Menginjakkan kaki di Surabaya pada
Minggu (23/3) dan harus meninggalkan metropolis pada Minggu (30/3), rombongan
mahasiswa MIT menyadari mereka tidak punya banyak waktu. Pada Selasa (25/3),
mereka mengunjungi balai kota guna menemui Walikota Tri Rismaharini. Kesempatan
tersebut tidak disia-siakan. Satu per satu, mahasiswa mengajukan pertanyaan
kepada orang nomor satu di Pemkot Surabaya itu. Dengan harapan, mereka mendapat
data/informasi untuk melengkapi penelitian yang tengah disusun.
Prof. Dr. Ir. Johan Silas, dosen ITS
yang juga turut mendampingi rombongan mengatakan bahwa pengamatan lebih
difokuskan pada wilayah koridor utara-selatan yang rencananya akan dihubungkan
trem. Para mahasiswa ingin melihat dampak dan kesulitan apa yang bakal terjadi
seandainya trem itu sudah beroperasi. “Nah dengan hambatan seperti itu,
kira-kira kota ini harus diapain?
Itulah yang akan dibahas dalam penelitian mereka sehingga diharapkan ke depan
daerah-daerah yang dilalui trem itu bisa bagus,” katanya.
Akademisi kelahiran Samarinda itu
menyatakan, mahasiswa MIT akan memprediksi kemungkinan-kemungkinan masalah yang
akan muncul serta memberikan masukan bagaimana cara mengantisipasinya. Menurut
pendapat Johan Silas, hal tersebut jelas sangat menguntungkan Kota Surabaya.
Masukan yang diberikan tentu akan sangat berguna bagi pengembangan transportasi
massal.
Terlepas dari itu, Johas Silas
menuturkan, Surabaya patut berbangga pasalnya MIT merupakan perguruan tinggi
berbasis di Amerika Serikat (AS) yang memiliki reputasi global. Bisa berkuliah
di sana, menurut dia, adalah impian seluruh mahasiswa utamanya yang berminat di
jurusan teknik. “Perguruan tinggi top level dunia mau ke sini dan memberikan
masukan itu kan luar biasa. Jarang sekali ada kota di Indonesia yang dipelajari
oleh MIT,” paparnya.
Sementara, walikota dalam kesempatan
itu memaparkan tentang skema transportasi di Surabaya dari masa ke masa.
Dijelaskan Risma, sejak dulu kawasan utara merupakan wilayah pelabuhan
sedangkan agak ke arah tengah kota namun masih di wilayah utara terdapat
kawasan kota tua. Pada masa lampau, aktivitas padat di Surabaya bertumpu di
kedua kawasan tersebut. “Jalur utara-selatan sangat padat. Oleh karenanya, guna
mengurai kepadatan tersebut, pola pembangunan lantas dikembangkan ke barat dan
timur,” katanya.
Saat ini Surabaya tengah berupaya
mewujudkan AMC. Sebagai langkah persiapan, dalam waktu dekat akan dibangun
sejumlah sub-terminal dan park and ride
di beberapa titik. Hal itu bertujuan untuk memfasilitasi pergantian antar moda
saat AMC resmi beroperasi.
Risma menegaskan, park and ride bakal memainkan peran
penting saat Surabaya memasuki era AMC. Masyarakat diharapkan tidak perlu
jauh-jauh berkendara dengan kendaraan pribadi. Cukup ‘menitipkan’ kendaraannya
ke park and ride terdekat lalu
melanjutkan perjalanan dengan trem maupun monorel. Dengan demikian, pengguna
AMC tidak perlu capek-capek
mengemudi, apalagi kalau tujuannya jauh. Perjalanan pun dipastikan lancar
karena AMC terhindar dari macet.
Di samping itu, keberadaan park and ride selaras dengan arah
kebijakan pemkot di masa mendatang. Yakni, ke depan tidak boleh ada kendaraan
yang parkir di tepi jalan. Lantas bagaimana dengan para konsumen toko-toko di
pinggir jalan? Risma mengatakan hal itu tidak perlu dikhawatirkan. Justru dengan
adanya park and ride ini, para
pembeli bisa memarkir kendaraannya di titik terdekat dari toko. Dengan begitu,
geliat ekonomi toko pinggir jalan tetap terjaga. “Ya tentu kebiasaan harus
diubah dengan jalan kaki sedikit,” imbuhnya.
Dikatakan mantan kepala Bappeko ini,
konsep park and ride tidak hanya
sebagai tempat parkir. Tapi, dalam gedungnya juga dapat dijumpai pasar
tradisional, toko-toko kecil dan UKM yang terintegrasi dengan tempat parkir.(
*** ).