Surabaya
Newsweek- Tidak tanggung- tanggung dengan kekuatan sekitar 300 personil,
petugas gabungan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan Dinas Cipta Karya
dan Tata Ruang (CKTR) Pemkot Surabaya, mengobrak-abrik ornamen dan taman milik
warga perumahan Darmo Grand Garden. Tak hanya itu, petugas juga membongkar
pagar besi dan portal keamanan perumahan. Senin (27/10/2014).
Namun, pembongkaran yang dilakukan oleh Pemkot
Surabaya, menuai protes warga namun, tidak dihiraukan oleh tim gabungan penegak
Perda , bahkan warga menilai tindakan yang dilakukan oleh penegak Perda
merupakan tindak pidana karena, terkait pengerusakan.
Menurut Wijianto Gunawan, salah satu warga
perumahan yang ada di lokasi menyayangkan sikap arogan yang dilakukan oleh
petugas Satpol PP.
"Pos keamanan dan portal ini sangat penting
fungsinya. Keamanan warga belum ada jaminan. Hal ini sudah kita kordinasikan
dengan pihak Polsek agar dinegosiasi dengan Satpol PP agar portal jangan
dibongkar, dan itu disetujui. Namun, kenyataannya hari ini dibongkar juga.
Lokasi sekitar sini sangat rawan kejahatan, terlebih saat malam hari kondisinya
gelap. Upaya persuasif yang kita tempuh sia-sia, mereka lebih menggunakan
kekuasaan dalam melaksanakan pembongkaran ini," ujarnya.
Sedangkan menurut Irvan, Kasatpol PP Pemkot
Surabaya saat dikonfirmasi mengatakan, pembongkaran yang pihaknya
lakukan adalah upaya penertiban bangunan yang tidak berijin. Ia mengatakan,
taman dan pos keamanan tersebut menggunakan jalur hijau dan rencana jalan yang
akan digunakan Pemkot.
Disinggung soal adanya dua putusan Pengadilan
Tata Usaha Negara (PTUN), yang memenangkan PT Darmo Greenland, pengembang
perumahan Darmo Grand Garden, selaku penggugat dalam perkara gugatan terkait,
penerbitan surat pemkot pembongkaran pembatas perumahan, Irvan mengaku pihaknya
belum mengetahui hal itu.
"Yang pasti belum ada putusan sela untuk
menganulir surat tersebut, sehingga kita tetap melaksanakan pembongkaran taman
dan portal ini," ujarnya.
Dibantu satu unit alat berat akhirnya, dalam
waktu singkat ornament taman pun rata dengan tanah. Malvin Reynaldi SH, MH,
kuasa hukum PT Darmo Greenland saat dikonfirmasi mengatakan, pihaknya sangat
menyayangkan apa yang dilakukan Pemkot. Menurutnya, pihak pengembang selama ini
sudah kooperatif dan tidak mempermasalahkan soal rencana jalan sesuai set plan
Pemkot.
"Selama proses itu ditempuh secara aturan
yang berlaku, kita bakal mendukung upaya Pemkot. Untuk diketahui, taman maupun
ornamen yang dibongkar itu, hingga saat ini, masih menunggu penyerahan fisik
dari pihak penggembang ke Pemkot. Sesuai aturan, penyerahan fisik diserahkan
apabila, pembangunan perumahan sudah mencapai 75 persen. Sedangkan saat ini
masih 25 persen, sejak 2012 tidak ada penjualan karena adanya permasalahan
ini," ujarnya.
Ia pun mengatakan, masih ada satu lagi lahan
untuk rencana Pemkot seluas 725 meter persegi, yang bersertifikat Hak Guna
Bangunan (HGB), yang saat ini masih belum dibebaskan oleh Pemkot. "Apabila
Pemkot ingin merealisasikan rencana jalan, masih ada satu lahan lagi yang perlu
dibebaskan. Dan sesuai NJOP lahan tersebut senilai Rp 4 milyar lebih,"
tambahnya.
