Surabaya - Pemerintah Kota Surabaya memastikan bahwa pengembalian
dana stimultan oleh sebagian wanita harapan tidak akan berpengaruh terhadap
program rehabilitasi kawasan eks-lokalisasi Dolly-Jarak. Hal tersebut
ditegaskan Kadinsos Surabaya Supomo dalam jumpa pers di Kantor Humas Pemkot
Surabaya, Kamis (26/6).
Sebagaimana marak diberitakan sebelumnya, bahwa
beberapa wanita harapan memilih mengembalikan bantuan dari Kementerian Sosial
(kemensos) senilai Rp. 5.050.000. Menurut Supomo, itu merupakan hak
masing-masing individu sehingga pihaknya tidak bisa menghalangi niatan
tersebut.
“Itu terserah mereka. Uang itu akan kami kembalikan ke
pemerintah pusat,” katanya.
Supomo mengatakan, pembagian dana stimultan bagi para
wanita harapan dan mucikari sudah dimulai sejak 19 Juni dan berdasar jadwal
akan berakhir hari ini (26/6). Setelah itu, dia menegaskan tidak akan ada lagi
perpanjangan waktu pengambilan dana kompensasi. “Kita tetap berpedoman pada
deadline pembagian stimultan yakni pada 26 Juni 2014. Tidak ada perpanjangan
lagi. Dana yang tidak diambil akan dikembalikan ke Kemensos,” imbuh mantan
Camat Kenjeran ini.
Pada kesempatan yang sama, Kasatpol PP Surabaya Irvan
Widyanto menyatakan, langkah-langkah yang ditempuh pemkot terkait upaya alih
fungsi Dolly dan Jarak sejauh ini sesuai dengan tahapan-tahapan yang telah
direncanakan. Soal kesan bahwa belum ada tindakan tegas menyikapi berbagai aksi
di lapangan, Irvan menjelaskan, selama ini pihaknya masih mengedepankan
pendekatan preventif secara humanis.
“Sebisa mungkin tidak ada potensi konflik horizontal
dalam upaya rehabilitasi kawasan lokalisasi Dolly dan Jarak. Tidak boleh ada
korban dan tidak boleh ada yang dikorbankan. Itu keinginan Ibu Walikota,”
terang dia.
Ditanya apakah diperlukan peraturan walikota (perwali)
khusus atau surat keputusan (SK) yang mendasari proses rehabilitasi lokalisasi,
Irvan menjawab bahwa perwali maupun SK tidak dibutuhkan. Pasalnya pemkot memang
tidak pernah secara resmi membuka lokalisasi. Oleh karenanya, dalam hal
menyelenggarakan pemerintahan demi kebaikan masyarakat, pemkot berpegang pada
Undang-undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Di situ dijelaskan
bahwa pemerintah daerah punya hak dan wewenang mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Di samping itu, pemkot juga berpedoman pada Perda No.7
Tahun 1999 yang melarang penggunaan bangunan/tempat untuk perbuatan asusila.
Sebab, geliat prostitusi yang berbaur dengan permukiman warga diyakini
berdampak pada kualitas hidup masyarakat di sekitarnya, khususnya anak-anak.
Untuk itu, pemkot berkomitmen mengubah wajah Dolly dan Jarak. Ke depan, kawasan
tersebut digadang-gadang menjadi sentra bisnis. Dengan demikian, warga bisa
menggantungkan hidupnya pada profesi baru yang lebih bermartabat.
Sementara itu, menjelang memasuki bulan Ramadan, Satpol
PP Kota Surabaya bersiap melakukan sweeping
di tempat-tempat hiburan. Hal itu sesuai amanat Perda No.2 Tahun 2008 Tentang
Kepariwisataan. Dalam kesepakatan seruan bersama dinyatakan bahwa kegiatan
usaha diskotik, panti pijat, kelab malam, karaoke, spa dan pub (rumah musik)
diwajibkan menutup/menghentikan kegiatan selama bulan Ramadan.
Dikatakan Irvan, personel Satpol PP yang telah
bersinergi dengan jajaran samping (TNI dan Polri) sudah disiapkan. Tiap harinya
sebanyak 100 personel Satpol PP akan melakukan razia di tiap-tiap kecamatan.
Khusus tahun ini, pemkot akan fokus memelototi
kawasan-kawasan eks-lokalisasi. Aparat bakal memastikan di tempat-tempat tersebut
tidak akan ada lagi kegiatan esek-esek.
“Itu tanggung jawab kami selaku pemerintah daerah yakni
menjaga kondusivitas kota. Agar jangan sampai ada sweeping-sweeping yang meresahkan masyarakat. Oleh karenanya, kami
menjamin dan berusaha semaksimal mungkin kesepakatan seruan bersama tidak
dilanggar,” pungkas mantan Kabag Pemerintahan ini. ( *** )