Surabaya
Newsweek - Beragam pelatihan yang dilakukan
Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya terhadap warga terdampak penutupan
lokalisasi, mulai terlihat hasilnya. Beberapa warga terdampak yang sebelumnya
bekerja mengikuti geliat bisnis lokalisasi di daerahnya, kini mulai beranjak
mandiri dengan berbekal pelatihan yang diberikan Pemkot Surabaya.
Selasa (15/7)
kemarin, beberapa warga yang telah ‘lulus’ mengikuti pelatihan, memamerkan
hasil produk buatan mereka di kantor Bagian Humas Pemkot Surabaya. Diantaranya
kue kering, telor asin, deterjen dan
sabun cair serba guna. Mereka juga bercerita perihal upaya mereka
beralih profesi dari yang awalnya bekerja ‘mengikuti arus lokalisasi’ hingga
bisa mandiri.
Salah satunya
Sutik. Warga Putat Jaya II A yang dulunya menggantungkan penghasilan dari
jualan kopi di warung kopi miliknya, kini beralih profesi menjadi pembuat telur
asin. Hasilnya lumayan. Dalam waktu tidak terlalu lama, bisnis telur asin milik
Sutik telah berkembang. Sutik sudah berhasil memasarkan telur asinnya ke
sejumlah warung di dekat rumahnya. Ibu empat anak ini juga menerima order (pesanan) telur asin di rumahnya.
“Alhamdulillah
sekarang sudah ada 30 toko yang jadi pelanggan telur asin bikinan saya. Kalau
bikin 1000 telur, untungnya bisa Rp 700 ribu. Kalau dulu jualan kopi nggak
tentu, kadang hasilnya lumayan kadang kecil. Dan yang jelas, kalau jualan kopi
kan hampir 24 jam. Sementara kalau jualan telur asin ada waktu istirahatnya,”
jelas Sutik.
Sementara Tutik
yang dulunya berprofesi sebagai penjual gorengan dan operator café di kawasan
lokalisasi Jarak, kini mulai mantap beralih profesi sebagai pembuat kue kering.
Setelah mengikuti pelatihan yang digelar Taman Bacaan (Badan Arsip dan
Perpustakaan Kota Surabaya), Tutik kini sudah bisa membuat beberapa kue seperti
putri salju, nastar dan kastengel. Dia mengaku sudah berhasil menjajakan 50
toples kue buatannya. Dulu, sewaktu menjadi operatot café, dia harus bekerja
dari mulai pukul 22.00 hingga pukul 01.00 WIB tetapi hasilnya tidak menentu.
“Ini saya masih
pakai modal sendiri,
semoga nanti ada bantuan
modal dari Pemkot Surabaya sehingga usaha pembuatan kue saya ini bisa lebih
besar. Saya juga berharap dibantu pemasaran,” ujar Ibu tiga anak ini.
Sedangkan
Suryono (45), warga RW 12 Putat Jaya C yang sebelumnya membantu kakaknya
berjualan nasi, awalnya mengaku penutupan lokalisasi Dolly membuat pendapatan
dari usaha warung nasinya tidak seperti sebelumnya. Karenanya, dia kemudian
tertarik untuk mengikuti pelatihan pembuatan produk rumah tangga seperti sabun
cair, karbol dan softener yang digelar oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat dan
Keluarga Berencana (Bapemas KB). Kini,
bapak dua anak ini sudah bisa memproduksi sendiri. Bahkan, sejak dua minggu
lalu, produk buatannya seperti sabun cair serba guna, karbol dan shampo cuci
motor yang diberi merk “Delta 5”, diminati banyak warga di sana.
“Produk buatan
saya ini ramah lingkungan. Jadi ndak bahaya. Kapan hari pas ada bazaar di Dolly
saya pasarkan dan Alhamdulillah banyak yang berminat. Tetangga saya juga mulai
tertarik untuk belajar membuat produk seperti ini,” jelas Suryono.
Anto Handiono
dari Bapemas KB Kota Surabaya mengatakan, sejak mulai 2010 hingga 2013,
pihaknya sudah melakukan pelatihan di 31 kecamatan dan sudah ada 49.470 orang
yang sudah dilatih. Untuk 2014, khusus di Kecamatan Sawahan, Bapemas KB sudah
melatih 1067 orang.
Sedangkan khusus untuk Kelurahan Putat Jaya, sejak Februari
lalu sudah ada 395 orang diberi pelatihan yang terdiri dari 19 kelas.
“Pelatihannya itu berbasis permintaan masyarakat. Dan yang diminati masyarakat
di Putat Jaya adalah pelatihan makanan olahan, kue basah, kue kering, dan
produk rumah tangga. Kelompok swadaya yang telah dibentuk dalam pelatihan, kini
mulai merintis usaha,” ujarnya.
Anto Handiono
menambahkan, selain melakukan pelatihan kepada warga terdampak, Bapemas KB juga
memberikan bantuan untuk alat produksi dan juga menfasilitasi pemasaran. “Kita
juga fasilitasi untuk menggunakan gerai milik Pemkot di mal, termasuk di gerai
milik Bapemas di rumah kreatif masyarakat Surabaya,” sambung dia.
Kepala Bagian
Humas Pemkot Surabaya, Muhamad Fikser mengatakan, banyaknya warga terdampak
yang telah merintis usaha sendiri, menjadi bukti nyata bahwa Pemkot Surabaya
tidak sekadar menutup lokalisasi. Tetapi juga serius melakukan upaya penanganan
berupa intervensi dari beberapa dinas.
“Terkait
testimoni warga ini, nanti akan saya sampaikan ke dinas terkait. Jadi Pemkot
tidak hanya menutup. Tetapi juga melakukan berbagai kebijakan agar warga di
sana bisa beralih profesi dan menjadi mandiri,” jelas Fikser. ( Ham )