DPRD Klaim Era Risma Tidak Pernah Bangun Rusun

Surabaya Newsweek - Hubungan tidak kondisif antara Walikota Surabaya dengan Anggota DPRD Kota Surabaya terus bergulir bahkan , terbukti ketika Tri Rismaharini, beberapa waktu yang lalu, menyatakan bahwa  untuk pembangunan rumah susun (Rusun) sangat mendesak, hal tersebut direspon  miring oleh Baktiono anggota DPRD Surabaya asal FPDIP, yang menganggap bahwa, saat pemerintahan Risma, belum pernah membangun satupun rumah susun tetapi, hanya melaksanakan program rehabilitasi sosial daerah kumuh (RSDK).

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini juga menambahkan bahwa, masih banyaknya kasus di lingkungan keluarga menengah ke bawah, utamanya kasus kekerasan dan trafficking, ternyata juga dipicu oleh kondisi lingkungan yang tidak sehat seperti di pemukiman padat dan kumuh.
  
Dia juga menganggap bahwa kebutuhan rumah susun (Rusun) di Surabaya terus meningkat karena masih banyak warga kota Surabaya yang hidup di pemukiman padat dan kumuh yang akhirnya berdampak kepada pertumbuhan dan perkembangan mental keluarganya terutama anak-anak.

Ironisnya, Baktiono anggota DPRD Surabaya asal FPDIP, mengatakan bahwa program pembangun rusun yang dikatakan Walikota Surabaya Tri Rismaharini hanya merupakan wacana belaka, padahal yang sudah masuk daftar waiting list sudah sekitar 3 ribuan keluarga.

“setahu saya, semua rusun yang ada di Kota Surabaya saat ini kondisinya sudah terbangun sebelumnya, dan tak satupun rusun yang terbangun di era pemerintahan Risma,” ucap wakil rakyat yang berhasil duduk di kursi dewan untuk yang ke empat kalinya ini.

Masih Baktiono, yang perlu diketahui adalah, tidak ada pembangunan rusun di pemerintahan Risma, rusun yang sudah ada sekarang seperti di penjaringan sari, tanah merah, wonosari, keputran, Grudo, gunung sari, waru gunung, sumbo, dan randu adalah kebijakan pemerintah sebelumnya, kalau dia ngomong di Romokalisari yang mana, kan kenyataannya belum ada.


Dikatakan Baktiono bahwa Pemkot Surabaya harusnya mendahulukan pembangunan rumah susun sewa (Rusunawa) ketimbang program rehabilitasi sosial daerah kumuh (RSDK), karena dampaknya tetap tidak akan bisa menanggulangi kawasan padat dan kumuh.

“program RSDK milik Pemkot itu tidak perlu lagi diterapkan karena, tidak akan bisa menanggulangi keberadaan wilayah kumuh, program itu semacam bedah rumah yang nilainya sekitar 5 juta untuk 400 rumah setiap tahunnya, tetapi lebih baik lahan kawasn kumuh itu di beli dan dibangun rusun untuk mereka sendiri sehingga tidak menghilangkan keakraban dan persaudaraan warga setempat,” tandasnya.

Seharusnya, Lanjut Baktiono, harga dan fasilitas rusun tidak boleh kalah dengan tempat kos atau rumah kontrakan. Sementara rusun yang terbangun dengan lahan yang luas dan bangunan yang tinggi, biasanya di lokasi yang jauh, sehingga memindahkan komunitas warga setempat dan berimbas kepada jarak sekolah anak, pekerjaan dan biaya transportas.
( Ham )



Lebih baru Lebih lama
Advertisement