Newsweek-
Online Upaya Pemkot Surabaya menutup lokalisasi dolly mendapat dukungan dari
berbagai pihak, salah satunya datang dari Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama
(PWNU) Jawa Timur. Senin (2/12), Ketua PWNU Jatim, KH. Moh. Hasan Mutawakkil
Alallah bersama enam pengurus menemui Walikota Surabaya, Tri Rismaharini, di
balai kota guna menyampaikan dukungan tersebut.
“Maksud kunjungan kali ini adalah untuk menyampaikan amanat
para kyai yang mendukung penutupan lokalisasi di Surabaya,” ujar Hasan
mengawali pertemuan. Dia mengatakan, PWNU siap memberikan dukungan tertulis
yang melibatkan seluruh pengurus NU, mulai dari pengurus wilayah hingga level
anak ranting.
Selain itu, lanjut Hasan, bentuk support PWNU juga tertuang dalam tindakan pasca penutupan. PWNU
sudah menyiapkan program pendampingan perubahan perilaku, disamping
pengembangan skill dan sejumlah kegiatan lain sebagai bentuk tindak lanjut
setelah penutupan lokalisasi. “Sebenarnya, penutupan ini merupakan keinginan
lama yang baru terealisasi saat kepemimpinan Ibu Risma. Oleh karenanya, kami
akan mendukung total langkah pemkot ini. NU juga siap bekerja sama dengan aparat keamanan
bilamana dibutuhkan,” tegasnya.
Walikota yang didampingi Asisten IV Bidang Kesejahteraan
Rakyat, Eko Haryanto, Kadinsos Supomo dan Kabag Humas M. Fikser, menyatakan, rencananya
penutupan lokalisasi dolly bakal dilaksanakan sebelum bulan Ramadhan pada 2014.
Menurut Risma, menutup kawasan prostitusi sejatinya bukan
perkara sulit. Namun, yang perlu mendapat perhatian lebih dari pemkot yakni
pengkondisian pasca penutupan. “Kalau sekadar menutup saja, sekarang pun bisa.
Tapi masalahnya, kami harus menyiapkan tindakan pasca penutupan. Pengkondisian
itu yang jauh lebih berat karena sangat menentukan keberlanjutan kawasan
tersebut,” katanya.
Sebagai gambaran, untuk kawasan eks lokalisasi Sememi dan
Klakahrejo, pemkot mengalokasikan anggaran sebesar 28 miliar. Dana tersebut
digunakan untuk membangun pasar, sentra PKL, dan sejumlah sarana fasilitas umum
lainnya. Dengan demikian, warga penghuni eks lokalisasi mendapat peluang kerja
untuk memenuhi kebutuhan ekonominya.
Ditanya apakah upaya revitalisasi dolly memerlukan
persetujuan warga sekitar? Walikota menegaskan bahwa proses penutupan lokalisasi
terus berjalan kendati tanpa persetujuan. Pasalnya, berdasar Perda 7/1999
secara jelas menyebutkan bahwa kawasan tersebut berfungsi sebagai rumah
tinggal, bukan tempat prostitusi. “Dengan landasan perda tersebut pemkot berhak
mengambil tindakan untuk kebaikan kota. Sehingga untuk penutupan lokalisasi itu
tidak diperlukan persetujuan apa pun,” terang Risma.
Adapun salah satu alasan kuat walikota ingin segera merombak
kawasan dolly dan menjadikannya sentra bisnis adalah keprihatinan akan kondisi
sekolah. Risma mengaku beberapa kali mengunjungi sekolah yang terletak di
kawasan prostitusi. Hasilnya miris. Anak-anak di lingkungan lokalisasi
cenderung minder, malu, rendah diri, dan lebih parah lagi ada yang sampai
frustasi. Belum lagi, geliat bisnis prostitusi akan mempengaruhi tumbuh kembang
anak yang tinggal di sekitarnya. Dan itu pasti menimbulkan dampak buruk bagi
psikologis anak.( *** )