Surabaya Newsweek- Pemkot Surabaya
melalui Walikota Tri Rismaharini belum
lama ini menandatangani Nota Kesepakatan bersama Kementrian Keuangan ( Kemenkeu
), dalam upaya optimalisasi penerimaan pajak dan retribusi, ada dua naskah
didalam perjanjian tersebut yang ditandatangani oleh Walikota pertama naskah bernomor KEP-199/PJ/2014 dan 415.4/4727/436.2.3/2014
yang ditandatangani oleh Dirjen Pajak Kemenkeu A. Fuad Rahmany dan Walikota
Surabaya Tri Rismaharini. Sedangkan naskah kedua yang lebih banyak memuat
pelaksanaan upaya optimalisasi penerimaan pajak/retribusi bernomor
KEP-2111/WPJ.11/2014 dan 415.4/4728/436.2.3/2014. Nota tersebut diteken
Kakanwil Dirjen Pajak Jawa Timur I Ken Dwijugiasteadi serta Sekretaris Daerah
Kota Surabaya Hendro Gunawan.
Fuad Rahmany tidak memungkiri bahwa
tingkat kepatuhan wajib pajak di Tanah Air masih sangat minim. Berdasar data
Kemenkeu, dari total 12 juta wajib pajak badan (non-perorangan) hanya 5 juta
yang sudah menghasilkan laba usaha. Dari jumlah tersebut, hanya 550 ribu atau
11 persen yang rutin melaporkan surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak
penghasilan. Sedangkan wajib pajak pribadi ditengarai sebanyak 30 juta orang
tidak membayar pajak. “Kebanyakan wajib pajak yang termonitor berdalih usahanya
merugi. Itu alasan klasik,” ujarnya di sela-sela prosesi penandatanganan di
Balai Kota Surabaya, Senin (8/9)
Sejauh ini, mekanisme perhitungan
pajak didasarkan pada self-assessment.
Artinya, wajib pajak menghitung sendiri serta membayar sendiri pajaknya. Dengan
kata lain, semua bergantung pada tingkat kepercayaan terhadap wajib pajak.
Masalahnya, dengan sistem seperti ini, Fuad mengatakan sudah terbukti hanya 10
sampai 20 persen yang benar-benar membayar pajak sesuai ketentuan. Oleh
karenanya, data yang disampaikan perlu diuji dan diperiksa ulang
Nah, untuk melakukan pemeriksaan
tersebut bagi Kemenkeu bukan perkara gampang. Pasalnya, Kemenkeu harus
memonitor sekian banyak potensi pajak di seluruh Indonesia ditengah
keterbatasan tenaga. “Makanya, kami berinisiatif bekerja sama dengan pemerintah
daerah karena pemerintah daerah memiliki informasi tentang transaksi hotel,
properti, restoran, dan sebagainya sehingga dengan itu bisa diuji kebenarannya.
Harapannya, tingkat kepatuhan pembayaran pajak bisa naik,” terang Fuad
Pada kesempatan itu, Walikota Tri
Rismaharini menyatakan esensi dari kerja sama ini adalah sharing data antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat.
Dengan sinergitas data yang terkoneksi, harapannya penerimaan pajak dan
retribusi bisa lebih maksimal karena pengawasan terhadap wajib pajak lebih
komprehensif.
Risma -sapaan Tri Rismaharini- juga
memanfaatkan momen ini untuk mengklaim kembali pajak-pajak dari sejumlah
perusahaan besar. Pasalnya, beberapa perusahaan terkemuka yang berbasis di Kota
Pahlawan justru menyetor pajaknya ke Jakarta. “Ini kan kurang adil, kita yang
terkena dampak perusahaannya namun pajaknya ‘lari’ ke pusat. Makanya, mulai
Agustus ini perusahaan-perusahaan tersebut sudah bayar pajak di Surabaya,”
katanya.
Dia melanjutkan, pemkot dalam hal ini
berupaya membantu pemerintah pusat dalam hal optimalisasi penerimaan pajak.
Menurut Risma, kerjasama ini dipandang sama-sama menguntungkan. Setoran pajak
ke pemerintah pusat bisa lebih tinggi karena proses indentifikasi wajib
pajaknya terbantu dengan data yang dimiliki pemkot. Sedangkan, bagi pemkot,
dengan meningkatnya setoran pajak ke pusat, harapannya juga berdampak pada
bertambahnya dana perimbangan dari pemerintah pusat yang diberikan kepada
Pemkot Surabaya. “Itu semua ada rumusnya. Semakin besar pajak yang disetorkan,
maka dana perimbangan kepada pemerintah daerah juga bertambah,” tutur mantan
kepala Bappeko Surabaya ini.
Sementara, Menkeu M. Chatib Basri
mengapresiasi positif terjalinnya kerjasama ini. Menurut dia, sharing data
online sangat membantu kinerja Kemenkeu yang saat ini memang tengah menarget
wajib pajak pribadi/perorangan. Chatib mengatakan, selama 40 tahun terakhir,
sumber pajak terkonsentrasi pada perusahaan, utamanya yang bergerak di bidang
pertambangan, energi dan perkebunan. Sehubungan dengan turunnya harga komoditas
energi dan pertambangan di pasaran, maka hal itu berdampak pada tingkat penerimaan
sektor pajak. Menyadari hal tersebut, Kemenkeu mulai menggeser fokus sumber
pajaknya pada wajib pajak perorangan yang selama ini sering luput dari pantauan
“Area potensial wajib pajak pribadi
paling banyak difokuskan pada daerah-daerah yang pertumbuhan ekonominya tinggi.
Pertumbuhan ekonomi di Surabaya yang mencapai 7,56 persen memang sangat
menjanjikan dan potensial,” kata pria yang resmi menjabat Menkeu pada 21 Mei
2013.
Chatib menilai Surabaya sangat siap
berpartner dengan Kemenkeu karena sistem yang diterapkan sudah layak dan
memadai. Bahkan, Surabaya merupakan satu-satunya pemerintah kota di Indonesia
yang menjalin kerjasama dengan Kemenkeu. Sedangkan skala pemerintah provinsi
yang sudah bekerja sama dengan Kemenkeu yakni Pemprov DKI Jakarta dan Pemprov
Bali. “Sebenarnya sistem di Surabaya sudah siap sejak dua tahun lalu. Untuk
itu, kami perlu segera merespon tawaran kerjasama ini. Selanjutnya, Surabaya
akan kami jadikan percontohan bagi daerah-daerah lain,” terang dia.
Alumnus Australian National
University ini menjelaskan bahwa sebenarnya perihal pembayaran pajak bukanlah
hal yang rumit. Yang perlu dilakukan hanyalah kroscek data. Dia mencontohkan,
ada seorang yang mengaku pendapatannya tidak besar, namun ternyata dia punya
lima apartemen dan tujuh mobil. “Kalau dibandingkan dengan pembelian lima
apartemen dan tujuh mobil itu tentu income-nya
harus cukup dong. Nah, kalau income cukup berarti pajak harus bayar
kan. Dengan begitu, kita akan bisa kejar penerimaan dari sektor pajak,” pungkas
Chatib. ( Ham )