Surabaya Newsweek- Semakin
maraknya Videotron
dikota surabaya khususnya disudut –
sudut kota membuat Ketua Komisi
C DPRD Kota Surabaya angkat
bicara dan menyoal keberadaan Videotron
yang dinilai sangat mengkuwatirkan penguna jalan ketika melintasi videotron
yang cahayanya sangat menyilaukan mata dan rawan kecelakaan .
Munculnya
sejumlah reklame berukuran besar terutama jenis videotron yang berdiri di
hampir seluruh perempatan dan pertigaan diseluruh wilayah kota Surabaya, Ketua
Komisi C DPRD Surabaya Sachiroel Alim Anwar menyatakan akan memanggil Pemerintah
Kota (Pemkot) Surabaya untuk menanyakan keberadaannya, karena berpotensi
menjadikan kota sebagai hutan reklame.
“Kita akan menanyakan Pemkot terkait munculnya reklame besar, terutama videotron-videotron baru itu,” kata Alim, Rabu (4/6).
Berdasarkan hearing (dengar pendapat) sebelumnya, kata dia, sebenarnya Pemkot Surabaya telah berkomitmen tidak akan menjadikan Kota Pahlawan sebagai hutan reklame. Tapi, kenapa belakangan ini muncul banyak videotron baru. Menurutnya, agenda hearing tidak hanya terkait dengan izin reklame, namun juga terkait dengan semua penertiban izin, termasuk Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Terutama argumentasi pemkot soal videotron itu.
“Biasanya Pemkot selalu bilang bahwa izin videotron tersebut sudah lama dan sekarang ini baru operasionalnya. Mestinya, videotron-videotron tersebut lebih difokuskan untuk pelayanan publik. Bukan untuk tujuan komersial,” ingat Alim.
Berdasarkan pengalaman selama ini, pemerintah kota memang terkesan kurang tegas dalam menindak materi reklame yang tidak mengantongi izin. Bahkan, dalam beberapa kesempatan pemkot kerap mengeluarkan izin pendirian reklame yang sebelumnya telah dinyatakan bodong alias tak berizin.
“Mestinya, kalau sudah terbukti tidak memiliki izin langsung dibongkar. Tapi selama ini kan tidak. Begitu pemilik reklame mengajukan langsung saja dikeluarkan izinnya. Padahal, birokrasi semacam itu kan tidak bagus,” tegasnya.
Anggota komisi C Sudirjo mendesak pemasangan reklame hanya di dinding gedung. Ini demi untuk menghindari adanya kecelakaan akibat reklame roboh dan estetika kota. Dinas terkait seperti Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) sudah selayaknya memikirkan hal ini dan lebih selektif dalam mengeluarkan perizinan kepada para penyedia jasa reklame.
“Pemasangan yang paling aman hanya di dinding gedung saja, utamanya pemasangan papan reklame yang besar-besar,” katanya.
Selanjutnya, kata dia, pihaknya meminta Pemkot Surabaya bersikap tegas terkait mulai maraknya papan reklame di beberapa titik di kota pahlawan yang melanggar ketentuan dan membahayakan pihak lain.
“Apapun alasanya, sudah waktunya reklame di Surabaya mulai ditata. Kalau DKI Jakarta saja bisa membatasi kenapa di Surabaya tidak?. Padahal, keberadaan reklame itu juga memperburuk estetika kota,” ujarnya.
Politisi asal Partai Amanat Nasional (PAN) itu memandang opsi yang paling pas ke depan pendirian reklame cukup diempelkan pada dinding-dinding gedung pencakar langit. Selain tidak mengganggu pemandangan, cara tersebut juga tidak membahayakan para pengguna jalan atau orang di sekitarnya.
“Saya juga tak sependapat pemasangan reklame dengan videotron. Kecuali papan videotron itu juga menempel di dinding gedung-gedung, bukan berdiri sendiri seperti yang belakangan ini sudah ada,” terangnya.
