Newsweek
Online -Langkah Pemkot Surabaya merehabilitasi kawasan prostitusi semakin jelas.
Lembaga yang dipimpin Walikota Tri Rismaharini itu mematangkan desain penutupan
lokalisasi. Dalam desain tersebut terpapar jelas seperti apa wajah kawasan eks
lokalisasi ke depan, plus alokasi anggaran yang disiapkan. Menariknya, dolly
termasuk salah satu dari dua belas unit pengembangan (UP) yang mendapat
prioritas lebih dari pemkot.
“Pemkot Surabaya memprogramkan pembangunan prioritas terhadap
12 wilayah, yang lantas disebut dengan istilah unit pengembangan (UP). Nah,
dolly yang merupakan bagian dari wilayah sawahan masuk dalam program UP,” papar
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya, Agus Sonhaji,
Senin (9/12).
Agus menjelaskan, daerah itu (dolly) memang sudah masuk radar
pemkot sejak beberapa waktu lalu. Tidak seperti sekarang yang identik dengan
prostitusi dan perumahan padat serta jalan yang sempit, di masa mendatang,
dolly diproyeksikan sebagai sentra bisnis dan perdagangan. Direncanakan, Jalan
Putat lebarnya sekitar 25 meter. Tujuannya, lanjut Agus, agar akses
transportasi dan bisnis terbuka sehingga kawasan tersebut bisa lebih
berkembang. “Disamping itu tentu juga dibarengi dengan pembenahan sarana
penerangan dan saluran air,” ujarnya.
Untuk pembangunan fasilitas umum (fasum), pemkot menyertakan
Rp 5 miliar sebagai modal awal. Dana itu digunakan untuk membeli wisma, yang
lantas dibangun fasum berupa taman, fasilitas olahraga dan lain sebagainya.
Masih kata Agus, rehabilitasi lokalisasi tidak hanya menjadi
tanggung jawab pemkot, melainkan juga pemprov dan pemerintah pusat. Ketiganya
bersinergi dengan melaksanakan peran sesuai porsinya masing-masing. Yang jelas,
semuanya menggelontorkan anggaran guna mendukung penutupan lokalisasi.
Mantan Kabag Bina Program ini mengungkapkan, pemerintah pusat
dalam hal ini Kementerian Sosial (kemensos) membantu anggaran sebesar Rp 858
juta. Dana tersebut untuk stimulus modal para mantan pekerja seks komersial
(PSK). Pun demikian halnya dengan Pemprov Jatim yang mengalokasikan Rp 1 miliar
lebih khusus bagi keluarga rentan ekonomi (para mantan mucikari). Sedangkan
pemkot menggelontorkan Rp 25 miliar yang digunakan untuk kegiatan pelatihan,
pembangunan fasum, dll. “Angka tersebut rinciannya untuk lokalisasi klakah
rejo, sememi, morokrembangan, dan dupak bangunsari. Belum termasuk dolly karena
masih dikaji lebih detail mengenai kebutuhan persisnya,” katanya.
Lebih jauh, Agus menerangkan, langkah pemkot merehabilitasi
kawasan eks lokalisasi terbagi dalam empat hal. Yakni, pemberdayaan sosial,
ekonomi, lingkungan, dan bantuan langsung melalui mekanisme hibah. Pemberdayaan
sosial fokus kepada bagaimana mengubah perilaku PSK sehingga berimbah pada
masyarakat sekitar. Hal ini diungkapkan Agus lantaran merasa miris terhadap
adanya anak-anak yang menjadi “pelanggan” di lokalisasi. “Kita berharap PSK
bisa berubah sebab apa yang dilakukannya berdampak pada warga di sekitarnya,
khususnya anak-anak,” tegasnya.
Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Surabaya Supomo mengatakan,
pemkot menggunakan Perda 7/1999 sebagai dasar hukum melakukan rehabilitasi
pembanguan kawasan eks lokalisasi. Sebab, dalam perda tersebut dijelaskan bahwa
bangunan yang berdiri di wilayah Surabaya dilarang digunakan sebagai tempat
asusila.
Untuk itu, pihaknya gencar membekali para PSK yang berniat
alih profesi. Karena dia yakin dalam waktu dekat kawasan lokalisasi segera
berubah fungsi.