Surabaya Newsweek- Deklarasi yang dilakukan Kemarin ( 18/ 06
), untuk dialih fungsikan menandai sepak terjang lokalisasi yang sempat diklaim
terbesar se-Asia Tenggara tersebut. Bersamaan dengan itu, Walikota Surabaya Tri
Rismaharini menyatakan sudah tidak ada lagi lokalisasi di Kota Pahlawan.
Kendati deklarasi berjalan lancar, namun Risma menganggap hal
itu bukan sebagai akhir perjuangannya. Sebaliknya, menurut dia tindakan
penanganan paska deklarasi justru tak kalah berat. Pemkot punya tanggung jawab
memulihkan kondisi mental anak-anak yang tinggal di kawasan lokalisasi. Selama
ini, faktor psikis anak-anak memang menjadi pertimbangan utama pemkot
memutuskan merehabilitasi Dolly dan Jarak. Pasalnya, kegiatan prostitusi secara
terbuka membaur dengan kehidupan permukiman.
Namun Pemkot Surabaya masih bisa dikatakan tebang pilih dalam
melakukan deklarasi Penutupan Dolly dan Jarak, karena tempat -
tempat maksiat seperti Panti pijat plus- plus, dan kost – kost an yang
bebas utuk bisa berbuat asusila yang ada
di Kota Pahlawan ini yang selalu aktif beroperasi, tapi Ironisnya tempat-
tempat seperti itu lepas dari pantauan Pemkot Surabaya, padahal tempat seperti
itu juga ditengah kawasan masyarakat.
Menurut Walikota Surabaya pergerakan 48 Ormas dalam deklarasi
tersebut bukan dikoordinir secara pribadi namun kehendak mereka masing- masing
untuk datang dan melihat deklarasi,’ saya tidak mengkoordinir ormas – ormas itu
, itu bukan tipe saya,” Terang Risma.
Walikota perempuan pertama di Surabaya ini tak memungkiri
bahwa rehabilitasi kawasan lokalisasi butuh proses. Di eks-lokalisasi Sememi
dan Klakahrejo saja pembangunan fisik hingga kini masih berlangsung. Padahal, deklarasi
alih fungsi di kedua lokasi tersebut sudah dilakukan sejak akhir tahun lalu.
Artinya, tidak ada sesuatu yang instan. ( Ham
)