Terpisah, Kepala DCKTR Pemkot Eri Cahyadi mengatakan, pihaknya siap mengadakan evaluasi bersama komisi C DPRD Surabaya. Kalau itu yang dikehendaki DPRD, maka tidak ada salahnya Pemkot juga ikut membahasnya. "Kami siap-siap saja, apalagi mengadakan evaluasi," tandasnya
“Kita akan menanyakan Pemkot terkait munculnya reklame besar, terutama videotron-videotron baru itu,” kata Alim, Rabu (4/6).
Berdasarkan hearing (dengar pendapat) sebelumnya, kata dia, sebenarnya Pemkot Surabaya telah berkomitmen tidak akan menjadikan Kota Pahlawan sebagai hutan reklame. Tapi, kenapa belakangan ini muncul banyak videotron baru. Menurutnya, agenda hearing tidak hanya terkait dengan izin reklame, namun juga terkait dengan semua penertiban izin, termasuk Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Terutama argumentasi pemkot soal videotron itu.
“Biasanya Pemkot selalu bilang bahwa izin videotron tersebut sudah lama dan sekarang ini baru operasionalnya. Mestinya, videotron-videotron tersebut lebih difokuskan untuk pelayanan publik. Bukan untuk tujuan komersial,” ingat Alim.
Berdasarkan pengalaman selama ini, pemerintah kota memang terkesan kurang tegas dalam menindak materi reklame yang tidak mengantongi izin. Bahkan, dalam beberapa kesempatan pemkot kerap mengeluarkan izin pendirian reklame yang sebelumnya telah dinyatakan bodong alias tak berizin.
“Mestinya, kalau sudah terbukti tidak memiliki izin langsung dibongkar. Tapi selama ini kan tidak. Begitu pemilik reklame mengajukan langsung saja dikeluarkan izinnya. Padahal, birokrasi semacam itu kan tidak bagus,” tegasnya.
Anggota komisi C Sudirjo mendesak pemasangan reklame hanya di dinding gedung. Ini demi untuk menghindari adanya kecelakaan akibat reklame roboh dan estetika kota. Dinas terkait seperti Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) sudah selayaknya memikirkan hal ini dan lebih selektif dalam mengeluarkan perizinan kepada para penyedia jasa reklame.
“Pemasangan yang paling aman hanya di dinding gedung saja, utamanya pemasangan papan reklame yang besar-besar,” katanya.
Selanjutnya, kata dia, pihaknya meminta Pemkot Surabaya bersikap tegas terkait mulai maraknya papan reklame di beberapa titik di kota pahlawan yang melanggar ketentuan dan membahayakan pihak lain.
“Apapun alasanya, sudah waktunya reklame di Surabaya mulai ditata. Kalau DKI Jakarta saja bisa membatasi kenapa di Surabaya tidak?. Padahal, keberadaan reklame itu juga memperburuk estetika kota,” ujarnya.
Politisi asal Partai Amanat Nasional (PAN) itu memandang opsi yang paling pas ke depan pendirian reklame cukup diempelkan pada dinding-dinding gedung pencakar langit. Selain tidak mengganggu pemandangan, cara tersebut juga tidak membahayakan para pengguna jalan atau orang di sekitarnya.
“Saya juga tak sependapat pemasangan reklame dengan videotron. Kecuali papan videotron itu juga menempel di dinding gedung-gedung, bukan berdiri sendiri seperti yang belakangan ini sudah ada,” terangnya.
Terpisah, Kepala DCKTR Pemkot Eri Cahyadi mengatakan, pihaknya siap mengadakan evaluasi bersama komisi C DPRD Surabaya. Kalau itu yang dikehendaki DPRD, maka tidak ada salahnya Pemkot juga ikut membahasnya. "Kami siap-siap saja, apalagi mengadakan evaluasi," tandasnya
“menurut saya, pak Eri layak diberikan gelar Mr Videotron, karena sejak di pegang dia, sudah puluhan bahkan saya curiga sudah mencapai ratusan ijin papan reklame jenis videotron yang keluarkan, seperti diobral, dan terbukti sebagian telah terpasang dihampir sudut kota, padahal keberadaannya sangat membahayakan pengendara karena sinarnya menyilaukan mata,” ujarnya. ( Ham )