Surabaya
Newsweek –Dinkes Kota Surabaya harus lebih maksimal melakukan pengawasan dan pengendalian masalah kesehatan untuk penyakit yang dinilai sangat berbahaya
bagi kehidupan masyarakat Kota Surabaya bahkan, harus mampu meminimalisir angka
penderita HIV / AIDS sekecil mungkin.
Terbukti
penderita HIV/ AIDS dikota Surabaya untuk Tahun 2012- 2013 mencapai 1506 untuk total keseluruhan selama 2 ( Dua ) Tahun
, Ironisnya dalam tahun 2014, sampai bulan Mei masih ada penderita HIV / AIDS sebanyak 281, tentu saja
Dinkes dinilai masih lamban dalam
mengantisipasi terjangkitnya penyakit yang mematikan yang ada dikota Surabaya.
Menurut
. Mira Novia
M.Kes, Kepala Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan
Dinkes Kota Surabaya dalam jumpa pers di kantor Bagian Humas Pemkot Surabaya,
Kamis (17/7), mengatakan,” “Kasus
HIV/AIDS banyak ditemukan di kawasan
,
Krembangan, Pabean Cantikan, Sawahan, dan Wonokromo cukup tinggi, dikarenakan dampak dari
keberadaan lokalisasi,” Ujarnya.
Selain itu, di
kawasan itu juga terdapat hot spot seperti tempat hiburan. Di kawasan lain
seperti Gubeng, Sukolilo dan Rungkut juga ada, tetapi tidak sebesar di daerah
tersebut, , keberadaan kantong-kantong berupa lokalisasi dan hot spot itulah
yang membuat angka penderita HIV/AIDS di
Surabaya lumayan tinggi.
Berdasarkan data
Dinkes, selama periode Januari hingga Mei 2014, ditemukan 281 kasus dengan
rincian 171 HIV dan 110 AIDS. Ironisnya,
jumlah penderitanya didominasi oleh mereka yang berusia produktif. Untuk tahun
2013 lalu, di Surabaya ada 754 kasus dengan rincian 501 HIV dan 253 AIDS.
Sementara di
tahun 2012, ditemukan 752 kasus dengan rincian 418 kasus HIV dan 300 AIDS.
Keberadaan Puskesmas di Surabaya yang dilengkapi Voluntary Counseling Test
(VCT) membuat keberadaan penderita HIV/AIDS bisa cepat terdeteksi,
“Dengan
lokalisasi di Surabaya sudah ditutup, harapan kami angka ini bisa terus
menurun. Sebenarnya warga Surabaya tidak banyak. Yang
banyak itu warga dari luar Surabaya. Tapi, untuk penanganannya kan, kita tidak
melihat darimana mereka berasal,” sambung Mira.
Pasca penutupan lokalisasi,
Mira mengatakan bahwa Dinkes Kota Surabaya memeriksa 486 orang PSK. Dari jumlah
tersebut, sebanyak 45 orang diketahui positif. Tetapi tidak semuanya penderita
baru. Sebagian adalah penderita lama. Mereka kebanyakan berasal dari luar kota
seperti Bandung, Indramayu, Malang dan Jember.
“Ada wisma yang tidak berkenan (diperiksa) karena beralasan memiliki
dokter sendiri,” ujarnya.
Untuk
penanganan, selain berkoordinasi dengan Dinkes Provinsi Jatim, Dinkes Kota
Surabaya juga menyurati Dinkes tempat tinggal para PSK tersebut berdasarkan
Kartu Tempat Tinggal (KTP). Dinkes Kota Surabaya juga bekerja sama dengan
lintas sektor untuk memperkuat upaya pencegahan penularan HIV/AIDS. “Kami
bekerja sama dengan Dinas Pariwisata Kota Surabaya untuk melakukan pemeriksaan
di tempat-tempat yang berpotensi sebagai tempat transaksi seks. Termasuk juga
bekerja sama dengan LSM untuk masuk ke komunitas yang berisiko,” sambung Mira.
Sementara dr. Ita Puspita Dewi, SpKK dari
RSUD Soewandhi menambahkan, orang yang mengidap HIV, secara kasat mata tidak
terlihat sakit. Sebab, mereka bisa beraktivitas normal. Mereka baru terlihat
sakit ketika dilakukan pemeriksaan. Dijelaskan Ita, sejak tahun 2005, pihaknya
sudah mobile ke titik-titik yang berisiko seperti misalnya panti pijat.
“Seluruh ibu
hamil di Surabaya juga harus dilakukan pemeriksaan HIV. Ini untuk pemutusan
dini supaya bayinya tidak ikut terkena. Termasuk di 62 Puskemas di Surabaya,
ibu hamil pertama kali dites HIV. Sebab, penularan HIV ke anak bisa melalui
asupan makanan. Makanya, bila ditemukan, kami kemudian melakukan terapi untuk
memperkuat imun ke ibunya sehingga virusnya bisa tertekan,” jelas Ita. ( Ham )