Surabaya Newsweek -Tri
Rismaharini Walikota Surabaya merasa apa
yang dilakukan untuk rencana penutupan lokalisasi Dolly 18 Juni 2014 mendatang tidak
ada pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) sama sekali karena dalam rencana proses
penutupan lokalisasi Dolly di Kelurahan Putat Jaya Kecamatan Sawahan. Pasalnya,
telah dilakukan sosialisasi dan setelah
penutupan, baik Pekerja Seks Komersial (PSK),mucikari dan warga terdampak
Walikota berjanji nasibnya tetap akan
diperhatikan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.
Risma,
panggilan Tri Rismaharini saat menerima kunjungan dari warga yang sepakat
penutupan Dolly di Balai Kota Surabya kemarin mengatakan, tidak ada pelanggaran
HAM yang dilakukan Pemkot Surabaya. Sebaliknya, pemkot ingin agar warga
setempat, khususnya anak-anak bisa mendapat masa depan yang lebih baik. Pemkot
juga tidak menutup lokalisasi begitu saja. Warga, PSK dan mucikari juga diberi
pelatihan ketrampilan agar mereka bisa hidup dengan ketrampilan tersebut.
Bahkan, pemkot siap memberi modal usaha bagi para korban penutupan ini. “Kami
ingin agar mereka (yang hidup di Dolly) bisa mendapat pekerjaan yang lebih
baik. Tidak hanya untuk mereka, tapi juga anak-anak mereka. Saya pastikan tidak
ada pelanggaran HAM,” ujarnya.
Orang nomor satu
di Surabaya ini menegaskan, yang memicu dirinya menutup lokalisasi ini adalah
soal masa depan anak-anak. Seringkali dia inspeksi mendadak (sidak) ke sejumlah
tempat hiburan, banyak sekali ditemukan anak dibawah umur menjadi korban
perdagangan orang (traffiking). Praktik-praktik seperti ini tidak menutup
kemungkinan juga terjadi di Dolly. “Jika setelah Dolly ditutup ada warga yang
bilang tidak punya pekerjaan, silahkan ngomong ke saya, akan saya bantu.
Sekarang sudah ada orang di Dolly yang sudah bekerja di linmas (perlindungan
masyarakat) dan Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja),” terangnya.
Kepala Dinas
Sosial (Dinsos) Kota Surabaya, Supomo ini menambahkan, saat ini Pemkot Surabaya
sudah menyiapkan dana segar sebesar Rp16 miliar untuk merehabilitasi lokalisasi
Dolly. Dana tersebut untuk memberi modal usaha dan ketrampilan warga. Bahkan,
pemkot siap membeli sejumlah wisma di Dolly. Wisma tersebut nantinya akan
diubah fungsinya menjadi lembaga pendidikan, tempat berjualan barang dagangan
dan juga balai Rukun Warga (RW). “Kami jamin, tidak ada
satupun pelanggaran HAM dalam penutupan ini. Justru kami ingin lindungi hak-hak
warga untuk dapat hidup lebih nyaman dan lebih baik,” imbuhnya.
Salah satu
warga Kelurahan Putat Jaya, Anton mengaku sangat mendukung rencana pemkot
menutup lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara tersebut. Sebab, keberadaannya
sudah mengganggu kenyamanan hidup. Dia mencontohkan, tidak ada satupun teman
perempuan adiknya yang berani datang ke rumahnya. Mereka takut diganggu oleh
orang Dolly. Sehingga, seringkali ketika hendak ke rumah, harus dijemput.
“Selain itu, ketika melamar pekerjaan, kalau diketahui sebagai orang dari
Dolly, sulit diterima kerja. Ini karena ada anggapan buruk,” ungkapnya.
Sementara
itu, Komisioner Komnas HAM, Dianto
Bachriadi yang juga hadir dalam pertemuan ini menyatakan, dalam
soal Dolly ini, pihaknya tidak dalam posisi mendukung atau menolak penutupan.
Pihaknya hanya ingin memastikan tidak ada pelanggaran HAM yang dilakukan pemkot
selama penutupan dilakukan. Pelanggaran HAM ini misalnya, terjadi unsur
pemaksaan pada warga. Kemudian ketika ditutup nasib warga menjadi sengsara.
“Kami ingin rencana pemerintah yang memang
baik ini bisa dilakukan dengan baik juga dan tepat sasaran. Orang yang ada di
Dolly ini juga harus ada kepastian jaminan penghasilan mereka. Jika rencana
alih profesi dan alih fungsi ini bisa berjalan dengan baik, maka tidak ada
pelanggaran HAM,” katanya.
Komnas HAM
sendiri akan mengawal penutupan Dolly ini hingga tuntas. Saat ini, komisi
penegak dan pejuang HAM itu sudah mendapat masukan dari warga yang sepakat dan
menolak penutupan. Jika selama ini terjadi kebuntuan komunikasi antara pemkot
dengan warga yang menolak penutupan, Komnas HAM siap memfasilitasi agar terjadi
dialog. Dialog ini penting agar ditemukan solusi bersama yang tidak merugikan
kedua belah pihak. “Pemkot harus diberi kesempatan untuk menjelaskan programnya
pada warga Dolly. Kalau ada hambatan pemkot masuk ke lokalisasi, saya akan
bantu,” tandasnya. ( Ham )