Surabaya
Newsweek - Kurangnya perhatian khusus dari Dinas Pendidikan Kota
Surabaya mengenai siswa siswi yang ikut Ujian Nasional ( Unas )
membuat 21 siswa SMA Jaya Sakti gagal mengikuti Ujian Nasional , peran
serta Dinas pendidikan Surabaya sebagai wadah bila ada permasalahan untuk
Sekolah seluruh dikota surabaya ternyata hanya meninggalkan kesan
buruk terbukti. Gagalnya 21 siswa yang tidak bisa mengikuti Unas ,
menandai bahwa ketidak becusan Ikhsan sebagai Kepala Dinas Kota Surabaya
Kepala
Dinas Pendidikan (dindik) Surabaya Ikhsan angkat bicara menyikapi kegagalan 21
siswa SMA Jaya Sakti mengikuti ujian nasional (UN) tahun ini. Dia justru mencari
kambing hitam dalam masalah ini, dia malahmempertanyakan kejelasan status
siswa-siswa tersebut. Pasalnya, seluruh pelajar SMA Jaya Sakti sudah dimerger
ke SMA Mardisiwi dan seluruh prosesnya sudah beres sejak Maret 2013.
Tahapan
merger dimulai pada 13 Maret 2013. Saat itu, sebanyak 32 siswa yang duduk di
kelas XII dipindahkan ke SMA Mardisiwi. Kemudian menyusul pada 21 Maret 2013,
sebanyak 29 siswa resmi dimutasi ke sekolah yang sama. Rinciannya, 7 siswa
kelas X dan 22 siswa kelas XI. “Siswa kelas XII SMA Jaya Sakti yang dipindah
itu semua sudah ikut UN tahun lalu. Sedangkan, yang dulu pada saat pemindahan
duduk di kelas XI yang berjumlah 22 siswa itu sekarang ikut UN semua. Jadi
semua siswa SMA Jaya Sakti kini sudah bersekolah dan terdaftar di SMA
Mardisiwi” kata Ikhsan dalam jumpa pers di kantor Dindik Surabaya, Selasa
(15/4).
Lantas
bagaimana dengan 21 siswa yang gagal UN? Terkait hal tersebut Ikhsan balik
mempertanyakan asal-usul mereka. Pasalnya, tanpa izin operasional, sekolah
dilarang menerima siswa baru. “Andai kata SMA Jaya Sakti menerima siswa baru,
meskipun itu menurut peraturan tidak boleh, para siswa tersebut harus memulai
dari kelas X dan menjalani kegiatan belajar-mengajar. Untuk kejelasan
administrasinya mereka harus punya buku induk, rapor atau catatan akademik,”
terang Mantan Kepala Bapemas dan KB Surabaya ini.
Di
samping itu, segala bentuk proses mutasi siswa juga harus sepengetahuan dindik.
Dalam hal ini, Dindik Surabaya sama sekali tidak mendapat informasi terkait hal
tersebut. Intinya, sejak Maret 2013 seharusnya sudah tidak ada kegiatan
belajar-mengajar di SMA Jaya Sakti. Jika sekarang ada siswa dari sekolah yang
beralamat di Jl Karang Asem no 43 ingin ikut UN, berarti legalitasnya patut
dipertanyakan.
Hal
senada juga diungkapkan Auditor Irjen Kemendikbud, Setiabudi Tarigan. Dia
menjelaskan, penetapan peserta UN melalui mekanisme yang cukup panjang.
Desember 2013 adalah batas akhir penetapan DNT (daftar nominasi tetap) peserta
UN. Daftar tersebut dihimpun berdasar data dari dindik kota/kabupaten kemudian
diserahkan ke provinsi yang selanjutnya dikirim ke pemerintah pusat. Data
itulah yang dijadikan acuan dalam mencetak naskah soal UN.
Tarigan
menyatakan bahwa 21 siswa yang gagal UN tetap punya hak mengikuti ujian. Yakni,
dengan mendaftar untuk mengikuti kejar paket C. Itu pun tetap harus sesuai
prosedur. “Mereka harus punya data akademik yang jelas, seperti rapor kelas X
dan XI,” ujarnya.
Ikhsan
menambahkan, saat ini pihaknya memilih untuk mengikuti proses hukum yang sedang
diproses di PTUN. Selain itu, dia menghimbau para orang tua untuk mengecek izin
sekolah dan akreditasinya sebelum mendaftarkan anaknya di sekolah tersebut.
“Daftar izin sekolah dan akreditasi bisa dilihat di website Dindik Surabaya,”
pungkasnya. ( Ham )