Eksekusi PT KAI , Semena – Mena Disoal Dewan

Surabaya Newsweek- Eksekusi terhadap Rumah warga kalasan No 16 oleh PT KAI, dinilai dewan merupakan tindakan Arogansi karena, dengan semena- mena dan tanpa dilandasi dasar hukum yang jelas, dalam menindaklanjuti laporan korban eksekusi , DPRD Surabaya akan melakukan mediasi antara, pihak PT KAI dengan warga yang menjadi korban serta, dengan sejumlah pihak terkait.

Saat itu, Perwakilan warga Pacar Keling Surabaya mendatangi gedung DPRD Surabaya, untuk melaporkan tindakan PT KAI, yang dianggap arogan dan tidak berprikemanusiaan karena, dengan tiba-tiba melakukan pengosong rumah milik warga jl Kalasan no 16 Surabaya, tanpa didahului adanya koordinasi sebelumnya.

Menurut keterangan warga, PT KAI, mengaku bahwa, lahan yang telah dijadikan pemukiman warga lebih dari 30 tahun dan telah turun menurun adalah, lahan hak pakai PT KAI, dan pihaknya berniat untuk menarik kembali dari warga. Namun, warga mengaku bahwa, dirinya tidak merasa menempati lahan milik PT KAI, karena, dalam keterangan lahan disebutkan sebagai tanah Negara.

“Kami semua telah menempati lahan untuk pemukiman selama bertahun-tahun bahkan, turun menurun saya lahir disana dan usia saya sekarang sudah 47 tahun, artinya, kami tidak merasa menempati lahan milik PT KAI, dengan cara-cara melanggar hukum karena, kami sudah mengantongi surat hak pakai sejak tahun 2000, yang dkeluarkan oleh Kemenhub dan Perumka (PT KAI),” ucap Ahmad Syafii yang mengaku sebagai ketua presidium aliansi penghuni rumah Negara. (22/9/14)

Syafii juga menyesalkan tindakan PT KAI, yang melibatkan sejumlah oknum TNI, untuk melakukan pengosongan (eksekusi – Red ), rumah di Jl Kalasan no 16, karena tidak diawali dengan koordinasi sebelumnya.

“Mereka tiba-tiba datang dengan sejumlah pasukan TNI, yang kira-kira jumlahnya lebih dari 30 personil, dengan seragam TNI tetapi, memakai topi Polsuska dan diikuti oleh sejumlah staf PT KAI, yang tentu membuat pemilik rumah panik saat itu,” jelasnya.

Perlu diketahui bahwa, rumah jl Kalasan no 16 adalah milik Soekarno, yang sebelumnya telah didatangi sejumlah petugas utusan dari PT KAI, meminta dana sebesar 300 juta, jika tidak bisa memenuhi permintaan tersebut, maka PT KAI, akan memasukan rumah di jalan Kalasan dalam daftar SPL PT KAI, yang harus di kosongkan.

“Sebelumnya kami didatangi sejumlah petugas yang mengaku dari PT KAI, dan disodori sebuah surat yang isinya, bersedia membayar uang senilai 300 juta, jika tidak ingin rumah kami masuk dalam daftar SPL atau pengosongan rumah, tentu saja kami keberatan, lagian dapat uang darimana sebesar itu ternyata, beberapa kemudian sudah datang pasukan yang akan mengosongkan rumah kami,” terang Septa putri Soekarno.

Septa juga mengaku bahwa dirinya pernah melakukan pembayaran uang sewa, dengan bukti kwitansi kepada salah satu petugas PT KAI, terkait, lahan yang ditempati untuk rumahnya, yang telah dihuninya bertahun-tahun.

“Karena tidak ingin resiko, pada tahun 2009, saya pernah melakukan pembayaran sewa lahan rumah, yang kami tempati kepada petugas PT KAI sebesar 280 ribu untuk 7 bulan namun, tidak diakui bahkan, petugas penerimanya dianggap oknum yang tidak bertanggung jawab,” jelasnya. 

Eksekusi yang berlangsung tanggal 17 September lalu, dan saat melihat salah satu warga akan menjadi korban arogansi PT KAI, masyarakat sekitar berbondong-bondong membantu keluarga Soekarno karena, berfikir tindakan yang sama bisa saja menimpa ke rumahnya yang berstatus sama.

Namun, saat eksekusi akan berlangsung, warga merasa ada yang janggal terhadap aparat TNI yang diterjunkan, karena memakai topi Polsuska.

“Sekitar satu peleton TNI berseragam doreng tapi, bertopi Polsuska berbaris rapi mendatang rumah jl Kalasan no 16 milik bapak Soekarno, saat itu, saya dengar ada perintah pengosongan rumah dari komandan barisan tetapi, ketika saya tanya, siapa komandannya, tak satupun yang menjawab, saya sempat melihat raut muka pimpinan barisan TNI pembawa megaphone karena, sebelumnya sempat bertemu dengan seragam Polsuska warna coklat dengan nama Safriadi di dadanya,” jelas Sulistyorini tetangga korban.

Anehnya, dalam acara mediasi di Polrestabes dirinya kembali bertemu dengan orang yang sama namun, dengan seragam PT KAI, dengan nama di dadanya telah berganti Satriadi.

Dalam menyikapi permasalahan ini, Baktiono anggota DPRD Surabaya asal FPDIP didampingi Vinsensius (Awey) asal Nasdem menganggap bahwa, tindakan PT KAI, terhadap penghuni tanah yang berstatus bebas (milik Negara) ,tidak boleh dibiarkan berlangsung karena, akan membawa korban warga Surabaya yang besar jumlahnya.

“Sudah jelas disini (sambil menunjukkan data) bahwa, status lahan yang ditempati warga ini adalah, lahan bebas karena milik Negara, jika mengacu kepada UU Agraria maka, warga berhak mengajukan permohonan untuk sertifikat hak milik jika, telah menempati lebih dari 30 tahun, apalagi alasan mereka (PT KAI), hanya sebagai hak pengguna lahan,” ucap politisi asal PDIP ini.

Merespon laporan warga Pacar Keling, Baktiono secara tegas mengatakan, akan segara  menidaklajutinya dengan memanggil semua pihak agar, bisa mendapatkan solusi yang baik untuk kedua belah pihak karena, sebagai wakil rakyat dirinya merasa mempunyai kewajiban untuk membantu warga Kota Surabaya

“Meskipun, Komisi masih belum terbentuk, kami akan melaporkan masalah ini ke ketua, untuk dilakukan pemanggilan kepada semua pihak seperti PT KAI, BPN, Oknum TNI, Camat, Lurah, bila perlu Kejaksaan dan Kepolisian karena, masalah ini menyangkut nasib warga kota Surabaya,” tegasnya.

Menanggapi soal terlibatnya sejumlah oknum TNI bertopi Polsuska, dicurigai sebagai staf PT KAI, yang menyamar sebagai TNI, Baktiono berjanji, akan mengsusut tuntas dengan melaporkan oknum ke aparat terkait


“ Bukti foto sudah jelas, namanya juga jelas, kami akan mengusut tuntas, siapa sebenarnya oknum ini, kalau ternyata ada staf PT KAI yang menyamar sebagai TNI, atau sebaliknya terlibat dalam eksukusi di jalan Kalasan kemarin, masalahnya sudah berbeda, dan kami akan berkoordinasi dengan pihak lain yang lebih berkompeten,” Ancamnya. ( Ham )
Lebih baru Lebih lama
Advertisement