun 2013, ada sejumlah masalah
transaksi keuangan di sector Pendapatan Asli Daerah ( PAD ), diantaranya,
penerimaan sewa gedung dan hotel serta pendapatan parkir yang nilainya Rp. 5,99
Miliar.
Data
diatas tersebut merupakan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan
Jawa Timur (Jatim) yang diterbitkan Mei 2014. Ironisnya, data tersebut tidak banyak diketahui publik, sebelum dan akhirnya dirilis ulang oleh
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Firtra) Jatim, Kamis (11/12/14).
Banyaknya
transaksi yang bermasalah, dalam laporan
keuangan Kota Surabaya 2013, yang terbesar adalah persewaan Gedung Siola
Tunjungan Center, jembatan penyeberangan dan pertokoan yang belum dilunasi
kewajibannya sebesar Rp 3,6 miliar. Selain itu, ada juga potensi kerugian dari
pajak hotel sebesar Rp 1,8 miliar, dan pertanggungjawaban belanja makan-minum
reses anggota DPRD sebesar Rp 191 juta.
Pada
tahun 2007 silam, Pemkot dan PT Siola sempat berseteru soal, kepastian nilai
sewa. Perseteruan antara kedua belah pihak ini bermula soal sewa tanah dan
bangunan seluas 8.338 meter persegi itu. Di mana, antara Pemkot dan investor
terlibat nilai nominal sewa bangunan.
Bahkan,
kedua belah pihak sama-sama membuat nilai appraisal (taksiran harga, Red)
sendiri-sendiri. Hingga perseteruan terkait, sewa menyewa itu sempat
diperingatkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam audit pada Tahun 2006
silam. Proses sewa menyewa antara Pemkot dan PT Siola sendiri berlangsung selama
20 tahun dengan perbaruan kerjasama lima tahun sekali.
Pemkot
baru menyadari ketika, kasus ini menjadi perbincangan semua kalangan masyarakat
maupun, DPRD Surabaya soal sewa-menyewa Gedung Siola, yang dinilai banyak
kejanggalan.
Untuk
itu Ketua Komisi A DPRD Surabaya , usai mengelar pertemuan dengan Dinas Tanah dan
Bangunan Pemkot Surabaya terkait sejumlah Aset Pemkot.
“Sudah
fix. Gedung Siola dan TC akan dijadikan kantor pelayanan Pemkot,” kata Ketua
Komisi A Herlina Harsono Njoto. (10/11/14)
Sayangnya
penegasan Komisi A DPRD Surabaya terkait keberadaan gedung Siola ini masih
belum ada langkah kongkrit dari Pemkot Surabaya, terbukti hingga saat ini,
kondisinya masih di pergunakan oleh pihak ketiga, meskipun, pembayaran sewanya
tidak jalas, baik nilainya maupun kepada siapa pembayaran itu diserahkan.
Menurut
Ketua umum Laskar merah putih Osama, Pemkot Surabaya tidak tegas dan masih tebang pilih dalam menertibkan lokasi RHU,
jenis hiburan malam, terbukti, di gedung Siola masih terdapat pub, resto dan karaoke dengan nama Delux dibiarkan.
“Kita
tau semua jika gedung Siola itu keberadaannya masih dipersoalkan, terkait proses sewa menyewanya yang tidak jelas, sehingga
mengakibatkan kerugian di pihak Pemkot Surabaya dengan nilai miliaran rupiah,
yang lebih parah lagi didalamnya, juga terdapat usaha RHU jenis hiburan bernama
Delux, menurut saya tidak mungkin bisa mendapatkan ijin,” tandasnya.
Sementara
Miko Saleh ketua LSM East Java Coruption n Judicial Watch Organisation (ECJWO)
mengatakan, Pemkot Surabaya tidak pernah punya keberanian untuk melakukan
eksekusi terhadap keberadaan gedung Siola yang jelas- jelas adalah salah satu
asset milik Pemkot Surabaya.
“Sebenarnya
apa yang menjadikan Pemkot Surabaya terlihat sulit menarik assetnya sendiri, Siola itu kan milik Pemkot, lha kok ini malah kalah
dengan pengelola yang kontraknya tidak jelas itu, uang sewanya tidak pernah
masuk, tetapi, aktifitasnya tetap dibiarkan, ini maksunya apa,” tegas Miko. ( Ham )