KJPL Kritik Kinerja Walikota Terkait Hutan Mangrove


Surabaya Newsweek-  Semakin meluasnya kerusakan hutan mangrove di Kawasan Pesisir Utara dan Timur Surabaya jadi perhatian serius generasi muda Surabaya.

Perhatian dan keseriusan ini disampaikan para generasi muda di Surabaya yang terlibat aktif dalam Workshop Peringatan Hari Pohon Se-Dunia yang digelar Komunitas Jurnalis Peduli Lingkungan - KJPL Indonesia, di Lantai UG Royal Plasa Surabaya, mulai 1-7 Desember 2014.

Dalam workshop yang dipandu Anas Pandu Gunawan Humas KJPL Indonesia, para remaja khususnya pelajar dan mahasiswa yang hadir dalam workshop itu mengaku kaget dan kecewa dengan semakin rusaknya hutan mangrove di Surabaya.

"Saya tidak menyangka kalau kondisi hutan mangrove di Surabaya yang katanya bagus ternyata sangat rusak parah oleh ulah para pengembang dan pihak swasta lain yang ada di Pesisir Utara dan Timur Surabaya," ujar Anwar Sadad Alumni Universitas Negeri Surabaya (Unesa) yang juga aktivis lingkungan.

Dikatakan Sadad, kalau kondisi hutan mangrove di Surabaya rusak, harusnya Walikota Surabaya bertanggung jawab sebagai pemilih wilayah. "Tapi kenapa sampai sekarang walikota hanya diam dan tidak pernah teriak-teriak hutan mangrovenya rusak, kok tidak sama waktu tamannya rusak ya?" tanya Sadad dalam workshop.

Selain Sadad, Anin pelajar dari SMA Persit Surabaya mengatakan, harusnya Pemerintah Kota Surabaya segera mengambil tindakan tegas dengan rusaknya hutan mangrove di Pesisir Utara dan Timur Surabaya. "Kalau hutan mangrove di Surabaya rusak, maka ini jelas mengancam masa depan kami sebagai generasi muda," tegas Anin.

Menyikapi beragam pernyataan dan sharing para peserta workshop, Teguh Ardi Srianto Ketua KJPL Indonesia menjelaskan, kalau sebenarnya kerusakan hutan mangrove itu disebabkan tidak tegasnya Pemkot Surabaya dalam menegakan peraturan daerah yang sudah ada.

"Surabaya itu punya perda tentang penebangan pohon, sampah, dan ruang terbuka hijau, tapi semua hanya tegas di atas kertas, dalam prakteknya hanya macan ompong," papar Teguh.

Menurut Teguh, sesuai dengan UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 112 disebutkan kalau ada pejabat berwenang yang dengan sengaja membiarkan terjadinya kerusakan lingkungan diwilayahnya dapat dipidana selama satu tahun penjara dan dengan Rp 500 juta rupiah.

"Bukan besar kecilnya denda dan lama masa hukumannya yang penting, tapi paling penting adalah bagaimana pejabat publik di Surabaya yang berwenang dalam hal ini adalah Walikota Surabaya untuk bertanggung jawab dengan rusaknya hutan mangrove di Wonorejo dan Kawasan Greges, Kalianak juga Romokalisari," tegas Teguh.

Ditambahkan Teguh, jangan sampai generasi muda di Surabaya lima tahun mendatang sudah tidak bisa melihat mangrove yang lebat dan hijau di seluruh pesisir Surabaya.

Kata Teguh, KJPL Indonesia terus menyorot kerusakan mangrove di Surabaya, karena kondisinya semakin hari semakin memprihatinkan, selain itu fungsi dan peran mangrove sebagai sabuk hijau kawasan pesisir Surabaya sangat strategis termasuk diantaranya untuk keberlangsungan dan keberlanjutan hidup ekosistem didalamnya.

"Fungsi mangrove selain sebagai penyerap polusi, rumahnya ikan dan biota laut lainnya, mangrove juga menjadi rumah untuk burung, satwa liar lain seperti kera, ular, nyambek, dan masih banyak lainnya. Mangrove juga memberi manfaat ekologis untuk manusia termasuk manfaat ekonomi," pungkas Teguh. ( Ham )


Lebih baru Lebih lama
Advertisement