Tipping Fee TPA Benowo 62 Miliar, Dinilai DPRD Boros !



Surabaya - Newsweek - Kerja sama Pemkot Surabaya dengan PT Sumber Organik ( SO ), dalam pengelolaan sampah di TPA Benowo,menuai  perbincangan DPRD Surabaya , bahwa Pemkot Surabaya dinilai gagal dalam mengelola Kota ramah lingkungan walaupun, telah mendapat penghargaan dalam kategori mengelola sampah.  

Pengelolaan sampah yang terwujud dalam perjanjian kontrak dengan PT SO, sebagai Investor yang dianggarkan melalui APBD , tentu saja ini sangat membebani karena, anggaran yang dikeluarkan sangat fantastis besar , yang awalnya 57 Miliar kini bertambah menjadi 62 Miliar dalam 1 tahun.

Kenaikan Anggaran 5 Miliar disebabkan, adanya penambahan volume sampah dari 1000 ton perhari, menjadi 1200 ton perhari, namun saat ini di prediksi akan menjadi 1400 ton perhari .      


Adanya ketidakwajaran , dan sempat curiga, Reni Astuti Anggota Banggar DPRD Surabaya asal FPKS dan juga Anggota Komisi D, mempertanyakan  AnggaranTipping Fee milik PT Sumber Organik , sebagai jasa pengelola sampah yang setiap tahunnya mengalami kenaikan.  


“Di Banggar tadi saya, sempat memberikan masukan begini, jika memang dalam klausal kotrak tertulis bahwa, sampah yang masuk minimal 1000 ton sementara, hampir setiap tahun ternyata, ada kenaikan jumlah sampah yang kini terprediksi 1400 ton, tentu yang menjadi pertanyaan, lantas bagaimana dengan program pemkot, yang katanya telah berhasil mengelola sampah, sehingga berbuah sebuah penghargaan dari kementrian Lingungan Hidup, padahal jumlahnya ternyata masih terus bertambah,” ucap Reni (11/11/14)

Artinya, Lanjut Reni, pemkot Surabaya tidak secara serius merekdusi sampah padahal, telah mendapat predikat sebagai kota yang ramah lingkungan semestinya, ada semangat untuk mengurangi jumlah sampah dari 1400 ton ke 1000 ton, sehingga bisa menghemat anggaran 40 persennya , jika tidak, Pemkot akan terus mengucurkan Anggaran APBD yang sangat besar  ke pengelola (PT Sumber Organik).

“jika bisa berhemat 40 persen, maka ada sekitar dana 23 miliar yang bisa di salurkan ke beberapa LPS, atau pihak lain termasuk masyarakat yang selama ini konsen terhadap pengelolaan  sampah, namun ada  cara lain untuk memperkecil anggarannya yaitu,  di pos anggaran transportasi yang nilainya sekitar 25 milar karena,  menurut saya itu sangat boros, sebab dalam praktiknya sangat bisa dikurangi” jelasnya.

Sebagai anggota dewan incumbent  Reni Astuti, yang sebelumnya berada di komisi C, mengaku sangat paham dengan fenomena yang terjadi padahal, secara kasat mata sudah jelas bahwa, Pemkot Surabaya berada pada posisi yang sangat lemah, tetapi masih saja diteruskan.

“Intinya, dalam klausal MoU, antara pemkot dan PT SO,  sangat tidak menguntungkan pemkot, namun dalam hal ini justru tidak berusaha untuk  mengurangi jumlah sampah yang masuk, agar tidak membayar lebih tinggi lagi,” tandasnya.

Saat ditanya kenapa dewan tidak berusaha untuk memperbaiki kontrak yang ternyata, banyak merugikan pemkot, Reni mengatakan bahwa, hal ini memang menjadi perhatian semua pihak.

“Saya khawatir, jika ujung - ujungnya kontrak antara pemkot dan pengelola sampah (PT SO ), kasusnya akan berakhir seperti pasar turi, yang masuk dalam penyelidikan KPK,” pungkasnya.( Ham )




Lebih baru Lebih lama
Advertisement