Surabaya Newsweek – Dalam menyonsong era Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015 mendatang. Warga surabaya di bilang sudah siap, ketika
MEA diberlakukan per 1 Januari 2015 yang berarti negara-negara se-ASEAN akan
bisa bebas berinvestasi di Indonesia termasuk di Surabaya, warga Kota Pahlawan
sudah punya bekal untuk bersaing. Ini berkat intervensi yang dilakukan
Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya yang membuat warganya siap jadi tuan di kota
sendiri.
Salah satu bentuk intervensi Pemkot Surabaya adalah
keberadaan Broadband Learning Center (BLC). BLC menjadi “rumah” bagi warga yang
ingin melek internet. Di tiap BLC, Pemkot menyediakan tiga hingga lima komputer
plus dua orang trainer (pemberi materi) dan asisten pemateri. Melalui BLC yang
telah dibangun di sejumlah kawasan, warga Surabaya mulai dari ibu-ibu rumah
tangga hingga anak-anak, bisa belajar tentang teknologi informasi secara
gratis.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Surabaya, Antiek
Sugiharti mengatakan, BLC kini menjadi jujugan bagi warga Surabaya. Dari data
yang ada, Antiek mengatakan, rata-rata kunjungan satu BLC per bulannya bisa
mencapai 300-an warga. Artinya, dari 13 BLC yang ada, ada hampir 4000 warga
yang dalam sebulan berkunjung ke 10 BLC.
“Respon warga memang luar biasa. Mereka bisa belajar tanpa
ada pungutan. Kalau belajar di kursusan kan biayanya mahal. Lewat BLC, kita
juga bisa sosialisasi kebijakan baru. Ini kita upayakan pengadaan 10 unit komputer
seperti yang di Kelurahan Made. Karena menurut kami jumlah itu yang paling
efektif untuk pembelajaran,” tegas Antiek ketika dikonfirmasi pada Selasa
(9/9).
BLC bisa difungsikan oleh siapa saja. Anak-anak bisa
mengoptimalkan BLC dengan melakukan try out online. Orang tua tidak perlu
mengkhawatirkan anak-anaknya akan membuka situs-situs yang tidak benar. Pasalnya,
di BLC ada jaminan keamanan bagi anak-anak yang mengakses internet, yakni
dengan adanya internet sehat.
Sementara ibu-ibu rumah tangga dan pelaku UKM, telah
mendapatkan pelatihan dari Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bapemas) KB Surabaya
tentang cara melakukan pemasaran produk secara online melalui jejaring sosial
maupun situs jual beli online. Bahkan, ibu-ibu itu kini telah terbiasa
melakukan transaksi online.
“Ibu-ibu yang paling semangat. Meski sudah tidak muda lagi,
mereka masih semangat belajar. Ketika dapat transaksi, respon mereka luar
biasa. Kata mereka “kok bisa ya”. Sekarang, ibu-ibu di Surabaya lebih senang
datang ke BLC daripada nonton sinetron di televisi,” sambung dia.
Di Surabaya, sekarang ini sudah ada 13 BLC yang tersebar di
sejumlah kecamatan. Antiek mengatakan, secara bertahap, Diskominfo Surabaya
akan membangun lebih banyak BLC agar makin banyak warga yang bisa belajar
teknologi informasi. “Kita ada rencana penambahan 34 lokasi BLC secara
bertahap. Saat ini segera realisasi lima dulu. Sampai akhir tahun,
mudah-mudahan sudah bisa terpenuhi 10 BLC sementara sisa 24 dikerjakan sambil
jalan,” imbuh mantan Kepala Bapemas KB ini.
Selain mengajarkan pentingnya pemanfaatan teknologi
informasi, Diskominfo juga mengajarkan “lampu kuning” bagi warga yang belajar
teknologi informasi. Bahwa ada aturan yang tidak boleh dilanggar. Sebab, jika
dilanggar, si pelanggar bisa berurusan dengan ranah hukum. “Kita juga ajarkan aturan UU ITE. Kita tekankan
agar jangan melanggar yang bisa berdampak pada proses hukum. Kita juga ajarkan
internet sehat kepada anak-anak. Kita latih 6.000 anak SMP/SMK/SMA untuk jadi
tenaga sukarela di mana setiap sekolah mengirim 10 siswa,” sambung Antiek.
Selain keberadaan BLC, Pemkot
Surabaya juga telah membangun Rumah Bahasa di mana warga Surabaya bisa belajar
bahasa asing secara gratis. Pemkot juga melakukan sertifikasi profesi. Semuanya
itu demi menyiapkan warga Surabaya menghadapi MEA 2015. ( Ham )