Surabaya
Newsweek- Sejak lokalisasi Dolly resmi
tutup pada 18 Juni lalu hingga saat ini Program Pemerintah Kota Surabaya ,untuk
mengalih fungsikan eks Lokalisasi masih belum nampak padahal, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya telah
menutup sebanyak 14 Rekreasi dan Hiburan Umum (RHU) lantaran diduga tidak
mengantongi izin. Dari 14 RHU itu, sebagian besar adalah panti pijat. Selain
itu, panti pijat diduga sebagai tempat mangkalnya eks Pekerja Seks Komersial
(PSK) Dolly.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Surabaya,
Irvan Widyanto mengatakan, penertiban terhadap RHU dilakukan dengan cara
merazia tempat-tempat tersebut. Jika dalam razia tidak memiliki izin dan bahkan
menyediakan PSK, pihaknya akan langsung menjatuhkan sanksi penutupan sementara.
Selama penutupan sementara itu, pemilik RHU diberi kesempatan untuk melengkapi
perizinan. “Kami rutin lakukan razia. Yang banyak kami razia adalah panti pijat
karena kami sinyalir PSK eks Dolly banyak yang pindah kesana,” terangnya.
Tak hanya panti pijat, kata dia, Satpol PP juga menyasar RHU-RHU
yang lain seperti kafe, rumah karaoke hingga diskotik. Sebelum menggelar razia
ke titik sasaran, pihaknya telah memprediksi bahwa RHU tersebut telah
disalahgunakan atau tidak memiliki izin. Ini berdasarkan dari laporan
masyarakat yang masuk ke Satpol PP. “Dalam penertiban, kami memeriksa izin-izin
RHU. serta mencocokan data para pekerjanya. Jika memang ditemukan ada PSK,
langsung kami amankan dan kami kirim ke Dinas Sosial (Dinsos). Selanjutnya,
dinsos akan memulangkan PSK tersebut ke daerah asal mereka,” katanya.
Irvan menegaskan, razia terhadap RHU ini digelar rutin tiap
minggu. Sejauh ini, petugas berhasil mengamankan sekitar 16 PSK. Mereka
sebagian ada yang mangkal di jalan umum dan di beberapa panti pijat. Menurut
dia, lokalisasi Dolly, Bangunsari, Sememi, Klakah Rejo, Tambak
Asri ditutup, ada indikasi PSK yang mencoba berpraktik di tempat-tempat
umum. Pihaknya sendiri sudah memiliki data
base PSK dari keempat lokalisasi tersebut. “Nantinya kami tidak hanya
merazia RHU, area publik seperti taman-taman kota dan eco tourism Mangrove juga
akan kami razia. Ini karena tempat-tempat tersebut diduga sebagai ajang mesum
muda-mudi,” tandasnya.
Sementara itu, anggota DPRD Kota Surabaya, Baktiono mengatakan,
adanya dugaan PSK eks lokalisasi yang mangkal di panti-panti pijat ini diduga
akibat tidak jelasnya program pemerintah. Pelatihan-pelatihan yang dilakukan
pemkot terhadap PSK tidak maksimal. Ini karena program tersebut hanya asal
diada-adakan saja. Upaya pendampingan terhadap PSK juga tidak ada. “Program
pemkot pasca penutupan lokalisasi itu tidak jelas. Janji bahwa lokalisasi yang sudah ditutup
akan dijadikan sentra industri ataupun sentra perdagangan juga tidak pernah
terwujud. Baik itu di Sememi, maupun di Tambakasri,” katanya.
Politikus PDI-P ini menilai bahwa, jika Pemkot Surabaya tetap berencana saja, tanpa ditindaklajuti aksi nyata, maka akan tetap akan banyak PSK yang mangkal di panti pijat dan tempat-tempat lainnya. Tujuan mereka hanya ingin menyambung hidup. Penutupan lokalisasi mengakibatkan penyebaran PSK menjadi tidak terkontrol. Bisa saja, sudah ditutup, tapi wisma-wisma yang ada tetap membuka praktik seperti biasa. “Terus kalau lokalisasi ini sudah ditutup, kontrol atas penyebaran HIV itu seperti apa. Itu yang harus dipikirkan,” ujarnya. ( Ham )