52 PMKS Dipulangkan ke Daerah Asal



            

Surabaya Newsweek- Sebanyak 52 orang penyandang masalah kesejahteraan social (PMKS) yang selama ini dirawat di Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) Keputih, dipulangkan ke daerah asalnya dengan menggunakan sembilan mobil. Dari 52 orang PMKS tersebut, sebanyak 37 orang merupakan gelandangan dan pengemis. Sisanya merupakan psikotik (mengalami gangguan jiwa). Prosesi pemulangan PMKS dipimpin langsung oleh Walikota Surabaya, Tri Rismaharini di halaman Taman Surya, Kamis (3/4).

Walikota Surabaya dalam sambutannya mengatakan, pemulangan PMKS ke daerah asalnya ini merupakan kegiatan rutin yang dilakukan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Para PMKS tersebut dipulangkan karena sudah dinyatakan ‘lulus’ untuk bisa kembali berinteraksi dengan keluarga dan masyarakat. Selama di Liponsos, mereka didampingi psikiater dan juga tenaga kesejahteraan sosial kecamatan (TKSK).

“Kita rutin melakukan ini (pemulangan PMKS) setiap tahun. Tentunya kalau mereka sudah sembuh. Jadi tergantung kesiapan mereka,” tegas Walikota Risma.
Dikatakan Walikota Risma, pemulangan PMKS ini juga menjadi upaya untuk mengurangi kapasitas Liponsos Keputih yang semakin sesak. Ini karena jumlah penghuni Liponsos Keputih sudah jauh melebihi kapasitas huniannya. Sekarang ini, jumlah penghuni Liponsos Keputih mencapai 1204 orang. Padahal, kapasitas normalnya hanya 400 orang. Pemkot Surabaya selama ini sudah mengupayakan penambahan ruangan untuk mengatasi sesaknya Liponsos. Termasuk juga melakukan penambahan tenaga pendamping.

 “Sebetulnya kan kita sudah overload. Tapi masak saya tega membiarkan mereka ada di jalanan dan makan dari sampah-sampah. Makanya itu kita rawat. Kalau belum sembuh saya kan ndak boleh memaksa mereka pulang, kan ndak benar. Jadi yang dipulangkan ya yang sembuh saja,” sambung walikota.

Untuk memastikan bahwa pemulangan PMKS ini berjalan lancar, TKSK ikut menyertai prosesi pemulangan mereka hingga ke rumah masing-masing. Pemkot Surabaya melalui Dinas Sosial juga sudah melakukan berbagai upaya. Diantaranya menyampaikan rencana pemulangan tersebut kepada Dinas Sosial kabupaten/kota setempat. Termasuk juga menyampaikan laporan kepada Pemerintah Provinsi Jatim. Nantinya, para PMKS tersebut akan diserahkan ke kepala kelurahannya masing-masing.
“Ke depannya, saya berharap semua daerah menaruh perhatian terhadap mereka. Mereka harus dibimbing sampai bisa mandiri. Meskipun mereka gila, tetapi mereka kan juga manusia. Jadi harus dirawat,” sambung walikota.

Selaras dengan walikota, Kepala Dinas Sosial Kota Surabaya, Supomo mengatakan, Pemkot Surabaya selama ini sudah berbaik hati karena meskipun para PMKS tersebut bukan warga Surabaya, mereka tetap dirawat di Liponsos Keputih. Mereka yang dipulangkan berasal dari berbagai kabupaten dan kota di Jatim seperti Gresik, Lamongan, Tuban, Sidoarjo, Mojokerto, Tulungagung, Kediri, Probolinggo, Pasuruan, Jember, Madiun, Ngawi, Malang, Blitar, Banyuwangi. Serta Bangkalan, Sumenep dan Pamekasan. “Pemkot tidak mau menelantarkan orang meski mereka ini bukan asli Surabaya,” ujar Supomo.

Sebelum dipulangkan, kondisi para PMKS tersebut berangsur membaik dibandingkan ketika pertama kali mereka masuk ke Liponsos Keputih.  Setelah didampingi psikolog dan psikiater serta TKSK, mereka yang awalnya susah diajak ngomong dan perilakuknya sulit dikendalikan, perlahan mulai membaik dan bisa beraktivitas normal. Mereka juga dibekali berbagai pelatihan ketrampilan.
“Sebelum pemulangan ini, mereka kami ajak rekreasi dan outbond di KBS. Mereka senang dan itu berpengaruh positif terhadap pemulihan kesehatan dan mental mereka,” sambung mantan Camat Kenjeran ini.

Sementara Kepala UPTD (Unit Pelaksana Teknis Dinas) Liponsos Keputih, Sri Supadmi menambahkan, tidak mudah untuk merawat para PMKS tersebut. Ketika ditemukan di jalanan, kebanyakan dari mereka merupakan psikotik yang sulit diajak bicara dan juga tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP). Bahkan, ada yang ditemukan tanpa sehelai benang pun melekat di badannya. Dan untuk bisa menyimpulkan seorang PMKS dinyatakan ‘lulus’ sehingga bisa dipulangkan atau tidak ke daerah asalnya, harus sehat secara fisik dan sudah bisa ngomong dengan benar. “Maksudnya, ketika ditanya A ya jawabnya A. Kalau masih melenceng berarti belum stabil. Dan itu butuh proses, rata-rata bisa dua atau tiga bulan. Tapi untuk golongan psikotik bisa lebih lama,” ujar Sri.

Selama di Liponsos, Sri menyebut mereka dibekali dengan berbagai pelatihan ketrampilan seperti membuat sulam pita, membuat taplak dan keset yang dilakukan setiap hari. Termasuk juga diikutkan dalam siraman rohani demi memulihkan mental mereka. “Sebagian ada yang sudah bisa berinteraksi dan bahkan memiliki tabungan dari hasil ketrampilan mereka,” sambung Sri. (*)

Lebih baru Lebih lama
Advertisement