Kerja Sama Pemkot Dan Investor Pasar Turi Langgar PP

Surabaya Newsweek - Kerja sama antara Pemkot Surabaya dengan PT Gala Bumi Perkasa, sebagai Investor pembanguan pasar turi dengan system BOT, berbuntut pada pelanggaran Peraturan Pemerintah (PP) nomor 6 tahun 2006 dan juga Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomot 7/2007 tentang aset, yang disebutkan aset yang bisa dikerjasamakan harus bersertifikat. Sementara untuk menjadikan sertifikat aset Pemkot harus melalui proses pelepasan dengan persetujuan DPRD.

Fakta dilapangan menerangkan bahwa, tanah yang sekarang dibangun Pasar Turi  oleh PT Gala Bumi Perkasa, sampai kapan pun sertifikat tidak akan dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) karena, syarat mutlak tanah yang dikerjasamakan antara, Pemkot Surabaya dengan PT Gala Bumi Perkasa dalam bentuk BOT, selama 25 tahun untuk bisa keluar harus ada persetujuan dari DPRD Surabaya. Sementara dewan mengaku, belum pernah mengeluarkan persetujuan pelepasan tanah dari Pemkot Surabaya ke PT Gala Bumi Perkasa.

“Ini kan sudah dua tahun lebih pemkot mengurus sertifikat tanah di BPN namun, hingga sekarang belum keluar. Dan saya yakin, BPN tidak akan mengeluarkan sertifikat karena,  tidak ada  persetujuan dewan,” kata salah sumber yang enggan namanya dipublikasikan..


Ia menambahkan,  sesuai dengan UU soal pemerintah daerah, pelepasan aset untuk dikerjasamakan dengan pihak ketiga, memang harus persetujuan DPRD. Selama  legislator belum menyetujui pelepasan tanah untuk dikerjasamakan, maka BPN tidak berani mengeluarkan sertifikat Pasar Turi.

Sedangkan, anggota DPRD Surabaya M. Machmud membenarkan bahwa, sampai sekarang pihaknya, belum pernah mengeluarkan persetujuan pelepasan  tanah Pasar Turi kepada investor. Namun saat itu, pemkot nekat  melakukan kerjasama dengan  investor tanpa melibatkan dewan. Padahal,  ada aturan yang jelas, tanah yang di BOT harus ada persetujuan pelepasan dari dewan.

Diakui oleh mantan ketua Komisi B (anggaran), beberapa tahun lalu, pemkot pernah mengajukan pelepasan aset tanah Pasar Turi kepada PT Gala Bumi Perkasa. Namun, tanah tersebut milik PT Kai, tentu saja, pihaknya tidak mau melakukan pelepasan tanah tersebut. “Jadi waktu itu kami tak menyetujui pelepasan tanah Pasar Turi,” tegasnya.


Ia menambahkan, dengan  tidak adanya pelepasan tersebut, tentu saja status tanah tersebut tidak jelas. “ Pemkot sendiri akhirnya tetap melakukan kerja sama BOT, tanpa persetujuan dewan terutama, dalam hal pelepasan tanah, sampai sekarang sertifikat tanah itu tidak keluar,” tegas  Machmud yang juga mantan ketua DPRD  Surabaya ini.     

Sesuai   dengan  Peraturan Pemerintah (PP) nomor 6 tahun 2006 dan juga Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 7/2007 tentang aset, disebutkan aset yang dikerjasamakan harus bersertifikat. “Jadi tak bisa melakukan kerja sama selama tanah tersebut tak ada sertifikatnya,” ungkapmya.

Perlu diketahui, belum kelarnya sertifikat Pasar Turi yang terbakar  7 tahun silam ini terkait, pembatalan sertifikat no 2  oleh MA tahun 2009 lalu.   MA mengabulkan gugatan PT KA karena,  sebagian tanah miliknya yang dicaplok Pemkot Surabaya itu dimasukan dalam sertifikat tersebut.

Maka dalam sertifikat no 2 dengan luas tanah 4, 3 hektar itu akhirnya dibagi dua. Luas tanah Pasar Turi menjadi 2, 7 hektar yang dimiliki Pemkot Surabaya dan sisanya 1, 6 hektar adalah, tanah milik PT KAI, ( Ham )


Lebih baru Lebih lama
Advertisement