Sesuai UU 2 tahun 2012, pengadaan tanah untuk
kepentingan umum, harus dibebaskan dengan cara memberikan ganti rugi. Sedangkan,
saat ini pihak Pemkot main bongkar saja, hingga muncul gugatan dan dimenangkan
pihak penggembang. Apa yang dilakukan Pemkot tersebut terkesan merampas hak
warga.
Kesan tergesa-gesa, yang dilakukan pihak DCKTR
dan satpol PP membongkar taman yang masih merupakan fasum milik perumahan,
membuat pihak pengembang bertanya-tanya ada apa dibalik itu semua. Bahkan,
yang ditakutkan pihak pengembang, dalam menjalankan kewenangan profesinya,
pihak DCKTR dan Satpol PP ditunggangi kepentingan pihak-pihak lain.
Soal upaya hukum yang bakal ditempuh, pihak
penggembang masih mencoba menggunakan cara persuasif dengan pihak Pemkot.
Bahkan, pihak pengembang bakal mencoba mengajak secara langsung berkomunikasi
dengan Walikota Risma Triharini, duduk bersama membahas permasalahan ini.
Untuk diketahui, polemik ini berawal sejak tahun
2012. Diawali dengan hearing di DPRD kota Surabaya, pihak penggembang mendapat
panggilan dari DCKTR, terkait rencana jalan yang melintasi perumahan tersebut.
Tidak ada masalah dengan rencana jalan yang
digagas oleh Pemkot, pihak penggembang kooperatif. Soal ganti rugi, tidak ada
titik temu antar kedua pihak. Bertameng pada pasal 11 ayat 1 Perda no 7 tahun
2009 tentang bangunan, pihak Pemkot akhirnya, nekad menerbitkan surat
peringatan untuk membongkar pagar pembatas perumahan.
Tak seberapa lama dari penerbitan surat
tersebut, akhirnya, pihak pengembang mengajukan gugatan di PTUN. Oleh majelis
hakim tunggal DR Dani Elpah, SH, MH sekaligus ketua PTUN, berdasarkan putusan
bernomor 12/G/2013/PTUN.SBY akhirnya, memenangkan pihak pengembang dan
menghukum pihak Pemkot untuk membatalkan dan mencabut surat tergugat I Kadis
Cipta Karya dan Tata Ruang serta tergugat II Kasatpol PP Pemkot Surabaya.
Selain itu, dalam putusan kedua bernomor
85/G/PTUN.Sby, keduanya dihukum denda tanggung renteng sebesar Rp 5 juta.
Namun, setahun kemudian awal 2014, keluar lagi surat peringatan terhadap obyek
yang sama. Kali ini pihak pemkot mengunakan pasal pasal 11 ayat 2 Perda no 7
tahun 2009 tentang bangunan.
Bahkan, pada peringatan kali ini dibarengi
dengan adanya pembongkaran pagar. Walaupun, hakim dalam pemeriksaan setempat
memerintahkan tergugat untuk mempertahanlkan status quo hingga, ditentukannya
adanya putusan sela. Namun, belum terbit putusan sela, pihak pemkot dengan
arogan membongkar pagar yang berada dibelakang perumahan Greenland.
Dan, pada Kamis (23/10/2014) lalu, majelis hakim
PTUN yang diketuai Sofyan berdasarkan putusan bernomor 85/G/2014/PTUN.SBY,
kembali memenangkan pihak pengembang selaku penggugat dan menghukum para
tergugat untuk membayar ganti rugi. Bahkan, diperbolehkan membangun pagar
kembali yang telah terlanjur dirobohkan Pemkot. Belum turun salinan putusan
tersebut, pihak pemkot melalui dinas Cipta Karya dan Satpol PP menerbitkan
surat peringatan kembali terhadap pagar depan.
Sedangkan menurut kuasa hukum penggembang,
sebenarnya obyek yang dipermasalahkan pihak pemkot merupakan obyek yang
dibangun diatas jalan yang sama, terhadap gugatan-gugatan sebelumnya. ( Ham )