Surabaya Newsweek – Konflik Alih fungsi Dolly tak kunjung
selesai hingga saat ini , ironisnya, malah semakin memanas buktinya, ketika
penegak Perda Kota Surabaya melakukan pemasangan plakat yang bertulisan “ Kawasan
Bebas Prostitusi” diwilayah Dolly warga serentak menolak .
Pasalnya, warga terdampak Dolly mengaku belum diajak untuk
koordinasi terkait pemasangan Plakat tersebut bahkan, Front Pekerja Lokalisasi (FPL) , juga beramai- ramai memprotes dan menolak
plakat yang akan dipasang oleh Satpol PP Kota Surabaya sebagai Penegak Perda.
Mobil Pick up beserta truck yang membawa perlengkapan
pemasangan plakat diserbu warga, sempat
terjadi perdebatan antara Satpol PP dan warga lokasi perempatan Jl Jarak -
Dukuh Kupang, alhasil warga berhasil
memaksa truck dan petugas gabungan tersebut mengurungkan niatnya untuk memasang
plakat diwilayah warga terdampak.
"Apa – apaan ini . Memasang papan pengumuman tanpa
koordinasi dengan warga dan pengurus kampung. Sudah jelas kita masih menolak
penutupan. Benar-benar Walikota Risma kurang ajar, semaunya sendiri menindas
rakyat," kata salah satu warga yang menolak penutupan lokalisasi.
Belum puas mengusir petugas, puluhan warga yang geram atas
ulah Pemkot Surabaya tersebut berlanjut meluruk Kelurahan Sawahan di Jl Dukuh
Kupang berniat menemui Lurah Bambang Hartono, namun sempat mendapat hambatan
dari petugas, akhirnya warga berhasil merangsek masuk ke pendopo dan
meneriakkan umpatan dan kecaman kepada Walikota Surabaya Tri Rismaharini.
"Kalau berani, biar Risma (Walikota) yang memasang
plakat itu. Sampai sekarang juga tidak berani menemui warga lokalisasi,. seharusnya
sebagai negara merdeka pemerintah memberikan lapangan pekerjaan bukan malah
menutup," Tantang salah satu warga yang kecewa atas sikap Walikota
Surabaya.
Front Pekerja Lokalisasi (FPL) mempertanyakan apa maksud
pemasangan plakat tersebut, karena pihaknya dan seluruh warga merasa menolak alih fungsi lokalisasi masih tetap
pada pendirian menolak deklarasi yang dilakukan Pemkot sebulan yang lalu.
"Semua yang dikatakan Pemkot semuanya abal-abal (tidak
benar). Sampai sekarang warga tetap menolak. Deklarasi dan kompensasi itu warga
rekayasa," katanya.
Menurut Irvan Widyanto
Kasatpol-PP kota Surabaya terkait pemasangan plakat yang dilakukan anak buahnya
tidak ada masalah jika ada sikap
penolakan dari warga yang masih kontra dengan penutupan lokalisasi Dolly dan
Jarak, karena hal itu memang sudah diprediksi sebelumnya.
“kami tidak ada masalah, yang penting dalam penolakan itu
tidak terjadi sesuatu yang berakibat kepada warga dan anggota kami, karena
dalam penegakan Perda kami tetap mengedepankan sikap persuasive dan humanis,”
jawab Irvan via ponselnya.
Sebagai aparat penegak Perda kota Surabaya, Irvan juga
mengatakan bahwa pihaknya tetap akan menjalankan tugas sebagaimana mestinya meski, dalam pelaksanaannya mendapati berbagi
tantangan di lapangan.
“pemasangan plakat tetap akan kami laksanakan, namun waktunya
belum bisa kami tentukan karena kami harus mempertimbangkan berbagai hal
termasuk menghindari potensi konflik horizontal,” tambahnya.
Sementara Tri Rismaharini Walikota Surabaya saat ditanya soal
perlawanan warga terhadap pemasangan plakat “kawasan Bebas Prostitusi” yang
dilakukan petugas Satpol-PP kota Surabaya mengatakan akan tetap dilaksanakan.
“menolak iya silahkan saja, akan tetapi papan itu tetap akan kami pasang di jalan kita sendiri,
bukan di halaman rumah mereka, jadi mereka sebetulnya tidak punya hak untuk menolak,” terangnya.
Masih Risma, bahwa
pemkot Surabaya akan tetap melaksanakan pemasangan plakat karena sudah menjadi
program yang baku Pemerintah Kota Surabaya apapun resikonya.
“kami tetap akan memasang plakat itu, namun caranya kami
tidak bisa memaparkan saat ini, karena masalah itu dampaknya sangat luar biasa,
saya tidak akan menghancurkan generasi muda, untuk itu program ini tetap akan
kami lanjutkan apapun resikonya,” Tambah
Risma saat akan memasuki ruang rapat Paripurna di DPRD Kota Surabaya. ( Ham )